jpnn.com, JAKARTA - Sejarawan Bonnie Triyana mengulas soal pola kepemimpinan Proklamator RI Bung Karno yang sangat tegas, spontan, dan memanusiakan manusia. Bung Karno bahkan tak ragu meminjam uang dari pengawalnya untuk beli rokok.
Menurut Bonnie, jika ditelisik lebih jauh, pola kepemimpinan politik di Indonesia memiliki dua kategori. Pertama adalah pemimpin berjiwa administrator laksana seorang manajer dan kedua pemimpin berkarakter solidarity maker.
BACA JUGA: Budiman Sudjatmiko: Bukit Algoritma Perwujudan Cita-Cita Bung Karno
Tipe solidarity maker merupakan pemimpin yang mempunyai sikap, pembawaan, dan kemampuan untuk menggalang solidaritas orang-orang dari berbagai macam latar belakang untuk mencapai satu tujuan.
“Nah, mendiang Herbert Faith, Indonesianis dan profesor ilmu politik asal Australia mengategorikan Bung Karno sebagai sosok pemimpin berjenis solidarity maker,” kata Bonnie pada ‘Talkshow dan Musik Bung Karno Series’ yang ditayangkan Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDI Perjuangan pada Jumat (16/6).
BACA JUGA: Bung Karno Kenapa dulu Disebut Lahir di Blitar ya?
Penulis buku itu menjelaskan, sosok kharismatik dan kecerdasan yang melekat dengan Bung Besar dapat mempengaruhi orang banyak. Terbukti dengan begitu banyak pengikutnya serta juga beliau sangat disegani oleh kawan maupun lawan.
"Dari bukti-bukti itu dapat disimpulkan bahwa Bung Karno merupakan pemimpin yang berkarakter penggalang solidaritas,” papar Bonnie.
BACA JUGA: Bung Karno dan Visi Besar Pendidikan Indonesia
Pimpinan Redaksi Majalah Historia itu menjelaskan, dengan kemampuan dan kecerdasan yang multidimensi, Bung Karno dalam kepemimpinannya kerap kali menggunakan cara yang spontanitas dan autentik.
Contoh kecil dari aksi unik itu dilakukan Bung Karno, suatu kali waktu berkunjung ke Italia, saat iring-iringan mobil tamu negara kepresidenan yang membawa Putra Sang Fajar itu tiba-tiba menepi mendadak ke sebuah restoran.
“Setelah diketahui kemudian, ternyata Bung Karno ingin makan es krim langsung di negara asalnya,” tutur Bonnie.
Bonnie mengutip Maulwi Saelan, Bung Karno merupakan sosok yang tidak pernah mau berjarak dengan masyarakat. Suatu saat, Bung Karno pernah marah terhadap tindakan pengamanan yang berlebihan dan tidak pas dengan prinsipnya.
Di tengah marahnya Bung Karno, ia mengeluh dengan protokoler yang ditetapkan pengawalnya. Saat itulah, Maulwi menjawab bahwa spontanitas yang tidak terkendali itu sangatlah berbahaya buat Bung Karno.
Mereka berdua lalu terdiam. Maulwi pun merasa akan makin dimarahi atau kehilangan jabatannya.
Tak disangka, sekitar lima menit setelah kemarahan yang membuat matanya memerah, Bung Karno kembali dan berbicara dalam bahasa Belanda.
“Hai Maulwi, Je hebt gelijk, kamu benar. Saya minta maaf, ya,” kata Bonnie menirunkan pernyataan sang presiden
Di sinilah Maulwi merasa lega. Selain tak jadi dipecat, dia mengagumi Bung Karno sebagai sosok yang karismatik dan sangat disegani, tetapi juga mau menerima kritik.
Kisah lain menyangkut Bung Karno yang nyaris tak pernah pegang uang. Kalau mau beli rokok, dia sering minta sama pengawalnya. “Eh Sabur, pinjem duit dong beliin rokok,” katanya.
Menurut Bonnie, tak bisa dibayangkan seorang tokoh besar, yang bahkan tidak menaruh gengsi mencolek pengawal untuk memenuhi keinginan pribadinya.
“Saat dijatuhkan sebagai presiden pun kita tahu beliau tak punya rumah pribadi. Itulah bentuk-bentuk spontanitas Bung Karno yang autentik, bukan pencitraan, tidak dibikin-bikin, semua sebagaimana adanya," pungkas penggagas Museum Multatuli. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga