Ternyata, Di Tempat Inilah Sang Jenderal Menyusun Strategi Perang Melawan Jepang

Selasa, 09 Februari 2016 – 08:20 WIB
Situs Air Kaca peninggalan Perang Dunia II di Lingkungan Joubela Desa Totodoku, Kabupaten Pulau Morotai. FOTO: Malut Post/JPNN.com

jpnn.com - Air Kaca merupakan sebuah ceruk mata air alami di Lingkungan Joubela Desa  Totodoku, Kabupaten Pulau Morotai.

Pada masa Perang Dunia II, mata air ini memiliki peran penting bagi pimpinan Pasukan Sekutu, Jenderal Douglas MacArthur dan anak buahnya. Belasan tahun silam, beningnya mata air ini membuat pengunjung dapat bercermin di permukaannya. Sayang, situs sejarah ini kini tak sebening namanya.

BACA JUGA: Dulu, Sang Jenderal Sering Mandi dan Merenung di Sini

Samsudin Chalil, Daruba

Air Kaca, begitu masyarakat setempat menamainya. Konon, belasan tahun silam, permukaan airnya teramat bening. Jernihnya mata air ini membuat warga dapat bercermin di permukaannya. Meski kini kondisi airnya tak sebening dulu lagi, situs ini tetap menarik untuk dikunjungi.

BACA JUGA: Wow! Ikan Patin di Danau Toba, Bisa Rp 64 Ribu per Ekor

Dari pusat Kota Daruba, situs dengan lokasi geografis UTM 52 N X: 4258; dan Y:225597 ini dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Jarak tempuhnya tergolong singkat, yakni 7 kilometer.

Tak jauh dari jalan raya Desa Totodoku, Kecamatan Morotai Selatan, tampaklah situs Air Kaca. Mata air yang dikelilingi rimbunnya pohon beringin dan jati ini hanya berjarak 300 meter dari bibir pantai. Juga tak jauh dari Bandar Udara Pitu, basis pertahanan Sekutu yang kini lebih dikenal sebagai Bandar Udara Leo Wattimena.

BACA JUGA: Si Unyil Hadir Lagi dalam Format Animasi 3D

 

Tepat di depan situs, terpampang baliho dan foto-foto yang menggambarkan aktivitas Pasukan Sekutu saat berada di Morotai. Sebuah poster berisi keterangan mengenai latar belakang singkat seorang Douglas MacArthur juga dipajang di situ.

Air Kaca berbentuk cerukan seluas 80 meter. Mata air ini berupa kolam yang dilindungi dinding batu alami. Dinding batu ini berbentuk melengkung sedemikian rupa hingga Air Kaca tampak terletak di dalam sebuah gua.

Untuk mencapai kolam, perlu menuruni beberapa anak tangga beton yang dibangun Pemerintah Kabupaten setempat. Meski tampak dangkal, kedalaman Air Kaca sesungguhnya mencapai 6 meter. Sebuah bak penampung dari semen peninggalan perang masih ada di situ.

Yang telah hilang adalah kamar mandi berdinding kaca yang dilengkapi shower dan water heater, juga buatan Pasukan Sekutu.

”Pada masa pendudukan Sekutu di Morotai, Air Kaca memegang peran penting sebagai sumber pemenuhan air bersih para prajurit,” ungkap Syukur Kuseke, penjaga Air Kaca sekaligus pemilik lahan di lokasi situs.

Ya, pada 1942, kala Sekutu masuk ke Morotai, 60 ribu pasukan gabungan Australia, Amerika Serikat, dan Prancis ini menggantungkan keperluan air bersihnya dari Air Kaca. Para prajurit ini mendiami lahan seluas 2 hektar di wilayah Totodoku.

Kala itu, daerah ini diketahui memiliki stok air bersih yang terbatas. ”Jadi untuk mandi, masak, dan semua keperluan yang membutuhkan air bersih, prajurit mengambilnya dari Air Kaca,” kata Syukur seperti dilansir Malut Post (Grup JPNN), Selasa (9/2).

Bahkan pimpinan mereka, Jenderal Douglas MacArthur, pun diketahui kerap menghabiskan waktunya di Air Kaca. MacArthur yang memilih bermukim di Pulau Zum Zum, 5 kilometer di depan Daruba, sering menumpangi speedboat untuk mendatangi Air Kaca.

Selain mandi, sang jenderal menjadikan kolam berair dingin ini sebagai tempat perenungannya.

“Di Air Kaca, MacArthur disebut-sebut menyusun strategi perangnya melawan Jepang. Waktu itu tempat ini belum dinamai Air Kaca,” tutur Syukur.

Nama Air Kaca baru santer terdengar setelah perang berakhir dan Pasukan Sekutu angkat kaki dari Morotai. Dengan kepergian Sekutu, warga setempat memiliki akses yang luas untuk memanfaatkan mata ait tersebut. Kejernihan airnya membuat orang-orang dapat bercermin di permukaan air.

”Karena itu kemudian kerap disebut Air Kaca. Nama tersebut terbawa hingga sekarang, meski kini airnya tak sejernih dulu lagi karena kurang terurus,” tambah Syukur.

Sayang, meski memiliki nilai sejarah yang tinggi, seperti halnya situs sejarah lainnya di Pulau Morotai, Air Kaca kurang mendapat perhatian pemerintah setempat. Padahal, lokasinya yang dikelilingi ratusan pohon rimbun menjadikan tempat tersebut sempurna untuk peristirahatan. Saat Sail Indonesia di Morotai (SIM) 2012 silam, Pemkab membangunkan jalan setapak dan tembok di sekitar situs ini.

“Namun setelah itu tidak ada lagi. Padahal saya sudah beberapa kali mengirimkan proposal agar dibangunkan toilet dan tempat peristirahatan untuk pengunjung. Hingga sekarang belum ada respon dari Pemkab,” papar Syukur.

Lantaran minimnya perhatian pemerintah, Syukur selaku pemilik lahan berinisiatif merawat sendiri lingkungan di sekitar Air Kaca. Di tiap kesempatan, pria yang berprofesi sebagai petani ini membersihkan lokasi lahan yang juga ia tanami jagung itu. Lahan tersebut merupakan warisan orangtua Syukur.

“Saya berharap situs ini bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata. Sudah banyak pengunjung yang datang ke sini dan menanyakan mengapa tidak ada cottage atau setidaknya tempat duduk untuk mereka bersantai,” pungkasnya.(din/kai/fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengenang 83 Tahun Perebutan Kapal Perang Belanda De Seven Provincien


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler