Ternyata Ini Alasan Indonesia Masih Impor Jagung

Jumat, 06 Mei 2022 – 20:49 WIB
Jagung. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan masih rendahnya pasokan jagung dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan industri pangan Indonesia sehingga masih impor.

Pasalnya, kebutuhan bahan baku jagung bagi industri pangan yang mencapai sekitar 1,2 juta ton pada 2021 baru dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri sebesar tujuh ribu ton.

BACA JUGA: Jaga Rantai Pasok, Kemenperin Dukung Penyerapan Jagung Lokal

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan kebutuhan jagung untuk industri pangan di tahun ini diperkirakan meningkat sekitar 1,5 – 1,6 juta ton.

Peningkatan tersebut seiring dengan sudah beroperasinya satu investasi industri pati jagung baru di dalam negeri.

BACA JUGA: Kadistan Tegaskan Food Estate di Belu NTT Tidak Gagal, Ini Faktanya

Febri mengatakan masih rendahnya pasokan jagung dari dalam negeri disebabkan sulitnya mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoksin di bawah 20 ppb (part per billion).

“Itu merupakan angka maksimum kandungan aflaktoksin dalam jagung yang dipersyaratkan untuk industri pangan, sedangkan untuk bahan baku industri pakan, angka aflaktoksin maksimum 50 ppb,” ujar Febri, Jumat (6/5).

BACA JUGA: Pengamat Nilai Program Penyediaan Minyak Goreng Kemenperin Sudah Tepat

Aflatoksin ialah cemaran mikotoksin yang dihasilkan dari metabolisme cendawan Aspergilus flavus, yang terkandung dalam biji jagung serta kacang-kacangan dan bersifat karsinogenik.

Kandungan aflatoksin yang dikonsumsi dalam jumlah yang melebihi batas dan dalam jangka waktu lama dapat membahayakan kesehatan.

Febri memaparkan Amerika Serikat menetapkan kandungan aflaktoksin total pada pangan maksimum 20 ppb.

Selanjutnya, Uni Eropa memberlakukan aturan kandungan aflatoksin total yang lebih ketat pada produk pangan yaitu maksimum sebesar 4 ppb, bahkan untuk susu formula dipersyaratkan bebas kandungan aflatoksin.

Di Indonesia, standar mengenai kandungan aflatoksin total jagung untuk pangan maupun pakan telah diatur dalam SNI 8926:2020 tentang Jagung, yaitu sebesar 20 ppb untuk pangan dan 100 ppb untuk pakan.

“Dengan demikian, angka tersebut merupakan batas aman kandungan aflatoksin dalam jagung,” kata Febri.

Dalam SNI ini, selain kandungan aflatoksin total, diatur pula kadar air maksimal pada jagung.

"Ini juga merupakan salah satu parameter syarat mutu penting yang digunakan oleh industri dalam pemilihan jagung sebagai bahan baku industri, khususnya industri pangan," ucap Febri.

Selain itu, untuk mendapatkan jagung dengan kandungan kadar aflatoksin total di bawah 20 ppb, jagung hasil panen harus segera dikeringkan dan disimpan di tempat yang tidak banyak terdapat kandungan uap air, seperti silo.

Namun, jumlah mesin pengering dan silo tempat penyimpanan jagung sangat terbatas sehingga hasil panen jagung dari dalam negeri belum maksimal diolah menjadi bahan baku yang memenuhi kriteria industri pangan.

Meskipun demikian, Kemenperin berupaya meningkatkan ketersediaan bahan baku bagi industri termasuk yang bersumber dari lokal, salah satunya melalui program nilai tambah dan daya saing di sektor industri agro. (mcr28/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Larangan Ekspor Minyak Goreng, Menperin: Kami Pastikan Dampaknya Minimal


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Wenti Ayu Apsari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler