jpnn.com, PEKANBARU - Anggota DPRD Kota Pekanbaru Ida Yulita Susanti angkat bicara terkait videonya cekcok dengan pengelola Pasar Bawah yang viral itu.
Ida mengakui memang sempat cekcok dengan seorang pria yang merupakan pengacara pengelola Pasar Bawah Pekanbaru pada Rabu (14/9).
BACA JUGA: Anggota DPRD Ini Cekcok dengan Pengelola Pasar Bawah, Menggebrak Meja, Nyaris Baku Hantam, Alamak!
"Memang benar kejadiannya," kata Ida kepada JPNN.com di Pekanbaru, Kamis (15/9).
Politikus Partai Golkar itu menjelaskan peristiwa tersebut terjadi di ruangan Banmus Kantor DPRD Kota Pekanbaru.
Saat itu dirinya cekcok dan adu argumentasi dengan pengacara PT DPI yang mengelola sekaligus peserta lelang pengurus Pasar Bawah Pekanbaru.
Cekcok terjadi setelah Ida dihalang-halangi oleh pengacara PT DPI saat masuk ke ruang rapat dengar pendapat (RDP) dengan organisasi perangkat daerah (OPD) dan pengelola pasar.
BACA JUGA: Tindakan Eko Kuntadhi Dinilai Penistaan Agama, Chandra: Harus Diproses Hukum
"Kami sebagai anggota DPRD wakil rakyat hadir dalam ruang rapat itu untuk menjalankan tugas dan menindaklanjuti pengaduan dan aspirasi masyarakat," ujar Ida.
Pengaduan masyarakat dimaksud adalah keluhan pedagang yang merasa dicurangi oleh pengelola pasar.
"Berdasarkan akta jual beli antara pedagang dan PT DPI, ada hak yang dihilangkan oleh perusahaan pengelola pasar secara sepihak," bebernya.
Dalam akta jual beli kios yang dimiliki pedagang, masa pembelian sampai tahun 2023. Itu dibuktikan dengan kartu tanda bukti kepemilikan hak kios (KTBH).
" Namun, pihak pengelola memotong sampai 2022 dengan mengeluarkan sertifikat baru," ujar dia.
Ida menilai ada tindakan penipuan yang dialami pedagang. Sebab, pengelola pasar sudah memungut uang muka untuk membeli kios dengan kontrak baru, padahal kontrak pengelolaan pasar belum berjalan.
Ida menyebut proses tender pengelolaan pasar yang baru dilaksanakan April dan diumumkan pemenangnya Juni 2022.
"Akan tetapi, pada Maret mereka sudah menjual kios kepada pedagang yang mana pada saat itu status kios tersebut masih milik pedagang dan aset pemerintah kota," tuturnya.
Sepengetahuan Ida, masa kontrak PT DPI dengan Pemko Pekanbaru sudah berakhir 16 Mei 2022. Namun, perusahaan itu masih meminta uang untuk pembayaran sewa konter senilai Rp 2 juta per per unit.
"Sementara, berdasarkan surat Disperindag bahwa terhitung Juni semua biaya sewa digratiskan dan pedagang hanya dikenakan biaya service charge," tandas Ida.
Ide menyebut uang yang diambil dari pedagang tersebut masuk pada rekening pribadi oknum PT DPI.
"Ini adalah pungli yang dilakukan oknum tersebut. Bagi pedagang yang tidak mau membayar sewa maka listrik konter mereka dimatikan oleh PT DPI," bebernya.
Terakhir Ida mengatakan ada pengalihan fungsi yang tidak sesuai dengan perjanjian. Contohnya, soal musala yang dijadikan kios, dan lahan parkir yang seharusnya disetorkan kepada Pemko Pekanbaru sebesar 35 persen.
"Hal itu tidak dilakukan. PT DPI mengubah musala menjadi kios dan pendapatan parkir tersebut masuk ke kantong PT DPI, bukan kepada PAD Kota Pekanbaru. Itulah yang saya perjuangkan," ujar Ida menegaskan. (mcr36/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Rizki Ganda Marito