Tindakan Eko Kuntadhi Dinilai Penistaan Agama, Chandra: Harus Diproses Hukum

Kamis, 15 September 2022 – 20:59 WIB
Ketua LBH Pelita Umat sekaligus Ketua Eksekutif BPH KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Source for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Eko Kuntadhi dianggap melakukan penodaan agama atas cuitan dengan kalimat tak pantas tentang video Ustazah Imaz Fatimatuz Zahra atau Ning Imaz yang diunggah melalui Twitter.

Kasus Eko bermula dari video yang menampilkan Ning Imaz ketika menjelaskan tentang tafsir Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 14. Lalu Eko Kuntadhi mengetwit begini: "Jadi bidadari itu bukan perempuan?".

BACA JUGA: Ganjar Blak-blakan soal Eko Kuntadhi Penghina Ning Imaz Sang Ustazah Pesantren Lirboyo

Eko juga menambahkan kata-kata tak pantas saat mengunggah ulang video tersebut. "Tolol tingkat kadal. Hidup kok cuma mimpi selangkangan," kata Eko dalam twitnya, Selasa (13/9).

Belakangan, twit itu dihapus. Eko pada hari ini, Kamis (15/9) telah meminta maaf secara langsung kepada Ning Imaz dan kiai di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jatim.

BACA JUGA: Wahai Eko Kuntadhi, Begini Jawaban Ning Imaz Putri Kiai Pesantren Lirboyo atas Permintaan Maafmu

Terkait masalah itu, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan berpendapat Eko Kuntadi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Al-Qur'an sehingga sama saja melecehkan kita suci umat Islam.

"Demikian dapat dinilai melakukan tindakan penodaan agama," kata Chandra dalam pendapat hukum yang diterima JPNN.com, Kamis.

BACA JUGA: Dahlan Iskan Menulis Ucapan Anang: Saya Tetap Mundur, Ini Memalukan! Ketua DPRD Tidak Hafal Pancasila

Dia menilai pandangan Ning Imaz juga sejalan dengan pandangan para mufasir. Salah satunya, Imam Ibnu Katsir (701-774 H), pakar tafsir asal Kota Damaskus, dalam kitab tafsirnya berjudul Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, saat menjelaskan ayat 14 surat Ali Imran.

Dalam konteks penodaan agama, kata Chandra, MUI telah mengeluarkan fatwa soal Kriterianya. Hal itu dijelaskan dalam fatwa hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9 November 2021 di Jakarta.
 
MUI menjelaskan kriteria dan batasan tindakan yang termasuk dalam kategori perbuatan penodaan dan penistaan agama Islam adalah perbuatan menghina, menghujat, melecehkan dan bentuk-bentuk perbuatan lain yang merendahkan: a. Allah SWT, b. Nabi Muhammad SAW, c. Kitab Suci Al-Qur’an, d. Ibadah Mahdlah seperti salat, puasa, zakat dan haji.

"Tindakan Eko Kuntadhi yang terindikasi dan berpotensi melecehkan penjelasan atau tafsir Al-Qur'an yang disampaikan Ning Imaz, sama saja melecehkan Al-Qur'an, dan dapat dinilai memenuhi unsur pasal penodaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP," tutur Chandra.

Berikutnya, ketua eksekutif BPH KSHUMI itu berpendapat tindakan Eko Kuntadhi jelas dapat dinilai menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki kafa'ah (otoritas) untuk menjelaskan tafsir Al Qur'an berdasarkan keilmuan yang dimiliki.

Atas tindakan itu, Eko Kuntadhi diduga melanggar ketentuan Pasal 310 KUHP perihal menyerang kehormatan atau nama baik seseorang.

Chandra menyebut Eko juga dapat dijerat pasal pencemaran dengan UU ITE karena menyampaikan pencemaran itu melalui sarana Twitter, sehingga tindakan tersebut dapat dinilai memenuhi unsur delik Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Selanjutnya, tindakan eks ketua umum Ganjarist tersebut juga terindikasi atau diduga menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) yang dapat dinilai memenuhi unsur delik Pasal 28 Ayat (2) UU ITE.

"Pasal ini ancaman pidananya enam tahun penjara, sebagaimana disebutkan dalam pasal 45A Ayat (2) UU ITE," ucapnya.

Dalam pendapat hukumnya, Chandra menyatakan Eko Kuntadhi tidak bisa lari dari tanggung jawab hukum, meskipun telah menghapus video tersebut dari akunnya di Twitter.

"Sebab, saat Eko mengunggah video dan capture-nya sudah beredar, Eko dapat dinilai memenuhi unsur 'menyebarkan' dan tidak bisa ditarik dengan dalih telah dihapus," kata Chandra.

Selain itu, Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A UU ITE tentang pidana menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA tetap harus diproses karena beleid tersebut bukan delik aduan.

"Eko Kuntadhi juga harus diproses hukum karena melakukan penodaan agama, dan meskipun Eko telah meminta maaf, tetap tidak bisa menghentikan kasus karena pasal penodaan agama adalah delik umum yang tidak bisa dihentikan karena adanya permaafan," kata Chandra Purna Irawan. (fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler