jpnn.com, JAKARTA - Penyuap Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Karomani ternyata merupakan Ketua Umum DPP Erick Thohir Sahabat Indonesia (Etos) di Lampung.
Sang ketua ialah Andi Desfiandi yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Bravo 5 Lampung, sebuah organisasi binaan Luhut Binsar Pandjaitan.
BACA JUGA: KPK Yakin Penyuap Rektor Unila Banyak, Siap-siap Saja
Andi Desfiandi sudah ditetapkan sebagai tersangka penyuap Rektor Unila dan kawan-kawan.
Terbaru, KPK menggeledah sejumlah tempat, salah satunya kediaman Andi Desfiandi itu.
BACA JUGA: KPK Menduga Penyuap Rektor Unila Lebih Dari Satu Orang
Lembaga antirasuah ingin mencari bukti tambahan terkait kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru pada Universitas Lampung (Unila) tahun akademik 2022.
"Tim penyidik telah melaksanakan upaya paksa penggeledahan di beberapa lokasi kediaman tempat tinggal dari para pihak yang diduga terkait dengan perkara ini di wilayah Lampung," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (26/8).
BACA JUGA: Geledah Rumah Rektor Unila, KPK Temukan Dolar dan Sejumah Bukti
Fikri menjelaskan penggeledahan itu dilakukan karena berdasarkan informasi dan petunjuk.
KPK menemukan beberapa bukti yang dapat menerangkan dugaan perbuatan para tersangka.
"Pada kegiatan tersebut ditemukan dan diamankan antara lain barang bukti elektronik yang selanjutnya akan digabungkan dengan bukti-bukti yang telah didapatkan tim penyidik pada penggeledahan sebelumnya," kata Fikri.
Fikri merahasiakan bukti-bukti yang ditemukan penyidik.
Namun, lanjut dia, bukti itu disita dan dianalisis lebih lanjut untuk melengkapi berkas perkara penyidikan para tersangka.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta, dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo, dan Muhammad Basri untuk menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa baru dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan ke pihak universitas.
Selain itu, Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru.
Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin, selaku dosen, dari orang tua calon mahasiswa itu berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta.
KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima Karomani melalui Budi Sutomo dan Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan.
Uang tersebut telah dialihkan dalam bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 5 miliar.
Selain itu, KPK juga telah mengamankan uang tunai sekitar Rp 2,5 miliar dari penggeledahan di rumah Karomani dan pihak-pihak lain yang terkait kasus ini. (Jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Geledah Unila, KPK Amankan Dokumen Penerimaan Mahasiswa Baru
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi