jpnn.com - SARACEN pernah berjaya pada Abad 7. Kekuatan maritim Islam pimpinan Ma'awiyah bin Abu Sofyan.
Sepekan belakangan kami baca buku The Historians: History of the World. Buku yang terbit di Roma ini digadang-gadang sebagai buku sejarah terbesar. Di dalamnya ada ulasan tentang SARACEN.
BACA JUGA: Mbak Sri Bakal Jadi Anggota Saracen Pertama yang Diadili
Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network
Rencana Ma’awiyah bin Abi Sofyan mendapat restu Utsman bin Affan; membangun armada Islam di Lautan Tengah. Tujuannya merebut dan menguasai jalur laut yang penting itu dari tangan Imperium Roma Timur.
BACA JUGA: Asma Dewi Merasa Bukan Anggota Sindikat Saracen
Di halaman 184 tertulis:
The increasing power of Maawiyah, the Arab general induced him to form a project for the conquest of Constantinople, and he began to fit out a great Naval Expedition at Tripolis in Syria.
BACA JUGA: Uni Fahira Belum Yakin Asma Dewi Pelanggan Saracen
(Kekuasaan Ma’awiyah yang makin meningkat, Panglima Arab itu mendorongnya untuk membentuk proyek bagi penaklukan Konstantinopel—ibukota Imperium Bizantium—dan ia pun mulai menciptakan Angkatan Laut terbesar di Bandar Tripolis Syria.)
Kemudian dikisahkan, “armada pihak Islam di Lautan Tengah hingga kini mampu melakukan serangan balasan terhadap angkatan armada pihak Bizantium di Roma Timur. Mereka berhasil merebut dan menguasai pulau Cyprus pada 649 Masehi, pulau Aradus pada 650 Masehi dan pulau Rhodes pada 654 Masehi.”
Ketiga pulau itu, sambung naskah itu, selama ini merupakan basis armada Bizantium untuk melakukan serangan ke pesisir Levantine (Libanon dan Palestina), juga ke Bandar-bandar dagang di pesisir Mesir dan Lybia.
“Dengan begitu, armada pihak Islam telah menguasai Laut Aegia sampai ke dekat Selat Hellespont yang merupakan urat nadi kekuasaan Bizantium di Lautan Tengah.”
History of the World menceritakan, pada 655 Masehi sebuah armada besar, gabungan armada Syria dan Mesir yang terdiri dari seribu tujuh ratus kapal tempur (galleys) dan kapal angkut (vessels) berlayar menyusuri pantai selatan Asia Kecil menuju Laut Aegia ke Selat Bosporus, mengepung Konstantinopel.
Panji-panji Islam berkibaran di puncak tiang kapal. Pameran kekuatan laut yang tiada tara.
“Bagi Bangsa Grik, sepanjang pantai Asia Kecil itu, mulai dari Kilikia hingga Lybia, cuma bisa mengingatkan mereka akan kisah tuanya, yang dinyanyikan Homerus di dalam himpunan sajaknya Illiad mengenai perangkatan armada Bangsa Grik menuju Troya,” tulis buku itu.
Armada besar yang disiapkan dalam tempo lebih kurang dua tahun tersebut, dipimpin langsung oleh Ma’awiyah bin Abu Sofyan.
Joesoef Sou’yb, sejawaran-cum-wartawan serta dosen dan guru besar di beberapa kampus di Sumatera Utara, pada 1987 menulis Kekuasaan Maritim Islam Pada Zaman Tengah.
Dalam naskah itu dia menyebut, Panglima Ma’awiyah bin Abu Sofyan mendapat gelar Amirul Bahri (pangeran lautan) atas keberhasilannya membangun armada laut. “Dalam perkembangannya, diksi Amirul Bahri ini menjadi Admiral,” tulisnya.
Pihak Kaisar Constans dari Imperium Bizantium tidak berdiam diri. Armadanya yang hancur dalam pertempuran di Pulau Rhodes dipulihkan kembali.
Galangan kapal di Bandar-bandar dagang sepanjang pesisir utara Asia Kecil sampai Trebizond, yang menghadap Laut Hitam bekerja siang malam. Kaisar Constans juga sedang membangun armada laut yang tangguh.
Ketika sampai kabar berita bahwa armada Islam mulai bergerak dari pesisir Levantine, armada Bizantium yang dipusatkan di Laut Marmara, langsung dikomandoi Kaisar Constans bergerak melintasi Selat Hellespont menuju Laut Aegia, dan berlayar ke Selatan.
Kedua armada besar itu bertemu di dekat sebuah tanjung yang disebut Mount Phoenix atau Bukit Cendrawasih. Literatur Arab menyebutnya Zatul Shawari.
Buku The Historians’ History of the World mencatat:
The Emperor Constans took upon himself the command of his own fleet. He met the SARACEN expedition off Mount Phoenix in Lycia and attacked it with great vigour.
Twenty thousand Romans are said to have perished in the battle; and the Emperor himself owed his safety to the volour of one of the Imperial Galley enabled the Emperor to escape before its valiant defender was slain and the vessel fell into the hands of the SARACENS.
(Kaisar Constans sendiri memegang pimpinan armadanya itu. Ia menjumpai ekspedisi pihak Muslim di Tanjung Mount Phoenix dalam wilayah Lycia dengan kekuatan besar. Dua puluh ribu pasukan Roma binasa dalam pertempuran itu; dan Kaisar dapat selamat karena keberanian seorang di antara dua bersaudara dari Tripoli, yang pembelaannya dengan gagah berani beserta anak buah kapalnya memungkinkan Kapal Kerajaan itu meluputkan diri sebelum pembela yang gagah perkasa itu tewas dan kapalnya jatuh ke tangan pihak Muslim.)
Sejak itu, Lautan Tengah dikuasai Daulat Khulafaur-Rasyidin. Dan wilayah yang kini sohor dengan sebutan Laut Mediteranian itu, sepanjang Abad 7 hingga penghujung Abad 15, dinamai Lake of The Arab. Danau Bangsa Arab.
Rezim ini berakhir, lebih tepatnya pecah pada 661 Masehi karena perseteruan antara Maawiyah bin Abu Sofyan dengan Khalif Ali bin Abithalib.
Ma’awiyah memindahkan ibukota dari Madinah ke Damaskus dengan mendirikan Daulat Umayyah. Ia menyebut dirinya Khalif Maawiyah I.
Daulat Umayyah ditumbangkan Daulat Abbasiah pada 750 Masehi dan ibukota pun dipindahkan ke Baghdad, Irak.
Dan sisa-sisa kekuatan Daulat Umayyah mendirikan pula ibukota baru di Cordova, Semanjung Iberia—wilayah Spanyol dan Portugal sekarang.
Dengan begitu kekuatan Islam terbelah dua. Daulat Abbasiah menguasai belahan Timur. Daulat Umayyah menguasai belahan Barat.
Pada 1031, Daulat Umayyah dilanjutkan kekuasaan Muluk Al Thawaif, yakni raja-raja setempat.
Kekuasaan Islam di Semananjung Iberia ini berakhir pada 1492 setelah direbut sejoli Raja Ferdinand II dan Ratu Isabella beserta pasukannya. Wilayah itu pun kembali ke dalam kekuasaan Gereja.
Dan tahun itu juga, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella membiayai ekspedisi Christopher Columbus. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fadli Zon Ungkit Foto Jokowi dengan Dimas Kanjeng Lagi
Redaktur & Reporter : Wenri