Ternyata Sulit Mencari Industri yang Bisa Memproduksi Hasil Inovasi COVID-19

Jumat, 10 Juli 2020 – 18:21 WIB
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro saat Pengumuman Penerima Proposal Tahap II yang direkomendasikan mendapatkan pendanaan Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19. Foto: tangkapan layar/mesya

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Riset Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengeluhkan sulitnya mencari mitra industri kesehatan dalam negeri berskala besar dalam memproduksi hasil riset inovasi terkait penanganan pandemi COVID-19.

Padahal, hasil riset inovasi terkait COVID-19 ini sangat dibutuhkan masyarakat.

BACA JUGA: Ya Ampun, Anez Positif COVID-19

"Kami harus terus bekerja sama dengan industri yang dipilih karena kebanyakan mitra kita ini belum berpengalaman terutama untuk alat kesehatan yang kita tahu Indonesia sangat bergantung kepada impor sekitar 90 persen lebih dalam kesehatan. Kami masih sulit mencari industri kesehatan skala besar sehingga sulit memproduksi prototipe riset inovasi COVID-19 ini," tutur Menteri Bambang dalam Pengumuman Penetapan Penerima Proposal Tahap II yang direkomendasikan mendapatkan dukungan pendanaan Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 secara virtual, Jumat (10/7).

Dia mencontohkan rapid test yang dihasilkan Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 sudah bisa dikembangkan tetapi kapasitas industri masih terbatas.

BACA JUGA: Maaf, Pantai-Pantai Ini Tak Akan Dibuka Sebelum Ada Vaksin COVID-19

Tidak mudah juga mencari mitra industri yang mau membangun rapid test dalam skala besar karena pengusaha harus melakukan investasi baru dan sebelumnya belum pernah dilakukan.

Untuk itu, lanjutnya, kolaborasi antara peneliti, industri, dan pemerintah harus terus diperkuat. Para peneliti dan industri harus mulai bekerja sama dalam menghasilkan inovasi.

BACA JUGA: Bagi yang Belum Tahu Modus Maria Pauline Bobol BNI Rp 1,7 Triliun, Silakan Baca

Ketika kolaborasi ini sudah terjalin akan dihasilkan produk apa yang dibutuhkan masyarakat dipahami peneliti. Apa yang dibutuhkan peneliti dipahami industri.

Kemudian ditopang pemerintah selaku fasilitator. Dari sini bisa dipahami tentang triple helix.

"Mudah-mudahan partisipasi industri dalam triple helix riset inovasi COVID-19 ini bisa mempercepat proses hilirisasi dan distribusi hasil penelitian ini kepada masyarakat," ucapnya.

Sinergi ini, kata Bambang, sebaiknya bisa lintas bidang. Kolaborasi antar universitas, universitas dengan lembaga.

Karena pada tahap pertama Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 bisa membuktikan menghasilkan produk inovasi yang dibutuhkan masyarakat.

Tahap kedua riset inovasi COVID-19 ini diharapkan Menteri Bambang bisa melengkapi yang belum dilakukan (peneliti tahap pertama). Karena ternyata makin banyak yang terinfeksi.

"Mudah-mudahan tahap dua ini bisa menghasilkan suplemen untuk COVID-19, obat penyembuhan pasien Corona, terapi stem cell dan lainnya, Juga alat kesehatan salah satunya bahan untuk rapid test dalam negeri dan reagen yang masih tergantung impor," tandasnya. (esy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler