Teror Terhadap Ulama, HNW: Ada yang Dilupakan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Kamis, 20 Agustus 2020 – 20:54 WIB
Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyatakan prihatin terhadap aksi teror, intimidasi dan perundungan yang menimpa para ulama.

Perundungan itu terjadi, menurut Hidayat karena pelakunya tidak menyadari betapa besar jasa dan peran para ulama bagi kemerdekaan serta keutuhan NKRI. Akibatnya, tanpa merasa bersalah sedikitpun, mereka terus meneror ulama.

BACA JUGA: HNW: Teror Terhadap Pendeklarasi KAMI, Warisan Penjajah, Mencederai Demokrasi

Ancaman dan teror kepada siapapun kata Hidayat bertentangan dengan nilai demokrasi dan prinsip negara hukum, yang sudah disepakati berlaku di Indonesia.

Nilai-nilai demokrasi dan prinsip negara hukum itu seharusnya ditegakkan dan dipatuhi, bukannya malah dilanggar. Lebih memprihatinkan, karena pihak yang dintimidasi dan diancam itu adalah para ulama.

BACA JUGA: HNW Pengin MPR Punya Mahkamah Kehormatan seperti DPR

"Ada yang tengah dilupakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yaitu relasi antara umat Islam dan negaranya. Seolah-olah ulama dan umat Islam Indonesia, tidak memiliki jasa apapun terhadap kemerdekaan Indonesia, pada 17 Agustus 1945," kata Hidayat.

Hal itu dia sampaikan saat menjadi narasumber sosialisasi Empat Pilar MPR dan Narasi Kebangsaan KAMMI secara daring, Rabu (19/8) malam.

Di berbagai catatan sejarah Indonesia, kata Hidayat peran Ulama dan umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan dan keutuhan NKRI sangatlah jelas.

Bersama-sama dengan para pejuang nasionalis, ulama dan umat Islam bahu membahu menegakkan pergerakan kemerdekaan. Salah satu bukti pengorbanan ulama adalah kerelaan menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta dan menerima Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai sila pertama Pancasila.

"Kalau dulu, para ulama yaitu, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wachid Hasjim, Teuku M. Hasan, dan juga Kasman Singodimedjo tidak mau menghilangkan tujuh kata dalam piagam Jakarta, lalu balik mengancam akan keluar dari NKRI jika Piagam Jakarta tidak disahkan, niscaya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus akan sia-sia saja. Tetapi, itu tidak dilakukan oleh para ulama, dengan ikhlas mereka menerima sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, demi menyelamatkan kemerdekaan dan menjaga kedaulatan NKRI," kata Hidayat.

Lalu, ketika NKRI hilang, akibat perjanjian meja bundar dan digantikan dengan Republik Indonesia Serikat, umat Islamlah yang mengembalikan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adalah Muhamad Natsir, Ketua Fraksi Partai Masyumi, pada 3 April 1950 menyampaikan pidato di depan DPR RIS. Dalam pidato yang dikenal sebagai Mosi Integral Natsir, itu Ia mengusulkan agar Indonesia kembali menjadi NKRI, sesuai cita-cita UUD 1945.

Seperti diketahui, baru-baru ini sejumlah ulama dan tokoh nasional yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengalami teror, intimidasi dan pembajakan akun. Mereka itu, antara lain Din Syamsudin (Muhammadiyah), Rahmat Wahab Hasbullah (NU), Jend (Purn) Gatot Nurmantyo, Rizal Ramli, Sri Edi Swasono, Meutya Hatta, hingga Abdullah Hehamahua.

Hidayat berharap proses penegakan hukum dan pengusutan terhadap teror, intimidasi dan pembajakan akun terhadap para tokoh bangsa harus dilakukan secara tuntas.

"Ini penting untuk membuktikan bahwa negara benar-benar melaksanakan Pancasila, dan menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi, UUD NRI 1945," katanya. (ikl/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler