Terorganisasi Mulai Juanda, Batam, hingga Johor

Minggu, 08 September 2013 – 14:03 WIB

jpnn.com - Meski beberapa kali digagalkan, praktik pengiriman tenaga kerja ilegal dari sejumlah kota di Jawa Timur tidak pernah surut. Bisnis itu makin menggurita dari hulu sampai hilir. Koran ini menelusuri praktik human trafficking tersebut. Mulai pembuatan identitas aspal untuk paspor hingga pola pemberangkatan yang begitu rapi.

---

BACA JUGA: Inilah Identitas Para Korban Kecelakaan Maut si Dul

RABU siang itu (28/8) mungkin hari yang tak terbayangkan bagi Fibriana Muallifah. Gadis 19 tahun tersebut bersama 77 orang lainnya terpaksa menunggu berjam-jam di Ditreskrimsus Polda Jatim. Mereka diamankan sebagai korban human trafficking yang gagal diberangkatkan sebagai tenaga kerja ilegal ke Malaysia.

Kasus semacam itu bukan yang pertama diungkap kepolisian di Surabaya. Sejak beroperasinya Jembatan Suramadu, puluhan kali pengiriman tenaga kerja ke luar negeri digagalkan. Baik oleh Polda Jatim, Polrestabes Surabaya, maupun Polres Pelabuhan Tanjung Perak.

BACA JUGA: KPAI Sarankan Cukup Proses Mediasi

Dengan adanya Jembatan Suramadu, pemberangkatan tenaga kerja ilegal yang kebanyakan berasal dari sejumlah kota di Madura memang lebih mudah. Tak perlu menunggu pemberangkatan kapal. Karena itu, pelaku pun lebih gesit kucing-kucingan dengan polisi.

Koran ini menelusuri praktik pemberangkatan TKI ilegal tersebut, mulai hulu sampai hilir. Baik soal pembuatan dokumen aspal maupun pemberangkatan ke Batam hingga beberapa pelabuhan feri di Johor, Malaysia.

BACA JUGA: Dul Bisa Dihukum Lebih Berat

Praktik pengiriman tenaga kerja ilegal itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari tumbuh suburnya bisnis pembuatan dokumen ilegal. Koran ini pernah mengulas pembuatan dokumen ilegal tersebut pada penerbitan 21 Januari 2013.

Melalui Jonny, sumber Jawa Pos, koran ini dikenalkan kepada seorang tekong atau calo tenaga kerja luar negeri di Sampang, Madura. Orang itu mengaku bernama Sholeh. Biasanya dia dipanggil dengan tambahan kata "Abah" di depan namanya. Umurnya masih muda, sekitar 36 tahun.

Meski masih muda, sepak terjang Sholeh luar biasa. Sejak remaja dia bergelut di dunia tenaga kerja ilegal. Berawal ketika umur 18 tahun dia ikut pamannya bekerja sebagai buruh imigran ilegal di Kuala Lumpur.

Saat pamannya kembali ke tanah air, dua tahun kemudian Sholeh menyusul pulang. Lalu dia ikut dalam bisnis pemberangkatan TKI ilegal. "Karirnya" dimulai dari menjadi sopir pengantar rom­bongan TKI asal sejumlah kota di Madura ke Bandara Juanda.

Melalui Sholeh itulah, koran ini berhasil memesan dokumen ilegal. Wartawan koran ini beralasan membutuhkan dokumen aspal untuk memenuhi persyaratan pembuatan paspor. Untuk tiga dokumen, Sholeh mengajukan harga Rp 500 ribu.

"Itu satu set, mulai KTP, KK, hingga akta lahir. Pokoknya lengkap untuk mengurus paspor," ujar Sholeh. Belakangan, Jonny mengatakan, harga itu termasuk harga umum. Di kalangan calo, biasanya satu set identitas aspal dipatok Rp 350 ribu. Menurut dia, tarif tersebut mahal karena dalam pembuatan identitas aspal, Sholeh hanya bertindak sebagai makelar. Sholeh memberikan job itu kepada rekannya yang memiliki spesialis pembuatan dokumen aspal.

Luar biasanya, dokumen itu bisa dijanjikan sehari selesai. Koran ini pun menyepakati harga dan memberikan data yang akan dibuatkan identitas aspal. Seperti diberitakan dalam liputan sebelumnya, dokumen aspal yang dimaksud di sini adalah dokumen yang diduga menggunakan blangko asli, namun datanya palsu.

Saat pemesanan itu, koran ini mengorek informasi seputar praktik pemberangkatan tenaga kerja ilegal yang biasa dilakoni Sholeh. Dia mengatakan dalam sebulan bisa memberangkatkan tiga hingga empat rombongan. "Bergantung anak-anak dapatnya berapa orang," ujar Sholeh.

Anak-anak yang dimaksud Sholeh adalah anak buah atau kenalannya yang bertugas mencari orang yang mau berangkat sebagai tenaga kerja ilegal. "Pokoke ono rong puluh budal (Asal ada dua puluh orang ya diberangkatkan," ujarnya.

Sholeh selama ini hanya punya orang-orang lapangan yang berada di beberapa kota di Madura. Namun, kadang dia juga dinunuti temannya sesama tekong untuk memberangkatkan orang. Tujuan pemberangkatan tenaga kerja itu adalah Malaysia.

"Ya karena memang saya punya jalurnya hanya ke sana," ujarnya. Untuk pemberangkatan ke Malaysia, Sholeh mematok tarif Rp 3,5 juta. Nilai itu sudah bersih. Perinciannya, biaya pembuatan identitas aspal, pengurusan paspor, tiket pemberangkatan ke Batam, tiket feri Batam-Johor, pengurusan imigrasi Malaysia, dan pengantaran ke tempat pekerjaan.

Kebanyakan para calon tenaga kerja yang berangkat tersebut memang sudah memiliki kenalan atau kerabat di Malaysia. Kenalan dan kerabat itu yang nanti mencarikan pekerjaan di negeri jiran. "Kalau yang belum punya kenalan, ya kami bantu cari kerja dari orang-orang yang sudah ada di sana," paparnya.

Tanggung jawab Sholeh sebenarnya sebatas membuatkan identitas aspal, menguruskan paspor, dan mengantarkan calon tenaga kerja hingga Batam.

Seperti disebutkan di atas, untuk pembuatan identitas aspal, Sholeh sudah punya "orang" sendiri. Begitu pula saat pengurusan paspor di imigrasi. Dia memiliki partner yang bertugas memuluskan keluarnya paspor yang diurus dengan dokumen aspal.

Dua urusan itu, menurut Sholeh, tidaklah terlalu rumit. Termasuk pembuatan paspor, dia hanya bertugas membawa para calon pekerja ke kantor imigrasi. Calon pekerja dibawa untuk sekadar foto dan wawancara formalitas. "Selalu lulus kok," ujarnya.

Menurut Sholeh, proses yang terbilang rumit justru terjadi saat pemberangkatan calon tenaga kerja ke bandara. Sebab, setelah mengantongi paspor, tidak begitu saja calon tenaga kerja diantar ke bandara.

Namun, Sholeh juga harus memastikan kondisi terakhir pelabuhan-pelabuhan di Johor, Malaysia. Apakah sedang ada razia besar-besaran atau tidak. Jika kondisi di Malaysia aman, belum tentu ju­ga calon tenaga kerja bisa langsung dibawa ke bandara.

Sholeh harus kucing-kucingan dengan polisi yang sering kali melakukan penghadangan di tengah jalan. Pengantaran rombongan tenaga kerja itu tentu tidak dilakukan langsung oleh Sholeh. Dia memiliki sopir dan Sholeh tidak ada dalam rombongan tersebut. Biasanya Sholeh menunggu di Juanda dengan membawa paspor rombongan yang akan diberangkatkan. Hal itu dilakukan agar jika tertangkap, petugas korps baju cokelat tidak memiliki bukti valid tentang pengiriman tenaga kerja ilegal tersebut.

"Di sini (Suramadu) kan sering ada cegatan (polisi). Makanya, kami harus waspada," ujarnya. Menurut dia, meski sudah lolos di Suramadu, polisi ternyata nyanggong di tol Dupak-Juanda.

Untuk pengalaman ini, Sholeh pernah memerintah sopir agar berhenti sebelum memasuki area Suramadu. Dia kemudian mengirim sebuah bus mini dengan sopir lain. Rombongan yang sebelumnya dibawa dengan mobil jenis Elf dipindahkan ke bus mini. Para calon tenaga kerja pun di-setting seolah-olah rombongan ziarah wali. "Itu terpaksa dilakukan saat saya mendengar polisi Surabaya nyanggong kendaraan kami," paparnya.

"Biasanya, sehari sebelum pemberangkatan, Sholeh memesan tiket pesawat Surabaya-Batam. Pesannya bukan di biro perjalanan. Dia memiliki jaringan khusus yang menjual tiket untuk memberangkatkan calon tenaga kerja ke Batam. Di lini tersebut, ada beberapa orang yang bermain. Biasanya mereka disebut dengan "bos tiket".

Bos tiket itu sebenarnya bekerja seperti agen tiket. Mereka menaruh sejumlah uang dalam jumlah besar di maskapai penerbangan sebagai deposit untuk mendapatkan jatah seat pesawat. Beberapa bos tiket juga sering kali memiliki kedok bisnis resmi sebagai agen tiket atau biro perjalanan wisata.

Bos tiket tersebut bisa memebrikan harga yang rendah untuk para tekong. Tiket yang dijual ke tekong tentu hanya jurusan Surabaya-Batam. Sebab, pengiriman tenaga kerja ilegal ke Malaysia memang selalu lewat Batam dan dilanjutkan dengan feri ke Johor.

Beberapa hari lalu, melalui referensi Sholeh, koran ini menemui salah seorang yang "bermain" dalam penyediaan tiket untuk para tenaga kerja. Dia mengenalkan diri bernama Nurhalim. Pria yang usianya sekitar 40 tahun itu mengatakan selama ini memiliki jatah seat pesawat dari tiga maskapai untuk jurusan Surabaya-Batam.

"Dari tiga maskapai itu, saya punya jatah 60 tiket per hari. Sekitar 80 persennya selalu dibeli tekong untuk memberangkatkan orang ke Batam," jelasnya. Nurhalim mengaku sanggup memberikan harga tiket lebih murah daripada yang dijual online maupun dari agen tiket biasa.

Untuk peak season, tiket Surabaya-Batam, Nurhalim biasa menjual sekitar Rp 1,2 juta. "Coba bandingkan di agen atau cek di online, harganya berkisar Rp 1,7 juta," paparnya. Selain sanggup menyediakan tiket murah, Nurhalim bisa mengganti nama yang tertera dalam tiket menjelang keberangkatan.

Nurhalim mengatakan, tekong memang sering membeli tiket mendadak. Sebab, saat memberangkatkan tenaga kerja, mereka juga harus melihat situasi, aman atau tidak. "Biasanya sehari sebelum keberangkatan, mereka mengirimkan nama-nama yang diberangkatkan. Kadang ada juga yang cuma minta booking beberapa tiket."

Nurhalim tidak hanya menerima pembelian tiket dari Sholeh. Dia juga memiliki jaringan tekong lain di luar Madura. Yang biasa membeli dari dia, antara lain, tekong dari Jember, Lumajang, dan Tulungagung. Tugas Nurhalim tidak sekadar menjual tiket. Dia juga bertugas mengatur agar pemberangkatan itu tidak tercium petugas.

Salah satu caranya, menyebar orang-orang yang hendak diberangkatkan agar tidak mencurigakan. "Sampeyan (Anda) kalau sering ke bandara pasti tahu model orang-orang itu (calon pekerja ilegal) bagaimana. Kadang cuma sandalan jepit, pakaian seadanya seperti penumpang bus. Kalau mereka menggerombol, kan bisa mencurigakan," ujarnya.

Nah, setelah berhasil menerbangkan orang-orang "titipan" calo, tugas Nurhalim selesai. Menurut Nurhalim, ada juga bos tiket yang bermain di lini lain selain penjualan tiket. "Ada yang bermain sekaligus di penyeberangan kapal feri," ujarnya. Menurut Nurhalim, bos tiket semacam itu biasanya punya bisnis kapal cepat rute Batam-Johor. Tugas seperti itu lebih berat dan biasanya memang dilakukan orang yang lebih berpengalaman.

Jika kondisi memungkinkan, sesampai di Batam, para tenaga kerja tersebut langsung dibawa ke Johor dengan kapal cepat. Nurhalim menyebutkan, seorang kawannya sesama bos tiket juga punya kapal. "Dia bekerja sama dengan seorang pengusaha di Tanjung Pinang dan warga negara Malaysia."

Kapal yang dioperasikan itu sanggup mengangkut 120 orang dari Batam menuju tiga pelabuhan di Johor. Tiga pelabuhan yang menjadi tujuan adalah Stulang, Tg Belungkor, dan Tanjung Balai. Dari Batam ke tiga pelabuhan itu, jaraknya sama, kira-kira membutuhkan waktu 45 menit. "Sebelum berangkat, orang yang ada di dalam feri mencari informasi. Kira-kira pelabuhan mana yang agak longgar," jelasnya. (gun/jun/c7/end)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Bisa Langsung Menahan Ahmad Dhani


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler