Terorisme Menghancurkan Fasilitas Publik Milik Negara

Kamis, 27 Oktober 2016 – 22:28 WIB
Suhardi Alius. Foto: Ist

jpnn.com - SURABAYA - Maraknya aksi teror pada kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2016 membuktikan bahwa kelompok radikalisme-terorisme  masih  bergentayangan di sekitar kita.

Mereka menunggu waktu  yang tepat untuk melakukan serangan termasuk pembunuhan, baik dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok terhadap target  yang telah mereka tentukan.

BACA JUGA: Menang PTUN, Aziz Segera Konsolidasi Internal KOSGORO 1957

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius. SH, MH, dalam sambutannya saat membuka acara Sosialisasi Standar Operational Prosedur (SOP) Sistem Keamanan Terminal Penumpang Angkutan Jalan Dari Ancaman Terorisme yang digelar Direktorat Perlindungan BNPT di Hotel Java Paragon, Surabaya pada  Rabu (26/10/2016) malam.

"Aksi teror mereka telah menelan korban yang cukup banyak baik dari aparat maupun masyarakat. Berbagai serangan telah menghancurkan berbagai fasilitas publik milik negara, maupun milik masyarakat dan membunuh ratusan manusia yang tak berdosa," ujar Kepala BNPT

BACA JUGA: RESMI! Politikus PDIP dan Eks Pejabat BUMN Tersangka Kasus Penipuan

Dikatakan mantan Sekretaris Lemhanas dan Kabareskrim Polri ini, gerakan radikalisme-terorisme, baik yang berbasiskan agama maupun ideologi tertentu, ternyata semakin tumbuh subur di Indonesia. 

"Gerakan radikalisme-terorisme ini semakin menemukan bentuk brutalitasnya manakala penanganannya secara parsial dan tidak terkoordinasi antar institusi penegak hukum, dan juga tidak komprehensif," ujar alumni Akpol 1985 ini.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Melayat Ayah Tito Karnavian

Lebih lanjut mantan Kapolda Jabar ini mengatakan, munculnya gerakan radikalisme-terorisme ini lebih disebabkan karena pemahaman agama yang sempit dan parsial serta sebatas kontekstual, yang pada akhirnya menimbulkan kecurigaan antar pemeluk agama tertentu.

"Yang akhirnya budaya kekerasan dalam penyelesaian masalah juga akhirnya menjadi pendekatan dalam menyelesaikan konflik," ujarnya.

Kepala BNPT memberikan contoh berbagai serangan terorisme telah mengancam instalasi penting negara seperti Listrik di Tangerang, Pusat perbelanjaan,  Bandara Soekarno Hata, Cafe Sari dan Paddy’s Pub di Bali, Hotel  JW Marriot dan Ritz Carlton di Jakarta,  kantor Kedutaan Besar  Australia di Jakarta dan aksi-aksi pemboman lainnya.

 

"Bahkan tempat ibadah pun juga tidak luput dari aksi pengeboman seperti bom bunuh diri di masjid Mapolresta Cirebon, masjid Istiqlal di Jakarta serta gereja yang ada di berbagai kota di Indonesia pada tahun 2000 silam," ujar pria yang dalam karirny dihabiskan di korps reserse Polri ini

Pria yang pernah menjadi Kepala Divisi Humas Polri ini mengatakan, dari  Studi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh BNPT yang bekerjasama dengan Kementrian Perhubungan Darat, TNI/Polri, Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia  dan Lembaga Daulat Bangsa menemukan bahwa sistem keamanan di berbagai obyek vital Terminal Darat dalam menghadapi ancaman terorisme belum benar-benar kondusif dan ampuh untuk menangkal kemungkinan terjadinya aksi terorisme yang menggunakan tempat-tempat tersebut sebagai target sasaran.

"Pada konteks inilah jika kita mencermati situasi di atas dan dihadapkan pada kondisi yang ada dewasa ini, maka diperlukan suatu upaya untuk membahas berbagai persoalan di atas dan  langkah-langkah yang harus dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan upaya ini dan dalam rangka mencapai tujuan kita yaitu pengamanan obyek vital dalam rangka pencegahan terorisme," ujar pria kelahiran Jakarta 10 Mei 1962 ini.

Lebih lanjut Kepala BNPT mengatakan bahwa berbagai permasalahan terkait dengan prosedur, peralatan teknologi infrastruktur, dan kualitas Sumber Daya Manusia masih menjadi agenda besar yang harus diselesaikan oleh berbagai pihak terkait agar obyek-obyek vital Terminal Darat tersebut benar-benar mempunyai sistem keamanan yang bisa mencegah dari kemungkinan terjadinya serangan terorisme.

"Hal ini dilakukan semata-mata untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi masyarakat dan menerapkan SOP terminal yang baik, sehingga nantinya dapat diharapkan memberikan kontribusi yang maksimal pada pelayanan kepada masyarakat," ujarnya.

Dikatakannya, terminal sebagai fasilitas umum juga harus memberikan layanan fungsi social dalam hal ini pengaturan perjalanan, tempat istirahat sementara, restorasi, parkir, taman, dan lain-lain. Fungsi sosial terminal yang tidak langsung adalah mendukung perkembangan wilayah melalui dukungan fasilitas sarana-prasarana transportasi darat untuk aktivitas transit penumpang.

"Tujuan dari penyusunan SOP ini adalah untuk memberikan gambaran secara umum mengenai tata cara pengelolaan terminal yang komprehensif, menjelaskan pembagian tugas, wewenang, dan tanggungjawab atas pihak-pihak yang aktif mempunyai kegiatan di terminal dan menjelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang berkepentingan dalam suatu terminal jika terjadi ancaman terorisme," ujar mantan kapolres Metro Jakarta Barat dan Depok ini.

Selain itu menurutnya, dalam implementasi sistem keamanan tersebut juga diperlukan kerjasama dengan seluruh komponen masyarakat, mengingat objek vital tersebut berperan penting dalam menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari. "Mengingat penanggulangan teorisme bukan hanya tugas BNPT semata maupun tugas aparat keamanan saja, tetapi juga tanggung jawab seluruh elemen bangsa," ujarnya.

Turut hadir dalam acara tersebut yakni Wakil Gubernur Jawa Timur, M. Saifullah Yusuf, Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI I Made Sukadana, Kabinda Jawa Timur, Laksma TNI Teguh Prihantono dan perwakilan dari Kapolda Jatim dan Pasmar 1 Marinir. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Siap-siap aja, Pejabat di Daerah juga Bakal Diacak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler