Terpidana mati asal Australia Myuran Sukumaran pekan lalu mulai menyadari bahwa ia tidak akan mendapat pengampunan (grasi) dari Presiden Indonesia Joko Widodo. Padahal, sudah dua tahun anggota Bali Nine ini belajar seni lukis dan jika masih hidup, ia seharusnya akan menyelesaikan Sarjana S1-nya akhir 2015.
Seniman Australia Ben Quilty yang selama ini membimbing Sukumaran di bidang seni lukis, mengunjunginya di LP Kerobokan pekan lalu. Ia membimbing Sukumaran sejak 2012.
BACA JUGA: Migrasi Burung ke Australia dari Siberia Terancam
Sukumaran adalah satu dari dua anggota Bali Nine yang masih berstatus terpidana mati. Hal itu menyusul keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap bahwa Sukumaran terbukti mencoba menyelundupkan narkoba dari Bali ke Australia di tahun 2005.
Hingga saat ini, Sukumaran telah menghabiskan 10 tahun hidupnya di dalam LP Kerobokan di Bali.
BACA JUGA: Mahasiswa UGM Kunjungi Darwin Untuk Pelajari Hukum Migrasi dan Suaka
Ben Quilty, seniman yang memenangkan sejumlah penghargaan di Australia, memutuskan menjadi pembimbing Sukumaran di bidang seni lukis setelah ia dihubungi oleh pengacara Sukumaran di tahun 2012.
BACA JUGA: Beredar Email Penipuan Soal Serangan ISIS di Sydney
Sukumaran melalui pengacaranya menyampaikan betapa ia ingin mendalami seni lukis. Quilty pun merespon keinginan itu, dan segera datang ke Kerobokan untuk mengajari Sukumaran.
Begitu bertemu, Quilty langsung menangkap bakat seni Sukumaran. "Ia tahu bagaimana caranya melukis," kata Quilty kepada ABC.
"Saat itu, ia telah berada dalam penjara selama 8 tahun, tanpa buku seni, tanpa pelatihan. Namun ada orang di Bali yang mengiriminya majalah - Sukumaran merobek majalah itu dan mencontoh foto majalah itu menjadi lukisan," kata Quilty.
Quilty pun menanyakan mengapa Sukumaran melukis foto-foto majalah. "Saya pikir orang akan tertarik melihat foto-foto ini dalam bentuk lukisan," kata Sukumaran saat itu.
Namun Quilty memintanya untuk melukis dirinya sendiri. "Saya lebih tertarik melihat Myuran sebagai subjek lukisan," katanya. Quilty lalu melukis Sukumaran dan meminta terpidana mati ini melakukan lukisan potret diri.
Dalam kunjungan pertamanya itu, Quilty langsung memberi tugas kepada Sukumaran untuk melukis satu potret diri setiap hari selama 14 hari. Dan Sukumaran berhasil menyelesaikan 28 lukisan.
Sejak itulah Quilty bolak-balik ke Bali membimbing Sukumaran dalam melukis, ia bahkan telah menganggapnya sebagai sahabat dekat.
"Terlepas dari pandangan miring, Myuran memang telah melakukan hal yang sangat buruk - tapi hal itu dilakukannya dahulu," kata Quilty.
"Ia kini sangat pendiam, sangat dihormati di dalam penjara. Ia menyelenggarakan kegiatan seni lukis di sana," jelasnya.
Quilty datang ke Bali pekan ini, dan mengaku tidak tahu apakah pertemuannya dengan Sukumaran akan menjadi yang terakhir kalinya sebelum terpidana mati itu dieksekusi.
Presiden Jokowi telah memutuskan menolak permohonan grasi Sukumaran.
Padahal, jika masih hidup hingga akhir 2015 mendatang, Sukumaran akan menyelesaikan kuliah jarak jauhnya di bidang seni lukis di Monash University.
Menurut Quilty, sebelum ke Bali ia sempat bertemua dengan keluarga Sukumaran di Australia. "Ibunya menangis terus sebab dengan ditolaknya grasi Sukumaran, berarti anaknya itu tidak akan pernah menyelesaikan pendidikan S1-nya," tuturnya.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Aktivis HAM Australia Tak Ingin Charlie Hebdo Disensor di Negaranya