Terserah, Mau Pilih Calon Berstatus Tersangka atau Tidak

Senin, 12 Desember 2016 – 00:18 WIB
PERTEMUAN: Calon Wakil Walikota Cimahi, Ahmad Zulkarnain berdialog degan warga Cimahi, Kamis (8/12). Foto: BAHI BINYATILLAH/RADAR BANDUNG/JPNN.com

jpnn.com - CALON Walikota Cimahi Atty Suharti ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beban berat kini harus ditopang Ahmad Zulkarnain sendirian.

Sebagai pasangan Atty di pilkada Kota Cimahi, Azul, begitu dia disapa, mesti wara-wiri sendirian.

BACA JUGA: Lomba Keluarga Harmonis, Inilah Pemenangnya

Kendati demikian, politisi PKS tersebut tetap tegar menjalaninya.  

LAPORAN: BAHI BINYATILLAH

BACA JUGA: Fitri Histeris saat Jasad Calon Suaminya Dimasukkan ke Liang Lahat

“Lelah? Pasti. Patah arang? Tentu tidak.” Kalimat tanya jawab itu meluncur deras dari mulut pria yang rambutnya kian memutih.

Radar Bandung (Jawa Pos Group) menemuinya di Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan, beberapa hari lalu, dia sela-sela Azul aktivitasnya menjumpai para simpatisannya.

BACA JUGA: Sudah 66 Tahun Pergi dari Kampung, Dikabarkan Meninggal di Malaysia, Ternyata...

Di sela ramah-tamah yang dia lakukan, sesekali mantan Anggota DPRD Kota Cimahi itu sibuk menyeka keringatnya yang nampak deras mengucur.  Namun, terus saja dia tersenyum.

“Saya tetap harus bertemu dengan kader. Soal proses hukum yang sedang dijalani Bu Atty, saya tidak bisa banyak komentar dulu sekarang,” cetus berusia 47 tahun itu.

Belum juga kering peluh dari wajah pria kelahiran 8 Agustus 1969 itu. Belum sempat menengak air mineral yang disediakan khusus untuknya, ia diserang oleh beragam pertanyaan dari 40 ibu pengajian yang sudah menantikan kedatangan dirinya.

Kabar Atty dan nasib pasangan nomor urut 1 dalam pertarungan Pilkada itu menjadi pembicaraan terhangat dalam prosesi blusukan itu.

Ia terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan yang keluar, karena memang agenda hari itu adalah memenuhi undangan pengajian. Namun, dengan tenang sambil melipat sedikit lengan baju, Azul menjelaskan pelan-pelan.

"Doakan saja ibu (Atty), ini musibah, tenang saja proses hukum masih berjalan. Kami, pasangan nomer satu masih akan bertarung dan memenangkan Pilkada," ujarnya sambil senyum.

Agenda yang semula pengajian berubah menjadi doa bersama untuk sang petahana. Isak tangis mengiringi doa mereka.

Bagi Azul, pemandangan itu tidak asing lagi.  Kampanye beberapa hari sebelumnya, di wilayah Kelurahan Setiamanah dan Pasirkaliki, juga ada pemandangan serupa.

Azul pun seakan dikejutkan dengan loyalitas pendukungnya yang semakin kuat. Pernyataan dukungan penuh dari setiap simpatisan untuk memenangkan Pilkada menghempaskan kerisauan elektabilitas yang diramal turun drastis.

Keyakinannya bertambah, semangatnya kembali memuncak. Tidak ada lagi keraguan dalam dirinya untuk terus fokus menjaring suara.

“Semua pendukung harus tetap bersemangat, karena jika kelak menang, itu merupakan kado untuk ibu kita,” kata Azul.

Apalagi, berdasarkan data yang didapat dari tim pemengangan Atty-Azul, lumbung suara pasangan yang didukung partai Golkar, PKS dan Nasdem ini cenderung merata di tiga kecamatan di Kota Cimahi.

"Akhir November kemarin, elektabilitas kami unggul jauh dibandingkan pasangan lain. Kasus yang menimpa bu Atty sempat membuat khawatir tim pemenangan, sehingga kami akan melakukan survey ulang. Tapi melihat kondisi dan dukungan di lapangan, keyakinan saya bertambah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cimahi, Handi Dananjaya memastikan Atty Suharti tetap berstatus sebagai peserta Pilkada Kota Cimahi.

"Jika memang yang bersangkutan (peserta pilkada) tersangkut masalah hukum, tetap tidak membatalkan status sebagai peserta. Tapi, kalau misalkan nanti sudah jadi ditetapkan dan vonis, itu di luar wewenang KPU," katanya saat ditemui di Kantor KPU Kota Cimahi, Jalan Pesantren, Kota Cimahi.

Status calon pun ia katakan tidak akan bisa diubah meski yang bersangkutan meninggal dunia 30 hari sebelum pemungutan suara.

"Yang bisa dilakukan penggantian, tapi itu jika meninggal. Dengan catatan 30 hari sebelum pemungutan suara," katanya.

Ia menjelaskan, status Atty meskipun ditahan tetap terdaftar sebagai peserta Pilkada. Kalaupun nantinya dalam pemungutan suara ia menang, masalah disahkan atau tidak itu bukan ranah KPU.

Ia melanjutkan, partai koalisi yang menarik dukungan kepada calon walikota di tengah perjalanan Pilkada, akan ada sanksi berupa pidana minimal 24 bulan, paling lama 60 bulan, serta denda minimal Rp 25 miliar, maksimal Rp 50 miliar.

Sanksi pun tak hanya berlaku pada partai koalisi. Calon pun akan disanksi jika mengundurkan diri menjadi peserta Pilkada dengan jumlah hukuman dan denda yang sama.

Sementara Komisioner KPU Pusat, Sigit Pamungkas menjelaskan, pihaknya akan tetap memperlakukan calon sebagaimana ketentuan UU Pilkada. Soal terpilih atau tidaknya, dia menyerahkannya kepada masyarakat.

“Selanjutnya, kami serahkan kepada pemilih, apakah memilih calon yang ditetapkan sebagai tersangka itu atau tidak. Di sinilah dibutuhkan kecerdasan pemilih, bagaimana dia tidak dirugikan ke depannya,” ungkapnya.  

Calon kepala daerah yang berstatus tahanan, memang tidak kehilangan hak sebagai peserta pilkada sebelum ada putusan pengadilan yang bersifat inkracht. Namun, haknya dalam menjalani tahapan kampanye dipastikan mengalami perbedaan.

Sigit menyatakan, secara prinsip, tersangka yang sudah ditahan sekalipun tetap memiliki kedudukan yang sama sebagai kontestan Pilkada.

Tetapi, karena hal itu masuk dalam kategori berhalangan, aktivitas yang bersifat tatap muka tidak bisa dilakukan.

“Kalau dia sudah dipenjara, jenis kampanye yang berkaitan dengan kehadiran dia itu tidak bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Sebagai gantinya, lanjut Sigit, aktivitas kampanye dapat dilakukan tim sukses melalui penyebaran bahan kampanye atau pertemuan terbuka. “Hak kampanye melalui alat peraga dan iklan di media cetak juga masih dapat,” jelasnya.

Lantas, bagaimana dengan kampanye debat terbuka? Sigit menjelaskan bahwa sebetulnya debat merupakan aktivitas yang bersifat wajib.

Bahkan, sudah disiapkan sanksi berupa tidak diberikannya hak iklan media jika debat tidak dilakukan.

Dalam pasal 22A ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) diatur secara limitatif bahwa calon boleh tidak mengikuti debat kalau menjalankan ibadah atau menderita sakit.

Karena itu, bila merujuk aturan tersebut, calon berstatus tersangka yang menjalani tahanan masih memiliki kesempatan.

Namun, semua akan bergantung pada perizinan dari lembaga penegak hukum.

“Artinya, kalau dia tidak bisa ikut, harus ada keterangan pasti yang disampaikannya kepada KPU,” terangnya. (*/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bumi Berguncang Sebelum Azan Subuh, La Ilaha Illallah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler