Tetap Terjaga di Solo, Dua Kelompok Tarawih dan Dua Imam dalam Satu Masjid

Yang 23 Rakaat Pakai Pengeras Kecil, 11 Rakaat Pengeras Besar

Jumat, 05 Agustus 2011 – 15:51 WIB
Jamaah Masjid Agung Solo saat salat tarawih. Foto : Arief/Radar Solo/JPNN

Di Indonesia mungkin baru terjadi di Masjid Agung, Solo, salat Tarawih dilakukan bersamaan oleh dua kelompok jamaah dengan jumlah rekaat berbedaAda yang 11 rakaat, ada juga yang Tarawih 23 rakaat

BACA JUGA: Laporkan Perselingkuhan Suami, Polwan Malah Jadi Terdakwa

Tradisi itu terjaga sejak puluhan tahun lalu


  ARFIN ROSE, Solo

SINAR lampu di taman Masjid Agung, Solo, tampak temaram Rabu malam lalu (3/8)

BACA JUGA: Kisah Sabar, Pria yang Bertekad Taklukkan Puncak Tertinggi Eropa dengan Satu Kaki

Meski demikian, satu per satu wajah jamaah yang mulai berdatangan terlihat jelas


Jamaah pria kebanyakan mengenakan sarung

BACA JUGA: Ke London, Menelusuri Dampak Teror di Norwegia

Jamaah perempuan "sebagian besar" sudah mengenakan mukena putih hingga separo badanMereka sedang bersiap-siap menjalankan salat Tarawih di masjid yang didirikan Paku Buwono IV itu
 
Masjid Agung berada di dalam kompleks Keraton Kasunanan SurakartaLokasinya berada di utara keraton atau di barat Alun-Alun Utara Keraton Kasunanan SurakartaPosisi masjid itu hanya sepelemparan batu dari kompleks Pasar Klewer yang legendaris itu.

Begitu azan berkumandang, ratusan jamaah sudah memadati pelataran masjidSaat iqamah, para jamaah sudah rapat dan bersiap untuk salat IsyaHingga di situ, tak ada yang berbeda dengan jamaah salat di masjid lainnya

Setelah salat Isya, pemandangan yang unik terjadiRatusan jamaah yang semula terpusat di ruang utama masjid berpencar menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama "jumlahnya paling banyak" tetap berada di ruang utamaMereka itu adalah kelompok jamaah salat Tarawih 11 rakaatUntuk kelompok itu, jamaah pria berada di ruang utama, sedangkan jamaah perempuan menempati ruang pawestren yang letaknya di selatan ruang utama

Kelompok kedua yang salat Tarawih 23 rakaat langsung beranjak merapat ke ruang pawestren utaraMengingat jumlah jamaah salat Tarawih 23 rakaat hanya sekitar sepuluh persen dari jumlah jamaah salat Tarawih 11 rakaat, tempat yang digunakan untuk salat pun hanya satu ruang

Kelompok yang 23 rakaat memulai salat Tarawih terlebih dahulu, sementara kelompok 11 rakaat masih mendengarkan ceramahKetika kelompok yang 23 rakaat mencapai rakaat separonya, barulah kelompok 11 rakaat memulai Tarawih. 

Meski rakaatnya banyak, kelompok 23 selesai lebih cepatKetika sama-sama melaksanakan Tarawih, antarkelompok itu bisa lafal ayat-ayat suci Alquran yang dibaca sang imamKelompok 23 bisa mendengar suara imam kelompok 11 dan sebaliknyaSebab, dua imam yang memimpin dua kelompok itu sama-sama menggunakan pengeras suaraYang berbeda, kelompok 23 kebagian pengeras suara berkapasitas lebih kecil

"Kami sudah terbiasa dengan model salat Tarawih seperti iniSama sekali tak terganggu," kata Muhsin, seorang jamaah asal Siwal, Kecamatan Baki, Sukoharjo

Pria 47 tahun itu mengikuti salah Tarawih 11 rakaat.  "Saya ikut jamaah Tarawih di sini sejak masih bujang dulu hingga sekarangMeski tidak rutin setiap hari berjamaah di sini, setiap bulan puasa tiba saya menyempatkan salat Tarawih di Masjid Agung," ungkapnya.

Pilihan jumlah rakaat itu bagi Muhsin lebih pada faktor kebiasaan saja"Sudah biasa ikut jamaah yang 11 rakaatJadi, ya ikutnya yang ini terusKalau ingin menambah menjadi 23 rakaat, biasanya saya lanjutkan sendiri di rumah," tuturnya.

Berbeda dengan jamaah lainnya, Helmi, 21, mengatakan tidak terlalu fanatik dengan pilihan jumlah rakaat salat Tarawih yang diikutinya di Masjid AgungSaat salat Tarawih di Masjid Agung, dia terkadang mengikuti 11 rakaatTapi, tak jarang pula dia ikut jamaah Tarawih 23 rakaat"Tidak tentu sih, MasCuma memang untuk yang 23 rakaat itu selesainya lebih cepat karena tidak pakai ceramah dulu sebelumnya," papar pria yang tinggal di Pasar Kliwon, Solo, itu.

Sugeng, 51, seorang warga Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, mengatakan bahwa kebiasaan unik berjamaah dengan dua versi tersebut berlangsung sejak lama di Masjid Agung, Solo"Wah, kalau masalah itu (dua versi), sejak dulu, MasSaya masih kecil pun sudah seperti ituIni sebenarnya bukan masalah perbedaan keyakinan kok, tetapi lebih pada krenteging ati (kenyamanan hati, Red) saat beribadah," ujar dia yang tinggal tak jauh dari kompleks Masjid Agung, Solo.

"Jadi, di sini itu Islamnya netralTidak berat sebelah dan tidak condong kepada satu golongan Islam tertentuYang ingin salat 11 rakaat silakan, yang mau 23 rakaat ya monggoSemua bisa di sini, bergantung krenteging ati itu tadi," tegasnya.

Salah seorang pengurus sekaligus seorang Imam Masjid Agung, Solo, Muhtarom menjelaskan, tradisi dua salat berbeda rakaat tersebut berlangsung sejak puluhan tahun laluPada awalnya, saat masjid itu didirikan, hanya ada satu model salat TarawihYakni, 23 rakaatPerubahan mulai terjadi saat ada dua ulama Mambaul Islam (sebuah lembaga Keislaman Keraton Kasunanan Surakarta) memiliki pandangan berbeda tentang salat TarawihMereka menganut salat Tarawih 11 rakaat.

Meski menggelar salat Tarawih 11 rakaat, dua ulama tersebut tak menghapuskan jamaah salat Tarawih 23 rakaat yang ada sebelumnyaJamaah salat Tarawih 23 rakaat tetap menggelar ibadah di masjid itu, namun berada di ruang berbeda.

Seiring dengan berjalannya waktu dan kian bertambahnya jumlah jamaah di Masjid Agung, akhir1980-an dua salat Tarawih berbeda rakaat itu mulai dipisah di dua tempat"Dalam perbedaan itu sejak awal hingga sekarang tidak pernah timbul gejolak di antara jamaahSejak awal didirikan, Masjid Agung memang diperuntukkan masyarakat yang heterogenSebab, lokasi berdirinya masjid ini memang dahulu merupakan salah satu pusat keramaian kota," tuturnya(nan/jpnn/c4/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Balik Sukses Pentas Wayang Orang Banjaran Gatotkaca di Istana Negara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler