Three Lions

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Rabu, 07 Juli 2021 – 17:59 WIB
Suporter Timnas Inggris. Foto: AP

jpnn.com - Three lions on a shirt
Jules Rimmet still gleaming
No more years of hurt
No more need for dreaming
We can dance Nobby's dance
We could dance it in France
It's coming home,
it's coming home
It's coming, Football's coming home

(Tiga singa di dada, Jules Rimmet masih bercahaya, Tak ada lagi tahun-tahun yang menyakitkan, Tak perlu lagi bermimpi, Kita bisa menarikan Tari Nobby, Kita bisa menari di Prancis, Dia telah pulang, Dia telah Pulang, Dia pulang, Sepak bola telah kembali ke rumah).

BACA JUGA: Inggris Vs Denmark: Ada Momen Spesial untuk Christian Eriksen

Itu adalah potongan bait lagu "Three Lions, Football Coming Home"’ yang menjadi lagu kebangsaan suporter tim nasional Inggris.

Lagu itu diciptakan oleh Frank Skinner dan David Baddiel, menyambut gelaran Piala Eropa 1996 yang berlangsung di Inggris.

BACA JUGA: Semifinal EURO 2020: Pelatih Denmark Siap Pakai Baju Keberuntungannya Saat Melawan Inggris

Sampai sekarang, lagu itu selalu menggema manakala pasukan Inggris, The Three Lions, melakukan pertandingan internasional di mana pun.

Pendukung Inggris percaya bahwa sepak bola adalah olahraga yang lahir di negara mereka.

BACA JUGA: Kasper Schmeichel Masa Bodoh Terhadap Slogan Footballs Coming Home Milik Inggris, Begini Katanya

Walau masih diperdebatkan kebenarannya, tetapi beberapa bukti sejarah bisa membenarkan klaim itu.

Inggris adalah negara yang menjadi tempat dirumuskannya peraturan tentang sepak bola atau yang kini biasa dikenal sebagai "Laws of the Game".

Pada pertengahan abad ke-19, beberapa sekolah di Inggris melakukan pertemuan guna membuat aturan sepak bola. Aturan itu dimaksudkan agar tindak kekerasan dan kecurangan yang acap terjadi dalam sepak bola kala itu bisa dihindari.

Setelah aturan disahkan, sepak bola semakin berkembang di Inggris, menjadi olahraga yang dimainkan masyarakat secara luas.

Kemudian pada 1886, negara-negara Britania Raya, Inggris, Skotlandia, Irlandia Utara, serta Wales bersepakat untuk membentuk Dewan Asosiasi Sepak bola Internasional (IFAB).

Ini adalah organisasi sepak bola internasional pertama dan mendahului terbentuknya federasi sepak bola internasional FIFA pada 1904.

Sampai sekarang, IFAB masih menjadi badan yang bertanggung jawab atas peraturan sepak bola yang diterapkan oleh FIFA.

Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa pendukung Inggris begitu yakin bahwa negara mereka adalah tempat dilahirkannya sepak bola.

Sepak bola mula-mula diperkenalkan di China, sekitar abad ke tiga Sebelum Masehi. Permainan sepak bola hadir, awalnya digunakan latihan militer untuk berperang.

Ada metodenya, bagaimana cara membaca gerakan serangan lawan dan sebaliknya untuk mematahkan serangan.

Jadi yang memperkenalkan sepak bola pertama kali adalah tentara perang China.

Permainan itu dipakai untuk latihan mengatur strategi menyerang, sekaligus mematahkan serangan lawan.

Permainan itu ternyata tidak hanya bermanfaat untuk strategi perang di lapangan, tetapi juga memberi banyak pelajaran dalam politik.

Jurus menyerang, mematikan lawan, dan memperdaya lawan adalah trik yang umum dalam sepak bola dan bisa diterapkan untuk kepentingan lain, seperti politik.

Dari China, permainan sepak bola merambah ke berbagai negara seiring dengan meluasnya peperangan.

Ada yang beranggapan juga bahwa seni permainan bola disempurnakan oleh tentara Salib dan imigran Eropa yang berpindah ke Timur Tengah menjelang tahun seribu masehi.

Dari situlah sepak bola dikenal di negara-negara muslim Timur Tengah.

Sesudah memasuki tahun masehi, sepak bola lebih dikenal di Britania Raya, Romawi, dan Yunani. Di Yunani permainan bola ditendang ke atas di antara kedua kelompok pemain.

Mereka saling berebut, lalu digiring ke Khottu Marma alias gawang. Permainan di Yunani ini menjadi salah satu cikal bakal sepak bola modern.

Bukti sejarah yang paling valid mengenai munculnya peraturan sepak bola modern ditemukan di Inggris.

Karena itu wajar jika suporter Inggris mengeklaim bahwa olahraga paling populer di dunia itu lahir di Inggris.

Wajar pula kalau mereka punya lagu kebangsaan Football Coming Home.

Buktinya, sampai sekarang tidak ada satu negara pun yang mengomplain lagu itu.

Sejak Inggris menjadi juara dunia pada 1966 di Wembley, sepak bola mengembara ke mana-mana. Sejak saat itu sepak bola tidak pernah pulang ke rumah.

Dalam konteks itulah Football Coming Home diciptakan. Yang dimaksud pada bait “football’s coming home” adalah trofi Piala Dunia.

Mereka beranggapan bahwa sudah sepantasnya trofi paling bergengsi di ajang sepak bola itu kembali ke haribaan negara asal sepak bola.

Inggris sudah paceklik gelar. Trofi Piala Dunia terakhir yang mereka raih itu terjadi pada lebih setengah abad lalu.

Impian menjadi juara dunia masih sulit dicapai.

Namun, Inggris ingin setidaknya menjadi kampiun Eropa.

Ketika kemudian Inggris menjadi tuan rumah Piala Eropa 1996, impian itu membuncah menjadi mimpi nasional.

Lagu itu diciptakan untuk menyemangati tim nasional Inggris supaya bisa mengembalikan sepak bola ke rumahnya.

Namun, beda dengan lagu-lagu lain yang berisi semangat yang menggebu-gebu, lagu itu sebenarnya lebih banyak berisi curhat mengenai kepedihan sepak bola Inggris.

Lagu itu berkisah tentang Inggris yang selalu menjadi pesakitan.

Setelah menjuarai Piala Dunia 1966, turnamen-turnamen yang diikuti oleh Inggris selalu berakhir dengan kekecewaan, termasuk pada Piala Eropa 1996 ketika Inggris hanya sampai ke babak semifinal.

Meski demikian, para suporter tetap menunjukkan kesetiaan tanpa batas kepada tim Tiga Singa. Mereka tak pernah berhenti bermimpi untuk mendapatkan gelar, kendati kekecewaan demi kekecewaan terus mereka rasakan selama 50 tahun terakhir.

Perhelatan Euro 2020 ini menghidupkan kembali mimpi itu. Tinggal beberapa langkah lagi Inggris bisa meraih kehormatan yang mereka impikan.

Namun, Inggris harus menghadapi halangan Denmark yang sangat berbahaya. Tim ini mempunyai spirit Hamlet yang sangat sulit ditundukkan.

Para pandit berbicara mengenai final ideal antara Inggris melawan Italia yang sudah menunggu di final.

Namun, sepak bola selalu penuh dengan ketidakadilan. Selalu ada kenisbian dalam sepak bola.

Denmark bisa menjadi juara Piala Eropa pada 1992 karena kecelakaan.

Yunani bisa menjadi juara Eropa pada 2004 karena kecelakaan.

Dalam sepak bola, kecelakaan adalah bagian dari takdir yang tidak bisa dihindari, sebagaimana Achilles yang gagah perkasa tidak bisa menghindari takdirnya. Achilles mati terkena panah di tungkainya yang menjadi kelemahan utamanya.

Sepak bola, seperti kisah Yunani, adalah tragedi.

Inggris sedang menyongsong takdir. It’s now or never. Sekarang atau tidak sama sekali. Bermain di Wembley di depan publik pendukung yang fanatik, seharusnya memberi semangat berlebih kepada Inggris untuk membawa kembali sepak bola ke rumahnya.

We still believe, We still believe, It's coming home, It's coming home. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler