Tiap 3 Bulan, Menteri Jokowi-JK Harus Lapor Kekayaan

Rabu, 17 September 2014 – 09:29 WIB
Tiap 3 Bulan, Menteri Jokowi-JK Harus Lapor Kekayaan. JPNNc.om

jpnn.com - JAKARTA – Presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menginginkan calon menteri yang bersih dari korupsi. Karena itu, tim transisi bentukan Jokowi-JK bakal menggelar pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal tersebut bertujuan agar harta kekayaan calon menteri bisa diperiksa.

Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto mengatakan, salah satu instruksi Jokowi-JK soal kabinet adalah kandidat menteri harus lepas dari rezim korupsi. Hal itu mendapat penegasan dari keduanya. ”Artinya, memang pemerintahan harus bersih,” terangnya.

BACA JUGA: Tak Satu pun Kandidat Menteri ESDM Mumpuni

Untuk bisa lepas dari rezim korupsi tersebut, diperlukan pemeriksaan harta kekayaan pada setiap calon menteri. Dengan bantuan KPK dan PPATK, dapat diketahui kandidat menteri bersih dari korupsi atau tidak. ”Kami akan bertemu KPK dan PPATK di kantor KPK pekan depan,” ujarnya.

Yang paling penting, nanti ada rencana memberikan pengawasan khusus kepada pejabat publik. Termasuk menteri yang disusun Jokowi-JK. Jika selama ini pejabat publik hanya diperiksa kekayaannya saat akan menjabat, pengawasan yang jauh lebih ketat bakal diberlakukan saat pemerintahan baru. Yakni, setiap menteri harus melaporkan harta kekayaannya tiga bulan sekali.

BACA JUGA: Menteri Kelautan Disarankan dari Unsur AL

”Saat akan menjabat diperiksa kekayaannya, lalu saat sudah menjabat setiap tiga bulan diperiksa. Yang perlu diketahui, ini tidak hanya untuk menteri, tapi juga semua pejabat negara,” papar mantan dosen Universitas Indonesia tersebut.

Dengan pelaporan harta kekayaan yang lebih sering, dapat diketahui bagaimana pergerakan kekayaan pejabat. Tentu saja dengan kebijakan ini dapat dideteksi jika terjadi korupsi. ”Kalau harta kekayaannya meningkat drastis, tapi tidak sebanding dengan penghasilan, tentu diketahui dengan mudah,” ucapnya ketika ditemui di Rumah Transisi Selasa (16/9).

BACA JUGA: Telusuri Keterlibatan Oknum Kemenag

Terkait calon menteri yang ternyata memiliki transaksi mencurigakan, Andi menegaskan bahwa sesuai instruksi Jokowi-JK, si kandidat tentu akan dicoret dari daftar calon. ”Sanksinya tegas, tidak masuk daftar menteri,” tandasnya.

Terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. mengapresiasi rencana pemerintahan Jokowi-JK. Apalagi kalau rencana menyampaikan laporan harta kekayaan setiap tiga bulan dilaksanakan. ”Itu langkah yang bagus kalau bisa diterapkan. Progresif sekali. KPK menyambut baik,” jelasnya.

Terkait permintaan untuk rekam jejak, menurut Johan, itu bukan langkah baru. Presiden SBY dalam pemerintahannya yang kedua sudah meminta informasi kepada KPK. Bukan hanya soal menteri, presiden biasanya juga meminta informasi terkait tokoh yang akan diberi penghargaan.

KPK, lanjut Johan, siap memberikan informasi yang dibutuhkan. Tapi, informasi yang diberikan sesuai dengan database KPK dan itu sangat terbatas. Biasanya, informasi tersebut seputar pernah tidak seseorang diperiksa, terkait kasus korupsi atau tidak, hingga rajin tidaknya menyetorkan laporan harta kekayaan. ”Tidak menjamin kalau tidak pernah diperiksa berarti bersih. Setidaknya Pak Jokowi nanti tidak buta terhadap orang-orang yang akan dipilihnya,” tutur Johan.

Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengatakan, langkah yang akan diambil Jokowi dengan menggandeng pihaknya adalah langkah positif. Jika benar dilakukan, ini adalah kerja sama pertama yang melibatkan PPATK. ”Untuk jabatan menteri, belum pernah ada yang dimintakan data ke PPATK,” terangnya.

Agus menyatakan, PPATK siap memberikan data. Namun, sama seperti KPK, data yang diberikan juga terbatas dan tidak mendetail. Nama-nama yang diminta untuk dilacak akan diberi catatan oleh PPATk. Apakah dia pernah melakukan transaksi mencurigakan atau tidak.

Nah, kombinasi data dari PPATK dan KPK, kalau dipadukan, diyakini bisa mempermudah Jokowi dalam memilih calon menteri. Agus mengharapkan, setelah diberikan, data benar-benar dijadikan pertimbangan dan kerahasiaannya harus dijamin. ”Pengalaman kami di PPATK, ada yang dikasih catatan, ternyata diangkat (jadi pejabat) dan kena masalah hukum juga,” urainya.

Saat ini pihaknya menunggu surat resmi dari Jokowi-JK untuk melakukan penelusuran. Agus berharap permintaan itu tidak disampaikan mendadak supaya diperoleh hasil maksimal. ”Kalau mendadak, jadinya hanya data dari database. Kalau bisa, beri waktu satu atau dua minggu,” jelasnya.

Agus juga tidak bisa menggaransi bahwa hasil penelusuran nanti menghasilkan nama-nama yang benar-benar bersih. Namun, usaha Jokowi disebutnya layak diapresiasi karena itu bisa membentengi kabinetnya dari perilaku korupsi sejak dini. ”Lebih baik memilih yang bersih (rekam jejaknya) daripada orang yang meragukan,” tuturnya. (idr/c9/dim)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin: Itu Masalah Gampang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler