Tiap Hari 300 Pasien jadi Penghuni Rumah Sakit Jiwa

Sabtu, 17 Februari 2018 – 16:33 WIB
Ilustrasi depresi. Foto: AFP

jpnn.com, SURABAYA - Pasien dengan gangguan mental kronis kini terus bertambah seiring perkembangan zaman.

Mereka mengalami halusinasi, delusi, perubahan perilaku, dan kekacauan pikiran (skizofrenia)

BACA JUGA: Saat Istri Dirasuki Makhlus Halus Rumah Sakit Jiwa

Sebagian penderitanya adalah remaja broken home. Mereka dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur.

Pasien RSJ Menur berasal dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur.

BACA JUGA: Perhatikan Ciri-Ciri Skizofrenia Ini

Rata-rata masuk 300 pasien setiap hari, pada Senin hingga Kamis. Jumlahnya turun menjadi 200 orang pada Jumat.

Data RSJ Menur menyebutkan, jumlah pasien memang terus meningkat setiap tahun.

BACA JUGA: Orang Dengan Skizofrenia, Pernah Tanpa Busana Muter Kampung

"Paling banyak itu pasien kelas III. Walaupun kelas I dan II juga semakin meningkat," kata Sekretaris Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Basuni.

Manajemen RSJ pun mencari solusi. Beberapa ruang rawat inap terpaksa dialihfungsikan.

Terutama ruang rawat VVIP yang jarang digunakan. Fasilitas kartu Indonesia sehat juga berperan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa yang berobat.

Pasien dengan skizofrenia tercatat paling banyak. Baik di instalasi gawat darurat (IGD), rawat jalan, maupun rawat inap.

"Soalnya, (penyakit) ini sudah terjadi dalam waktu lama. Butuh perawatan karena dianggap mengganggu," jelas dokter di RSJ Menur Hendro Riyanto SpKJ MM.

Menurut Hendro, skizofrenia biasanya mulai diidap ketika pasien masih usia remaja.

Seiring berjalannya waktu, penyakit itu bisa membaik. Atau, justru memburuk. Sebagian berpendapat tidak ada penyebab yang pasti.

Namun, para dokter sepakat bahwa penyakit itu cenderung dipicu oleh berbagai faktor.

Mulai ekonomi, psikososial, keagamaan, hingga sosial budaya. Bisa juga akibat perubahan pada cairan otak.

"Menurut pengalaman, kebanyakan pasien ternyata berasal dari keluarga broken home," lanjutnya.

Para remaja itu terabaikan. Orang tua dan keluarganya tidak harmonis. Akibatnya, identitas mereka kacau-balau. Tidak ada panutan yang jelas.

Memang mereka sudah mendapat perawatan yang baik di RSJ. Tapi, orang yang pernah mengidap skizofrenia tidak bisa lepas dari obat-obatan.

Periode dua tahun pertama menjadi penentu seberapa besar kemungkinan kambuh bisa terjadi.

"Untuk orang yang rutin minum obat selama dua tahun dan melakukan kontrol, kemungkinan kambuhnya lebih kecil," papar Hendro.

Sayangnya, kesadaran pasien maupun keluarga belum terlalu baik. Banyak yang merasa mereka sudah sembuh sehingga tidak perlu lagi minum obat.

Akibatnya, persentase kekambuhan meningkat. Kehidupan penderita kembali terganggu. (dwi/c6/roz/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler