jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan membuka keran mpor beras sebanyak 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand.
Alasannya klasik, untuk mengamankan kebutuhan pangan dan hajat perut rakyat, serta menjaga stabilitas harga beras di pasaran.
BACA JUGA: Dirjen Sebut Impor Beras sebagai Gertakan, Menurut Anda?
Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo menilai, langkah pemerintah tersebut menimbulkan banyak kejanggalan dan tanda tanya.
Dia mempertanyakan kenapa pemerintah tiba-tiba melakukan impor beras di saat kondisi pangan terbilang stabil.
BACA JUGA: HKTI Ingatkan Pemerintah Hati-hati Putuskan Impor Beras
Menteri Pertanian Amran Sulaiman pernah bilang tidak akan melakukan impor beras setidaknya hingga pertengahan 2018 karena produksinya mencukupi.
Selain itu, pemerintah juga memiliki serapan beras delapan ribu hingga sembilan ribu ton per hari. Bahkan di beberapa daerah mengalami surplus beras. "Impor beras adalah bentuk mengkhianati petani kita sendiri," kata Edhy.
BACA JUGA: Pertanian Butuh Regenerasi, Moeldoko Segera Hidupkan Pestani
Politikus Partai Gerindra itu menambahkan beberapa waktu lalu pemerintah berani tidak melakukan impor beras meski musim kemarau melanda.
Mengapa saat kondisi iklim sedang normal seperti sekarang ini malah melakukan impor beras besar-besaran. "Ada apa di balik semua ini?" tanya dia.
Edhy menambahkan pada 2015, pemerintah pernah melakukan impor beras. Saat ini, anggaran yang dimiliki pemerintah untuk sektor pertanian jauh lebih besar dari sebelumnya.
Seharusnya dengan meningkatnya anggaran, pemerintah punya kemampuan menjaga ketersediaan pangan tanpa melakukan impor.
"Menurut saya, penambahan anggaran tidak mengubah hasil pencapaian karena masih melakukan impor beras," ungkap Edy.
Selama ini, lanjut dia, persoalan beras selalu ditangani oleh Badan Urusan Logistik (Perum Bulog). Tetapi Edhy heran mengapa untuk persoalan impor kali ini tidak dipercayakan kepada Bulog dan malah menunjuk BUMN bernama Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI)?
Padahal dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2018, persoalan seperti ini menjadi domain Bulog.
"Apakah PPI memiliki infrastruktur yang lebih memadai dari Bulog? Apakah PPI lebih mengerti persoalan beras daripada Bulog? Atau ada kepentingan lain di balik semua ini?" ujarnya.
Dia menambahkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat kampanye dulu berjanji akan kembali mewujudkan swasembada pangan.
"Pak Jokowi bilang, "Lahan sawah begitu luas kok beras masih impor?". Namun sudah tiga tahun lebih menjabat, wacana itu tidak kunjung terbukti," kata Edhy.
Padahal, sambung Edhy, anggaran yang dialokasikan untuk pertanian hampir dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya.
"Kita berhak menagih janji mereka untuk mewujudkan swasembada pangan demi memakmurkan petani kita dan mewujudkan kedaulatan pangan," kata Edhy. (Boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Ada Panen Raya Meski Periode Paceklik
Redaktur & Reporter : Boy