Qantas mengatakan belum mengubah jadwal penerbangan internasional di akhir Oktober meski ada perubahan soal vaksinasi di Australia. (ABC News: Giulio Saggin)

Perbatasan Australia bagi selain warga negara dan penduduk tetap (PR) telah ditutup sejak Maret 2020 akibat pandemi COVID-19. 

Lebih dari 36 ribu warga Australia pun masih berada di luar negeri karena terbatasnya kapasitas tempat karantina di Australia.

BACA JUGA: Alhamdulillah, Tingkat Kesembuhan Pasien Covid-19 di Kota Bogor Meningkat

Sementara mereka yang berada di Australia tidak bisa ke luar negeri, kecuali jika memang visa mereka habis, atau sudah mendapat izin keluar, atau pergi ke Selandia Baru.

Dalam konferensi pers yang digelar Selasa kemarin (13/04), Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt memberikan sinyal jika perbatasan internasional di Australia kemungkinan tetap ditutup, bahkan jika semua populasi di Australia sudah mendapat vaksinasi.

BACA JUGA: Muslim dan Non-Muslim di Australia Rayakan Awal Ramadan dengan Semangat Keterbukaan

"Jika satu negara sudah divaksinasi, kita tidak bisa membuka perbatasan begitu saja," ujar Menteri Greg di Canberra.

"Kita tetap harus melihat serangkaian faktor lainnya, seperti penularan, seberapa lama vaksin bisa melindungi, dan dampak global, faktor-faktor inilah yang sedang dipelajari dunia," jelasnya.

BACA JUGA: Mantan Menteri Pertahanan Australia Bicara Kemungkinan Perang Versus Tiongkok, Mengkhawatirkan

Dalam paparannya, Menteri Greg juga mengatakan setelah perbatasan Australia dibuka dengan Selandia Baru, maka selanjutnya adalah dengan melihat negara-negara di Pasifik atau kawasan lainnya yang memiliki tingkat penularan rendah. Baru akan dibuka tahun 2024?

Sementara itu, maskapai penerbangan Qantas mengatakan hingga saat ini belum membuat perubahan jadwal penerbangan internasional. 

Qantas berharap penerbangan internasional akan dimulai lagi bulan Oktober. 

Sebelumnya Pemerintah Australia menargetkan seluruh warga Australia setidaknya akan menerima dosis pertama vaksin di bulan Oktober.

Tapi vaksinasi COVID-19 di Australia berjalan lambat dan tidak sesuai dengan jumlah target.

"Pemerintah belum memperbaiki batas waktu program vaksinasi dan untuk saat ini tidak ada perubahan apapun mengenai dimulainya kembali penerbangan internasional," kata juru bicara Qantas.

"Kami akan terus melanjutkan dialog dengan pemerintah."

Bulan lalu, Alan Joyce, CEO Qantas mengatakan penerbangan internasional yang dilakukan oleh Qantas akan tergantung pada kemajuan program vaksinasi.

"Kita harus mencapai titik di mana sekitar 20 juta orang sudah divaksinasi di akhir Oktober," katanya.

Qantas sudah mengumumkan akan memulai penerbangan kembali antara Australia dan Selandia Baru mulai 19 April, karena Selandia Baru tidak lagi mengharuskan warga Australia untuk menjalani karantina selama dua minggu setibanya di negara itu.

Maskapai lainnya, Virgin Australia, mengatakan akan memfokuskan diri pada penerbangan domestik dan akan bersikap 'fleksibel' mengenai perjalanan internasional jarak pendek.

"Kami akan terus mempertimbangkan nasehat Pemerintah dan pihak berwenang kesehatan mengenai vaksinasi, dan akan membuat keputusan yang sejalan untuk keselamatan dan keamanan penumpang dan awak," kata juru bicara Virgin Australia.

Sebuah laporan yang dibuat oleh Deloitte Access Economics pada pekan lalu memperkirakan perjalanan internasional tidak akan kembali normal sampai beberapa tahun ke depan, karena adanya varian baru COVID-19 sehingga perbatasan harus dibuka bertahap.

"Untuk Australia, bentuk karantina bagi mereka yang masuk [ke Australia] tampaknya akan terus diberlakukan selama beberapa waktu," tulis laporan tersebut.

"Ini akan membuat perjalanan internasional [masuk maupun keluar] akan tetap berkurang di tahun 2022 dan mungkin baru akan kembali ke tingkat sebelum pandemi di tahun 2024."

Pihak oposisi di tingkat Federal, Partai Buruh mengkritik Pemerintah karena tidak membuat target baru mengenai vaksinasi.

Mereka menganggap hal ini akan membuat ketidakpastian bagi publik dan kalangan bisnis.

"Jika membandingkan bagaimana kita menjalankan vaksinasi dengan negara-negara lain, maka sangat mengecewakan," kata Brendan O'Connor dari Partai Buruh.

"Ini berarti tidak ada kepastian, tidak saja bagi kalangan bisnis, namun juga bagi keluarga atau siapa saja yang ingin adanya kejelasan.'

Brendan juga mengkritik PM Scott Morrison yang menggunakan media sosial Facebook untuk mengumumkan penghapusan jadwal vaksinasi.

Menurutnya PM Morrison seharusnya menjawab pertanyaan-pertanyaan dari wartawan.

"Warga di negara ini berharap Perdana Menteri mereka berbicara secara terbuka, secara transparan dan jujur mengenai tantangan yang dihadapinya, dan tidak bersembunyi lewat Facebook," katanya.

Dalam video di Facebook, PM Morrison membela diri mengenai keputusannya yang tidak lagi menentukan target vaksinasi dengan mengatakan COVID-19 "menentukan sendiri apa yang ingin dilakukannya".

"Daripada menentukan target yang bisa terganggu apa saja, dari pasokan internasional dan lainnya, maka lebih baik kita menjalankan apa adanya," katanya.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari artikel di 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ragukan Vaksin AstraZeneca, Warga Papua Nugini Menolak Disuntik

Berita Terkait