jpnn.com, JAKARTA - Pengurus pusat Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Eko Mardiono kembali mengeritisi kebijakan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pasalnya, tidak sedikit guru honorer yang depresi, bahkan ada sampai ingin bunuh diri.
Eko mengaku sangat prihatin melihat kondisi guru honorer K2, apalagi yang mengajar bahasa Inggris di SD.
BACA JUGA: MenPAN-RB Azwar Anas Sebut Pemda Suka Menyembunyikan Data Honorer
"Ini teman-teman guru honorer K2 banyak yang depresi. Ada yang hampir bunuh diri, karena tidak mendapatkan formasi PPPK 2022," kata Eko Mardiono kepada JPNN.com, Jumat (2/12).
Sebagai koordinator wilayah PHK2I Jawa Timur, setiap hari Eko harus menerima keluhan pada guru honorer. Eko juga honorer K2 dan belum menjadi aparatur sipil negara (ASN), karena dia tenaga kependidikan (tendik).
BACA JUGA: Penilaian Observasi PPPK 2022 Bikin Kepsek Berkuasa, Guru Honorer Vokal Terancam
Namun, nasibnya masih beruntung karena bertugas di Kota Surabaya yang kepala daerahnya peduli nasib honorer. Mereka setiap bulannya menerima gaji Rp 4 juta lebih.
"Kami kecewa dengan mekanisme PPPK ini. Mengapa guru honorer K2 banyak yang tidak terangkut tahun ini. Mereka kalah dengan guru baru," kata Eko.
BACA JUGA: Semoga Semua Guru Honorer SD dan SMP di Daerah Ini Diangkat Menjadi PPPK
Dia menuding pemerintah kejam terhadap honorer K2, seharusnya jatahnya adalah PNS, tetapi dialihkan ke PPPK.
Giliran sudah menyerah menerima PPPK, begitu mendaftar malah gagal. Yang bisa daftar malah tidak mendapatkan formasi PPPK.
Kondisi tersebut ujarnya, menjadi pukulan mental yang luar biasa bagi honorer K2
"MenPAN-RB Azwar Anas dan Mendikbudristek Nadiem Makarim tolong dengarkan rintihan guru honorer K2, terutama yang mengajar bahasa Inggris. Mereka sangat berharap bisa ikut dan diangkat sebagai ASN PPPK," ucapnya.
Dia mengulik seleksi CPNS 2013. Guru honorer K2 bahasa Inggris sebenarnya bisa diangkat PNS. Masalah penempatan diatur Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Para guru honorer K2 tersebut, bahkan siap kuliah lagi mengambil program studi (prodi) pendidikan guru sekolah dasar (PGSD).
Mendapat curhatan para guru honorer tersebut, Eko tidak sampai hati mendengar rintihan mereka.
"Mereka hanya bisa mengadu kepada saya. Sementara, saya tidak buat kebijakan. Kondisi ini tidak hanya di Surabaya, tetapi hampir seluruh daerah lain. Mereka sudah sangat putus asa,' pungkas Eko Mardiono. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad