Tidak Netral, UU Peradilan Militer Layak Diamandemen

Jumat, 28 Maret 2014 – 06:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Peradilan militer hingga kini dinilai belum berhasil menunjukan diri sebagai pengadilan yang independen, terbebas dari segala tekanan kekuasaan maupun campur tangan teman sejawat. Ini bisa dibuktikan dari banyaknya putusan yang cenderung berpihak.

Untuk itu, pemerintah dan DPR RI diharapkan segera melakukan langkah reformasi perundangan-undangan, dengan cara melakukan amandemen terhadap Undang-undang No 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

BACA JUGA: Merapi Bergemuruh, BPPTKG Minta Warga Tetap Tenang

Hal ini dikemukakan mantan Komandan Puspom TNI, Mayjen (Purn) Syamsu Djalal dalam disertasinya berjudul "Reformasi Peradilan Militer dalam Rangka Penerapan Prinsip Rule of Law" di Universitas Jayabaya, Jakarta, Kamis (27/3).

Sebagai contoh, Syamsu mempertanyakan, independensi hakim kasus "Cebongan" yang hanya menjatuhkan hukuman belasan tahun padahal perbuatan terdakwa masuk kualifikasi pembunuhan berencana yang diancam Pasal 340 KUHP dengan acaman hukuman maksimal hukuman mati.

BACA JUGA: Ini Wilayah yang Terkena Semburan Material Vulkanik Merapi

"Reformasi itu dengan menitikberatkan pada prinsip independensi dan imparsial," kata Syamsu.

Dikatakannya, independesi merupakan syarat mutlak bagi tercapainya imparsial dimana seorang hakim pengadilan militer harus dapat bersikap netral tidak memihak dalam memutuskan suatu perkara.

BACA JUGA: Ombudsman Cium Kejanggalan Tes CPNS

Sementara, independensi dapat diartikan sebagai kebebasan dari campur tangan, tekanan atau paksaan yang terdiri dari kekuasaan lembaga lain, teman sejawat, atasan atau pihak-pihak lain di luar pengadilan.

"Dengan begitu hakim pengadilan militer dalam memutuskan perkara hanya didasarkan pada demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani," kata mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) ini.

Syamsu memandang pemerintah dan DPR juga harus memperhatikan keberadaan UU Nomor 34 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, terutama Pasal 65 ayat (2) yang menyatakan seorang prajurit TNI yang melakukan kesalahan di luar kemiliteran dapat diadili di pengadilan sipil.

"Dalam implementasinya undang-undang itu tak diterapkan. Agar tidak menjadi polemik UU Peradilan Militer harus segera diamandemen," kata Syamsu.

Tim penguji yang terdiri dari Prof Muladi, Prof Teguh Prasetyo, dan Prof Gayus Lumbuun memutuskan Syamsu Djalal mendapatkan nilai sangat memuaskan. (pra/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gemuruh Merapi Hingga Radius 7-8 Kilometer


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler