Tidak Punya Hati Nurani, Delapan Sekolah Hukum Siswa karena Belum Bayar SPP

Sabtu, 09 Januari 2021 – 14:26 WIB
Retno Listyarti. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan keprihatinannya atas kasus yang menimpa siswa di delapan sekolah.

Sejumlah siswa diberikan sanksi lantaran belum membayar SPP.  Tidak terima dengan sanksi tersebut, para orang tua kemudian melaporkan ke KPAI.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Komnas HAM Bongkar Banyak Fakta, Peringatan untuk Bu Risma, Ini Terjadi saat Abu Bakar Baasyir Pulang

Tercatat selama masa pandemi Covid-19, KPAI menerima 8 kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP di 7 sekolah swasta.

Terdiri dari jenjang SD sebanyak 5, 1 SMPS dan 1 SMKS; serta 1 SMK negeri. Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.

BACA JUGA: PP Kebiri Kimia Terbit, Begini Reaksi KPAI 

"Mayoritas pengaduan diselesaikan melalui jalur mediasi, sehingga pemenuhan hak anak atas pendidikan tetap bisa dijamin," kata Retno Listyarti di Jakarta, Sabtu (9/1).

Retno menyebutkan, masalah yang diadukan terkait SPP di antaranya permintaan keringanan besaran uang SPP mengingat semua siswa belajar dari rumah (BDR) atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).

BACA JUGA: Belajar di Rumah, SPP Siswa Perlu Dipotong untuk Beli Kuota Internet?

Dasar permintaan orang tua adalah banyak yang terdampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sementara pengeluaran rutin sekolah pastilah berkurang karena tak ada aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM).

"Orang tua melaporkan adanya “ancaman” pihak sekolah kalau tidak mencicil atau membayar tunggakan SPP maka siswa bersangkutan tidak bisa mengikuti ujian akhir semester. Ini artinya akan berdampak pada kenaikan kelas siswa," beber Retno.

Ada juga orang tua yang ingin memindahkan anaknya ke sekolah negeri atau swasta yang lebih murah. Namun, terkendala dokumen rapor hasil belajar dan surat pindah  dari sekolah asal sebelum melunasi SPP yang tertunggak.

Padahal orang tua memang tidak mampu membayar tunggakan tersebut karena terdampak pandemi Covid-19, kecuali diberi keringanan dan bisa dicicil. 

"Dengan tidak memberi dokumen dan surat pindah, berarti orang tua siswa akan kesulitan untuk mencari sekolah baru," ucapnya. 

Retno mengungkapkan, KPAI baru saja menerima pengaduan orang tua siswa SD yang mengaku diminta pihak yayasan mengundurkan diri karena menunggak SPP sejak April 2020. Adapun besaran SPP adalah Rp 1.080.000 sampai Rp 1.250.000 per bulan.  

Seluruh dokumen rapor dan surat pindah tidak akan diberikan sebelum tunggakan dilunasi. Padahal orang tua tersebut mengalami kesulitan ekonomi sejak masa pandemi Covid-19. 

“Membayar SPP adalah kewajiban orang tua, kewajiban anak adalah belajar, jadi pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP. Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi,” tandas Retno Listyarti. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler