jpnn.com - JAKARTA - Batalnya pengesahan 21 RUU pemekaran yang sudah dianggap memenuhi persyaratan, dari 65 RUU yang dibahas, karena terkendala dua masalah.
Yang pertama, untuk menghindari kemarahan masyarakat di 44 calon daerah pemekaran yang dinilai belum memenuhi persyaratan. Jika hanya 21 saja yang dimekarkan, dikhawatirkan muncul gejolak di 44 daerah lainnya.
BACA JUGA: Golkar Tak Gubris Kritikan ke Setya Novanto
"Karena semua minta disahkan, maka lebih baik dibatalin semua," ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Anthon Sihombing, kepada JPNN kemarin (3/10).
Seperti diketahui, saat rapat paripurna DPR 29 September 2014 di Senayan, sejumlah massa dari Papua sudah berteriak-teriak mendesak agar RUU pemekaran di daerah mereka disahkan menjadi UU.
BACA JUGA: KPU Beri Kesempatan PDIP Ganti Idham Samawi
Padahal, jumlah RUU pemekaran dari wilayah Papua sangat banyak, yakni 21 RUU dari 65 RUU. Sedang dari Papua Barat mencapai 10 RUU. Dengan demikian, khusus dari Papua dan Papua Barat saja totalnya mencapai 31 RUU.
Selain karena mempertimbangkan kemungkinan terjadinya gejolak, Anthon Sihombing yang kembali duduk di DPR untuk periode 2014-2019 itu menjelaskan, faktor kemampuan keuangan negara untuk membiayai daerah baru hasil pemekaran, menjadi alasan kedua penundaan pengesahan 21 RUU pemekaran.
BACA JUGA: Bertemu Presiden, KPU Sodorkan Cara agar Pilkada Murah
Anggota DPR yang duduk di Badan Anggaran itu menyebutkan, untuk satu daerah hasil pemekaran saja, dibutuhkan sekitar Rp 500 miliar. Dana itu antara lain untuk pembangunan kantor kepala daerah, gedung DPRD, juga kantor-kantor instansi vertikal yang ada di daerah.
"Jika satu daerah saja butuh 500 miliar, maka untuk 21 daerah sudah 10,5 triliun rupiah. Dalam kondisi keuangan negara yang seperti sekarang ini, itu terlalu berat karena itu nanti diambilkan dari APBN," beber Siantar Man itu. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemberitahuan Penangguhan Pelantikan Idham Hanya Lewat SMS
Redaktur : Tim Redaksi