jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, sejumlah daerah sulit melarang para perantau mudik ke kampung halaman, meski wabah virus corona (COVID-19) tengah melanda.
Penyebabnya, banyak kebijakan menjadi kewenangan pemerintah pusat. Misal terkait pembatasan transportasi laut dan udara, sepenuhnya kewenangan kementerian perhubungan.
BACA JUGA: Corona Makin Menggila, PP Karantina Wilayah Bisa Segera Diterbitkan
"Untuk daerah Indonesia timur, itu kan transportasi umumnya udara dan laut. Nah, daerah itu kan enggak bisa melarang kapal Pelni masuk," ujar Robert kepada jpnn.com, Jumat (27/3).
Menurut Robert, daerah dapat saja meminta ke pemerintah pusat untuk membatasi penerbangan dan operasional kapal laut, seperti yang dilakukan Bupati Manggarai Barat, menyurati kementerian perhubungan.
Namun, keputusan tetap ada di tangan pemerintah pusat.
BACA JUGA: Sekjen HMS: Saatnya Konglomerat Bantu Rakyat Miskin Terdampak Virus Corona
"Jawabannya kalau enggak salah, udara tetap beroperasi, Sementara jalur transportasi laut dibatasi. Jadi, daerah itu serba sulit. Kalau jalur transportasi tidak dipotong, kan pemda tidak selamanya siap melakukan tindakan pencegahan karena sumberdaya dan dana yang terbatas," ucapnya.
Robert kemudian menyarankan, pemerintah menyetop untuk sementara operasional transportasi umum, jika ingin menyerukan perantau tidak mudik untuk sementara waktu. Baik itu transportasi udara, laut dan darat.
BACA JUGA: Habib Aboe PKS Tidak Percaya Pemerintah Butuh Donasi untuk Melawan Corona
Pemerintah juga dinilai perlu memperkuat ruang fiskal daerah dan memberikan diskresi pada pemda dalam membelanjakan anggaran yang ada.
"Mendagri memang mengeluarkan permendagri terkait sumber anggaran yang dapat dipakai pemda untuk menangani corona. Disebut ada tiga, menggunakan uang kas daerah, re-alokasi anggaran dan diambil dari pos dana tak terduga," ucapnya.
Menurut Robert, dari tiga hal dimaksud, hanya anggaran bersumber dari kas daerah memungkin dipergunakan. Pasalnya, saat ini baru memasuki triwulan pertama tahun anggaran 2020. Daerah belum banyak menerima kecuran anggaran.
"Lantas, apa yang mau di realokasi? Sekarang yang ada di APBD hasil SILPA, itu umumnya dipakai untuk gaji. Jadi, kalau pusat minta realokasi, baru Rp 150 triliun untuk semua daerah yang dikucurkan pusat," ucapnya.
Robert juga mengatakan, banyak daerah hanya melakukan aksi-aksi yang tidak membutuhkan anggaran yang besar, akibat keterbatasan dana . Misalnya, menerbitkan surat edaran belajar di rumah, menjaga jarak dan tidak berkerumun di tempat-tempat umum.
"Itu juga tidak diikuti pengawasan. Jadi, cuma imbauan. Saya kira Presiden Jokowi harus mengambil tindakan luar biasa, dengan melibatkan semua pemda. Kemudian, menggelontorkan uang yang cukup banyak di triwulan pertama serta memotong jalur transportasi," pungkas Robert. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang