jpnn.com, JAKARTA - Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing mengatakan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang bersifat sementara atau bukan permanen dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Jadi, kalaupun tetap diperpanjang dan diperpanjang, itu tidak akan solutif," kata Emrus menjawab JPNN.com, Minggu (11/10).
BACA JUGA: Usai Padamkan Api, Petugas Temukan Dua Mahasiswi sudah Meninggal Dunia
Ia berpendapat bila PSBB yang merupakan kebijakan sementara tetap diberlakukan, pemerintah harus berani membuat suatu target bahwa masyarakat kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat dalam menaati protokol kesehatan Covid-19 sudah berjalan efektif selama penerapan pembatasan.
"Nah, kalau tidak ketat dengan protokol kesehatan dan phisycal distancing, saya kira itu sesuatu yang tidak bisa menyelesaikan persoalan ini," ungkap Emrus.
BACA JUGA: Jajakan Remaja Lewat Aplikasi MiChat, Mbak ES tak Berkutik saat Dijemput Polisi, Nih Penampakannya
Karena itu, Emrus menegaskan bahwa kunci penyelesaian Covid-19 di Indonesia adalah menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku untuk disiplin menaati protokol kesehatan corona. Menurut dia, akan lebih baik bila gerakan menumbuhkan kesadaran, sikap, dan perilaku itu dilakukan serentak seluruh Indonesia.
"Kalau semua menaati itu, saya kira virus itu akan mati sendiri di luar tubuh manusia. Apalagi, virus itu bertahan paling lama tiga hari di luar di tubuh manusia. Jangan-jangan tidak sampai tiga hari," katanya.
BACA JUGA: Jelang PSBB Transisi, Pertambahan Kasus Covid-19 di DKI Jakarta Masih Tertinggi
Emrus mengingatkan bahwa virus itu berkembang dan menular dari manusia pada manusia lain, sehingga penting menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku, menaati protokol kesehatan Covid-19.
Menurut Emrus, ketidaktaatan, dan ketidaksadaran dalam menaati protokol kesehatan, membuat persoalan Covid-19 terus berkepanjangan. Karena itu, Emrus berpandangan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah sebuah strategi komunikasi yang baik untuk menumbuhkan kesadaran, sikap, dan perilaku masyarakat di dalam menaati protokol kesehatan Covid-19.
"Jadi, kata kunci penyelesaiannya menurut saya adalah strategi komunikasi. Harusnya alokasi dana, tenaga dan pikiran ke strategi komunikasi untuk menumbuhkan kesadaran, sikap dan perilaku," ungkapnya.
Sekali lagi, Emrus menegaskan bahwa PSBB ini merupakan kebijakan yang sementara, atau ibarat sebagai rem agar laju penyebaran Covid-19 tidak terlalu cepat. "Kuncinya yang saya sebut tadi (kesadaran, sikap dan perilaku menaati protokol kesehatan)," jelasnya.
Ia mengingatkan jangan samakan Indonesia seperti Singapura dan negara-negara kecil lain yang persoalan Covid-19 lebih gampang diatasi. Menurut dia, di Indonesia ini interaksi antarprovinsi, maupun dengan negara luar sangat tinggi sekali. Kalau untuk interaksi dengan negara lain, bisa saja dibuat kebijakan.
Misalnya, orang yang datang dari luar negeri dikarantina selama dua minggu. Ketika sudah aman, baru boleh berinteraksi dengan warga negara Indonesia. Namun, untuk interaksi sesama warga antarprovinsi agak sulit diterapkan. Karena itu, kata dia, dibutuhkan kesadaran, sikap, dan perilaku untuk disiplin menaati protokol kesehatan Covid-19.
BACA JUGA: Pencuri Ternak Ini Kritis Bukan karena Diamuk Massa, Tetapi karena Menabrak Kambing
"Jadi, oleh karena itu diperpanjang atau tidak PSBB menurut pandangan saya bukan upaya solutif permanen untuk menekan atau melawan virus Covid-19. Strategi komunikasi menjadi kata kunci," kata Emrus. (boy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy