jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak tiga tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Bandung pada 2012 dan 2013, Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung Herry Nurhayat, dan dua mantan anggota DPRD Kota Bandung periode 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet bakal segera disidang di Pengadilan Tipikor.
Hal ini setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas penyidikan kasus tersebut.
BACA JUGA: 14 Saksi Kasus Suap RTH Kota Bandung Dipanggil KPK
"Setelah berkas dinyatakan lengkap, Penyidik KPK melaksanakan tahap dua yakni menyerahkan tersangka dan barang bukti untuk ketiga tersangka ke tim JPU," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima, Kamis (21/5).
Fikri menerangkan penyidik telah memeriksa sebanyak 287 saksi dan empat ahli. Atas pelimpahan ini, penanganan terhadap ketiga tersangka beralih kepada Jaksa Penuntut dengan dilakukannya penahanan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 20 Mei 2020 sampai dengan 8 Juni 2020.
BACA JUGA: Pemkot Madiun Optimalkan Fungsi RTH untuk Masyarakat
Tim Jaksa memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyusun surat dakwaan terhadap ketiganya. Nantinya, surat dakwaan akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung untuk disidangkan. "Persidangan akan digelar di Pengadilan Tipikor Bandung," katanya.
Kasus dugaan korupsi RTH Kota Bandung yang menjerat Herry Nurhayat, Dabbul Qomar dan Kadar Slamet ini bermula pada 2011. Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada menetapkan lokasi pengadaan tanah untuk RTH Kota Bandung yang merupakan usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk 2012 sebesar Rp 15 miliar untuk 10 ribu meter persegi.
BACA JUGA: Korupsi Pembanguan RTH, Tiga Oknum ASN Riau Divonis 14 Bulan Penjara
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga terdapat anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk Pengadaan Ruang Terbuka Hijau. Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp 15 miliar menjadi Rp 57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Murni) pada 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan lantaran lokasi lahan yang akan dibebaskan merupakan lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Sekitar bulan September 2012, diajukan kembali penambangan anggaran dari Rp 57 miliar menjadi Rp 123, 93 miliar. Total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di tujuh kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Dalam proses pengadaan tanah ini, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, namun diduga menggunakan Kadar Slamet dan Dadang Suganda sebagai makelar.
Dadang menjadi makelar lantaran memiliki kedekatan dengan Sekda Bandung saat itu, Edi Siswadi yang kemudian memerintahkan Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut. Dadang kemudian membeli tanah pada pemilik tanah atau ahli waris dengan harga yang lebih murah ketimbang NJOP.
Setelah tanah tersedia, Pemerintah Kota Bandung membayarkan Rp 43,65 miliar pada Dadang Suganda. Namun Dadang hanya memberikan Rp 13,5 miliar pada pemilik tanah. Dari Rp 30 miliar keuntungan yang diperoleh Dadang, sebanyak sekitar Rp 10 miliar diberikan kepada Edi Siswadi.
Uang tersebut digunakan untuk menyuap Hakim dalam perkara Bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung. Edi telah divonis bersalah dalam perkara suap kepada hakim tersebut dan dihukum 8 tahun pidana penjara. Belakangan, KPK menjerat Dadang Suganda sebagai tersangka. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga