jpnn.com, BANJARBARU - Operasional PT Sumber Daya Energi (SDE) di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan dihentikan sementara buntut kematian tiga tenaga kerja asing (TKA) asal China saat bekerja di tambang tersebut.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut ketiga korban tewas diduga akibat keracunan gas saat bekerja di terowongan tambang.
BACA JUGA: Malaysia Krisis TKA, Kabar Baik untuk Pekerja Migran Indonesia
"Investigasi sudah dilakukan dan hasilnya kementerian nanti memberi rekomendasi," kata Inspektur Tambang Kementerian ESDM Hendri di Banjarbaru, Senin.
Kapan beroperasi kembali, kata dia, menunggu izin dari Kementerian ESDM terkait hasil investigasi yang dilakukan dan rekomendasi apa yang harus dilaksanakan perusahaan.
BACA JUGA: Usut Bentrokan TKA China vs Pekerja Lokal di PT GNI, Polri Jangan Diskriminatif
Hendri menyebut PT SDE memiliki izin usaha pertambangan sejak 2014 namun hingga kini belum tahap operasi produksi.
Kegiatan baru dimulai sejak 2021 dan sampai tahun ini masih pembangunan infrastruktur berupa penggalian terowongan berlokasi di desa Magalau Hulu, Kecamatan Kelumpang Barat, Kotabaru.
BACA JUGA: PT GNI Masih Dijaga Aparat Seusai Bentrokan TKA China dan Pekerja Lokal, 17 TKI Tersangka
Sementara Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalimantan Selatan juga telah menurunkan tim ke lapangan melakukan pemeriksaan terkait meninggalnya TKA bernama Jinxiang Yao (51), Xuecen Tiang (41), dan Lizie Day (45) pada Senin (13/3) dini hari itu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalsel Irfan Sayuti mengakui perusahaan belum menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) mulai tak adanya ahli dan tak terbentuknya panitia pelaksana K3.
"Pada 12 September 2022 kami melakukan pemeriksaan terhadap PT SDE, hasilnya nota satu yakni dengan cacatan perbaikan, namun hingga saat ini belum ada perbaikan," ungkapnya.
Irfan menegaskan bakal mengeluarkan nota dua, apabila perusahaan tetap tidak melaksanakan maka dilakukan tindakan hukum hingga pemberhentian aktivitas perusahaan untuk dievaluasi.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Budianto Hutahaean