Tiket Pesawat Bakal Naik

Minggu, 09 Februari 2014 – 05:02 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Calon penumpang pesawat hendaknya bersiap merogoh kocek lebih dalam. Sebab, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bakal memberlakukan adjustment cost surcharge atau biaya tambahan untuk penerbangan. Kebijakan yang bersifat sementara ini dikeluarkan mengingat gejolak nilai tukar rupiah memicu peningkatan biaya operasional dan harga avtur atau bahan bakar pesawat.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang S. Ervan mengatakan, hasil koordinasi Kemenhub dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Perekonomian, menunjukkan bahwa penyesuaian surcharge dinilai telah mengakomodasi permasalahan industri maskapai penerbangan saat ini. Yakni makin mahalnya biaya avtur dan operasional karena rupiah yang terus melemah terhadap dollar AS.

BACA JUGA: Rencana Pertamina Akuisisi PTBA Dinilai tak Realistis

Keputusan ini juga dianggap sebagai respon cepat Pemerintah, ketimbang harus menaikkan tarif batas atas penerbangan. Meski, hal ini menjadi tak sejalan dengan keinginan industri yang meminta kebijakan kenaikan batas atas tarif. "Kalau kenaikan tarif evaluasinya lebih lama. Sebaliknya, jika biaya tambahan bisa cepat dievaluasi lagi apabila kondisi ekonomi membaik, rupiah menguat dan avtur turun," jelasnya kepada Jawa Pos (induk JPNN), Sabtu  (8/2).

Biaya tambahan yang bakal dituangkan dalam Keputusan Menteri ini, bergantung pada jam terbang serta jenis pesawat. Misalnya, untuk pesawat jenis jet seperti Boeing atau Airbus, akan diterapkan airlines surcharge sebesar Rp 60 ribu per satu jam pertama. Sementara untuk jenis propeller atau baling-baling, bakal dikenakan Rp 50 ribu per satu jam pertama.

BACA JUGA: Merpati Gulung Tikar Karena Pemerintah Lamban

Kendati demikian, secara rinci, surcharge ini tak berlaku penuh.  Artinya, jika pesawat terbang di bawah satu jam, maka pengenaan surcharge juga kurang dari yang ditetapkan. Begitu juga pesawat terbang dua jam, maka pengenaannya hanya 190 persen. Sementara tiga jam sekitar 280 persen. "Regulasinya sudah siap, pak Menteri menyetujui. Minggu depan bisa diteken," paparnya.


Sebagaimana diwartakan, Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/INACA) mendesak Pemerintah untuk segera merevisi tarif batas atas penerbangan. Alasannya, beban biaya operasional maskapai penerbangan dalam setengah tahun terakhir melonjak 25 persen akibat pelemahan rupiah dan peningkatan harga avtur.

BACA JUGA: Bea Cukai Tahan 32 Kontainer Beras

Sekjen INACA Tengku Burhanudin mengatakan, pada intinya pihaknya merespons positif ketetapan tersebut. Memang, kebijakan adjustment cost surcharge ini memungkinkan diterapkan, sembari menunggu pembahasan evaluasi tarif batas atas tiket pesawat. "Kami maunya batas atas tetap ditinjau, meskipun harganya bakal lebih tinggi dibandingkan adjustment cost (biaya penyesuaian). Karena rupiah melemah terus," terangnya kepada koran ini.

Namun yang terpenting, menurut Burhanudin, industri mendapat peluang untuk men-cover biaya kendati tidak sepenuhnya. "Nantinya ditaruh di tarif surcharge. Konsumen memang harus bayar lebih," paparnya.

Selama ini, kurs tak hanya mempengaruhi ongkos bahan bakar, namun juga hampir 70 persen biaya operasional. Seperti sewa pesawat, perawatan, dan gaji pilot untuk beberapa perusahaan yang kesemuanya dibayar menggunakan USD.

Sebab itu, industri menilai kenaikan tarif batas atas adalah yang paling tepat. "Sesuai dengan depresiasi kurs, (kenaikan tarif) idealnya 20 persen," terang Ketua Umum INACA Arif Wibowo. (gal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harga Apartemen di Surabaya Rp 14,6 Juta/m2


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler