jpnn.com, JAKARTA - Tim advokasi Novel Baswedan dinilai mengganggu proses peradilan dengan melaporkan mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Irjen Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri.
Pasalnya, laporan tersebut dilakukan saat proses persidangan kasus penyiraman air keras itu masih berjalan.
BACA JUGA: Eks Anggota TGPF Sayangkan Pelaporan yang Dilakukan Tim Advokasi Novel Baswedan
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran I Gde Pantja Astawa, langkah tim advokasi itu bisa dikategorikan intervensi terhadap peradilan.
Dia mengatakan proses persidangan kasus Novel masih berlangsung dan dilakukan secara terbuka untuk umum (openbaar), maka untuk menjaga keberlangsungan fair trial, karena itu tak perlu ada intervensi dari luar.
BACA JUGA: KY Pastikan Memantau Putusan Penyerang Novel Baswedan
"Segala bentuk intervensi dgn membangun public opinion lewat Laporan Tim Advokasi ke Divpropam Polri yang viral di medsos, adalah tindakan yang dilarang undang-undang dan potensial terjadinya 'contempt of court’,” kata Pantja di Jakarta pada Kamis (9/7).
Selasa lalu, tim advokasi Novel Baswedan melaporkan Rudy Heriyanto ke Divisi Propam Polri karena dinilai melanggar etik profesi.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Rieke Diah Pitaloka Terhempas, Rachmawati Menang, Jokowi Panas Lagi
Rudy diduga menghilangkan barang bukti di kasus penyiraman air keras.
Kepala Divisi Hukum Polri itu dulunya merupakan bagian dari tim penyidik yang menangani perkara penyiraman air keras terhadap Novel.
Saat itu, Rudy masih berpangkat kombes dan menduduki posisi sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Pantja juga menilai laporan Tim Advokasi Novel Baswedan merupakan laporan yang tendensius dan sulit menghindari kesan “to be a malice” terhadap terlapor.
Menurutnya, berangkat dari 'Integrated criminal justice system', maka perkara penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah melalui sejumlah tahap.
“Sebelum masuk ke tahap persidangan, sebagaimana yang kini tengah berlangsung, diawali dengan tahapan penyelidikan, bahkan sampai dibentuknya TGPF, kemudian lanjut ke penyidikan, dan setelah P 21 masuk ke tahap penuntutan sampai dengan kini masuk ke tahap persidangan,” katanya.
Jadi, menurutnya, ratio legis dari semua tahapan itu mengandung arti bahwa semua bukti dinilai cukup dan lengkap (P 21) untuk diajukan ke persidangan sebagai dasar untuk mem-back up dakwaan terhadap sejumlah terdakwa.
“Lalu di mana logikanya tuduhan Tim Advokasi Novel bahwa mantan Direskrimum Polda Metro Jaya menghilangkan barang bukti?” tanya Pantja.
Selain itu, menurut Pantja, seharusnya tim advokasi membuktikan seluruh tuduhan terhadap Rudy di pengadilan.
“Pengadilan-lah forum yang tepat dan elegan untuk membuktikan segala tuduhan atau prejudice Tim Advokasi yang menuduh menghilangkan barang bukti, bukan dengan melapor ke Divisi Propam Polri sehingga viral di medsos,” katanya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia