jpnn.com, JAKARTA - Ketua Advokat Lingkar Nusantara (LISAN) Sahid bersama timnya mendatangi Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Timur.
Kedatangan Sahid dan tim Advokat Lingkar Nusantara ini untuk mengadukan dugaan pelanggaran dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan oleh Bupati Nabire Mesak Magai belum lama ini.
BACA JUGA: Viral Bupati Nabire dan Ganjar Video Call, Kapolda Papua: Ini Peringatan!
“Kami tim Advokat Lisan (Lingkar Nusantara) menemukan kejadian seseorang yang diduga kuat Bupati Nabire Papua sedang video call dengan salah satu calon presiden yang isinya menyerukan, ajakan kepada warganya. Bukti dokumen video elektronik kami lampirkan,” kata Sahid dalam siaran persnya, Rabu (22/11).
Menurut Sahid, termuan video call itu jelas merupakan pelanggaran kampanye penyalahgunaan wewenang.
BACA JUGA: Ganjar Kunjungi Pasar Hamadi di Papua, Pedagang dan Pembeli Bersukacita
Tidak hanya itu, kata dia, hal itu adalah bukti tidak netralnya pejabat sebagai Bupati Nabire yang notabene masih menjabat sampai saat ini sebagaimana diatur dalam PKPU No. 4 Tahun 2017 tentang Kampanye dan UU Nomor 10 Tahun 2016.
"Oleh karena itu, Bawaslu Provinsi Jawa Timur sudah seharusnya menindak secara cepat dan tegas atas pengaduan kami agar pelaksanaan pesta demokrasi Pemilihan Presiden tidak dicederai oleh pelanggaran yang akan melemahkan demokrasi,” kata Sahid.
BACA JUGA: Bawaslu Diminta Usut Dugaan Pengerahan Aparat Desa untuk Dukung Gibran
Sahid mengatakan dugaan pelanggaran kampanye dan penyalahgunaan wewenang oleh Bupati Nabire Mesak Megai yang masih aktif menjabat sampai saat video call bersama salah satu pasangan calon presiden.
Menurut Sahid, dukungan kepala daerah terhadap calon presiden memang tidak dapat dihindarkan, karena kepala daerah merupakan bagian dari partai politik yang ikut memberikan dukungan presiden dan wakil presiden tersebut.
"Namun, netralitas kepala daerah mutlak wajib dipertahankan untuk mewujudkan pemilihan umum yang langsung, umum, jujur dan adil," kata Sahid.
Sahid mengatakan kepala daerah yang menyatakan dukungan dibolehkan asal sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Namun, ketentuan Pasal 64 melarang kepala daerah menggunakan fasilitas negara saat berkampanye. Pasal 281 kepala daerah wajib cuti atau di luar kedinasan jam kerja kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah," kata Sahid.
Selain itu, kata Sahid, kepala daerah tidak boleh membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan atau golongan tertentu.
Dia mengatakan tindakan kepala daerah yang dengan sengaja membantu atau mendukung calon tertentu dalam Pemilu dengan membuat kebijakan agar masyarakat memilih berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 termasuk kategori tindak pidana Pemilu, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 490 Undang Undang Nomor 7 Tahun.
Dalam kasus ini, peranan Bawaslu diperlukan untuk menegakkan hukum dalam tindak pidana pemilihan umum, dan ketidaknetralan kepala daerah masih terjadi seperti contoh Mesak Megai Bupati Nabire dan Ganjar Pronowo.
“Dengan adanya keberpihakan oknum pemerintahan dalam penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden merupakan suatu bentuk dari ketidakadilan dalam Pemilu, dimana masih adanya oknum pemerintah daerah menggunakan kekuasaannya sebagai roda penggerak dalam menyukseskan suatu kelompok tertentu," kata Sahid.
Sahid mendesak Bawaslu harus melakukan pengawasan yang lebih intens serta tepat sasaran dan ideal untuk mencegah keterlibatan kepala daerah dalam proses Pemilihan Umum.
“Bawaslu sebagai lembaga pengawas dan memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada kepala daerah yang terlibat dalam proses Pemilihan Umum khususnya pemilihan umum presidern dan wakil presiden," tegas Sahid.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari