jpnn.com, JAKARTA - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menyerukan penghentian penggunaan saset. Alasannya, sampah kantong plastik itu tidak bisa didaur ulang secara aman, berkelanjutan, sehingga mencemari lingkungan baik di darat maupun di laut.
Co-Coordinator AZWI Rahyang Nusantara mengatakan melalui kampanye Stop Sachet, narasi daur ulang saset diubah menjadi guna ulang dan isi ulang secara signifikan.
BACA JUGA: Samuel Hutabarat Ungkap Kejadian 5 Januari saat Brigadir J Mau Balik ke Jakarta
"Juga mendorong kepatuhan terhadap kebijakan nasional mengenai konsumsi plastik oleh produsen," kata Rahyang dalam konferensi pers “Stop Sachet: Bangun Gerakan untuk Mendukung Pembatasan Sachet" di Jakarta, Minggu (17/7).
Pada kesempatan sama, Manager Program ECOTON Daru Setyorini mengungkap sejumlah fakta ditemukan dalam Ekspedisi Sungai Nusantara sejak awal tahun ini.
BACA JUGA: Penembakan Brigadir J di Rumah Irjen Ferdy Sambo Bukan soal Senior Junior, tetapi
Tim ekspedisi menemukan Sungai Ciliwung kini dibanjiri sampah saset baik yang diproduksi perusahaan domestik maupun global.
Saset adalah sampah kemasan plastik fleksibel berukuran kecil yang tidak bisa didaur ulang.
BACA JUGA: Agus Ardiansyah Terseret Arus Kali Ciliwung, Sempat Teriak Minta Tolong, tetapi
"Kemasan saset ini mudah tersebar dan tersangkut di dahan dan akar pohon tepi sungai, melepaskan jutaan partikel mikroplastik yang mengandung bahan kimia ftalat dan EVOH yang beracun, mengganggu sistem hormon dan pemicu kanker,” tutur Daru.
Senada dengan Daru, Co-Founder Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menjelaskan kemasan sekali pakai berbahan plastik berpotensi memindahkan senyawa kimia berbahaya, seperti PFAS, ke makanan.
Untuk membuat kemasan tahan cuaca, juga digunakan senyawa-senyawa berbahaya lainnya, seperti UV-328.
Penggunaan senyawa-senyawa berbahaya dalam kemasan saset itu bukan hanya berbahaya terhadap kesehatan konsumen, tetapi juga terakumulasi di lingkungan.
"Kimia-kimia ini juga akan menyebabkan ekonomi sirkular yang toksik," ujar Yuyun.
Tanggung jawab untuk menyelesaikan krisis sampah saset sejatinya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah, tetapi juga produsen.
BACA JUGA: Seleksi PPPK 2022, Indra: Pusat Maunya yang Enak-enak Saja, Pemda Kelimpungan
Hal itu telah diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, di mana tiap produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan.
Founder Komunitas Nol Sampah Surabaya Hermawan Some mengatakan sejauh ini tanggung jawab produsen terhadap sampahnya masih minim.
Koordinator Program Break Free From Plastic Asia Pasifik Miko Aliño menyebutkan beberapa daerah di Indonesia dan Asia pada umumnya memiliki kapasitas terbatas untuk menangani limbah plastik dengan aman.
Kondisi itu seringkali memaksa pemda memilih opsi penanganan yang sangat berpolusi, seperti teknologi insinerasi.
Akibatnya, penanganannya hanya sebatas solusi semu yang pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah.
"Kami meminta perusahaan untuk berhenti memproduksi dan membakar sachet dan sebaliknya berinvestasi secara signifikan dalam sistem penggunaan kembali dan isi ulang," ucap Miko. (esy/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad