jpnn.com, JAKARTA - Tim Hukum DPP PDI Perjuangan (PDIP) meragukan aksi penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dan tujuh orang lainnya sebagai operasi tangkap tangan (OTT).
Sebab, menurut Koordinator Pengacara Tim Hukum DPP PDIP Teguh Samudera, penangkapan itu tidak sesuai dengan definisi Tertangkap Tangan seperti yang diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP.
BACA JUGA: Wahyu Setiawan Jalani Pemeriksaan Etik DKPP
Di pasal itu, kata Teguh, dijelaskan tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya.
"Atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu," kata Teguh.
BACA JUGA: Harun Masiku Sudah di Singapura Sebelum Wahyu Setiawan Ditangkap KPK
Sementara berdasarkan rilis yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perbuatan yang diduga sebagai perbuatan pidana dilakukan pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019. "Sedangkan penangkapan yang dilakukan oleh KPK dilaksanakan pada 8 Januari 2020," kata Teguh dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP di Jakarta Pusat, Rabu (15/1).
Karena itu, menurut dia, apa yang terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai OTT, melainkan hasil konstruksi hukum berdasarkan penyadapan dan proses penyelidikan berdasarkan Sprin Lidik yang ditandatangani oleh Ketua KPK pada 20 Desember 2019. Yakni pada saat terjadinya pergantian Pimpinan KPK.
BACA JUGA: Sapa Sandiaga Uno, Jokowi: Hati-hati 2024
Peristiwa itu, kata Teguh, kemudian diframing sebagai dugaan suap yang dilakukan oleh dua orang staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kepada penyelenggara negara. Framing itu, kata dia, seperti yang disampaikan Andi Arief (kader Demokrat), framing penggeledahan kantor PDI Perjuangan, framing PTIK, dan framing OTT yang sebenarnya bukan OTT.
Karenanya, Teguh menduga ada upaya sistimatis dari oknum KPK yang melakukan pembocoran atas informasi yang bersifat rahasia dalam proses penyelidikan kepada sebagian media tertentu. "Dengan maksud untuk merugikan atau menghancurkan PDI Perjuangan," katanya.
Teguh tak menjawab tegas apakah pihaknya akan melaporkan masalah itu ke Dewan Pengawas KPK atau tidak. "Karena kami berdasar pada ketentuan UU sehingga apa yg kami lakukan juga harus berdasarkan UU," katanya.
Rabu kemarin, DPP PDI Perjuangan secara membentuk tim hukum untuk melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) yang menjerat Harun Masiku dan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Tim hukum itu dipimpin oleh I Wayan Sudirta dengan anggota salah satunya Maqdir Ismail.
Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan Yasonna Laoly mengatakan pembentukan tim ini bertujuan untuk meluruskan pemberitaan mengenai keterlibatan DPP PDIP dalam kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Belakangan ini nampaknya pemberitaan sudah semakin mengarah ke mana-mana tanpa boleh kami katakan tanpa didukung oleh fakta dan data yang benar," kata dia. (tan/jpnn)
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga