JAKARTA - Tudingan adanya dugaan kecurangan di 210 ribu tempat pemungutan suara (TPS) dengan 50 juta suara direspon Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penyelenggara pemilu meminta agar tim hukum calon presiden nomor urut satu Prabowo-Hatta menahan diri untuk membuat polemik, semua bisa dibuktikan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Komisioner KPU Arief Budiman menjelaskan, awalnya yang ditudingkan itu ada 52 ribu TPS yang terjadi kecurangan, sekarang justru meningkat dengan 210 ribu TPS.
Hal tersebut justru membuat polemik. "Karena itu saya harap tim kuasa hukum capres nomor urut satu lebih baik membuktikannya di sidang MK," tuturnya.
Polemik soal materi sidang ini justru bisa diterima secara salah oleh masyarakat. Sehingga, keadaan justru tidak membaik dengan adanya komentar yang menyudutkan KPU tersebut.
BACA JUGA: Heboh Ebola, Kemenkes Minta WNI Waspada
"Kami mengimbau semua pihak untuk bisa mengikuti tahapan yang telah diatur," ujarnya dihubungi kemarin.
Soal pembukaan kotak suara di DKI Jakarta yang dipermasalahkan kuasa hukum capres-cawapres nomor urut satu, dia mengatakan jika sebenarnya KPU menginstruksikan pada KPU DKI Jakarta untuk membuka surat suara itu demi mendapatkan data untuk persidangan di MK.
Dengan catatan harus ada saksi dan pengawas pemilu (Panwaslu). "Ini untuk menghindari terjadinya masalah," terangnya.
Kalau kemudian terdapat masalah soal tidak adanya saksi yang menyaksikan pembukaan kotak suara, lanjutnya, KPU telah menginstruksikan untuk semua pihak berkepentingan untuk diundang.
BACA JUGA: Bawaslu Tidak Temukan Kecurangan yang Dituduhkan
"Mungkin saja saksi tidak datang, kalau begitu bagaimana lagi, tetap harus dibuka," terangnya.
Untuk itu, masalah di KPU DKI Jakarta itu sebaiknya diselesaikan pada tingkatan provinsi tersebut. Jangan sampai masalah yang seperti itu dinaikkan ke pusat. "Padahal pembuktian siapa yang salah itu lebih mudah diketahui di tingkatan itu," tuturnya.
Selain itu KPU juga telah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk persiapan menghadapi gugatan di MK tersebut. Koordinasi dengan Bawaslu ini ditujukan untuk mencocokan apakah benar terjadi kecurangan atau tidak di daerah-daerah yang dituding penggugat atau pemohon. "Kami juga minta bantuan Bawaslu," ujarnya.
Sementara itu anggota kuasa hukum Prabowo-Hatta Habiburakhman menjelaskan, pihaknya menerima jika KPU mengimbau untuk menghindari polemik.
Memang lebih baik diselesaikan di sidang MK, tapi kalau masyarakat ingin berkoemntar tentu tidak bisa dilarang. "Semua berhak untuk berpendapat," jelasnya.
Yang paling utama, saat ini tim kuasa hukum Prabowo-Hatta sedang menyiapkan kejutan untuk semua pihak, terutama KPU.
BACA JUGA: Revolusi Mental Ala Jokowi-JK Mampu Tekan Radikalisasi
Bahkan, bisa dibilang ini merupakan bom waktu yang akan membuat keputusan MK berbeda dengan keputusan KPU. "Ini bom waktu yang siap meledak, ada bukti baru yang didapatkan," tuturnya.
Soal apa kejutan itu, dia mengaku jika akan dikeluarkan semuanya saat persidangan. Yang jelas bukti ini berupa software yang akan membuktikan adanya kecurangan riil sebanyak lebih dari 8 juta suara. "Tunggu saja saat persidangan," ujarnya.
Apalagi, upaya pengumpulan bukti yang dilakukan kuasa hukum mantan Komandan Komandan Kopassus itu dibantuk masyarakat. Sejumlah anggota masyarakat dari Papua dan Jawa Tengah turut memberikan bukti kecurangan.
"Kami optimis semuanya akan berubah saat persidangan, Prabowo-Hatta yang memenangkan pilpres," tegasnya. (idr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi-JK Anggap Pilpres Sudah Selesai
Redaktur : Tim Redaksi