JAKARTA - Tim Pemenangan Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus berusaha mengangkat isu dugaan pengerahan anggota Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI. Kali ini, Ketua Tim Pemenangan Nasional Tjahjo Kumolo meminta, agar Babinsa dibekukan dulu.
Termasuk, anggota sejenis di tingkat polri, Babinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) juga diminta dibekukan sementara pula. "Institusi TNI dan polri itu milik kita, milik masyarakat, termasuk milik partai kami atau gabungan partai kami. Jadi, lebih baik panglima TNI dan kapolri membekukan sementara," tegas Tjahjo di kantor Media Center Jokowi-JK, di Jalan Cemara, Jakarta, Sabtu (7/6).
Sebagai ketua tim sukses sekaligus anggota Komisi I DPR yang membidangi masalah pertahanan dan keamanan, dia menangkap, kalau ada gelagat pengerahan Babinsa jelang pilpres ke masyarakat untuk memenangkan satu pasangan capres-cawapres tertentu. Karena hal itu lah, dia mendesak, agar para anggota Babinsa, termasuk Babinkamtibmas, dikembalikan dulu saja ke kesatuan masing-masing. Baik itu ke koramil (komando rayon militer) maupun kodim (komandao distrik militer).
"Ini semua demi kecintaan kita semua terhadap TNI dan polri," tandas sekjen DPP PDIP tersebut.
Lebih lanjut, dia juga menegaskan, bahwa harus ada tindakan tegas atas preseden buruk yang diindikasikan dilakukan anggota Babinsa belakangan ini. Hal itu mengingat, Presiden SBY juga telah mengingatkan TNI dan polri untuk bisa netral saat pilpres. Dua institusi penting terkait pertahanan dan kemananan itu telah pula dipesan presiden untuk menghindari kepentingan politik praktis.
"Mau tidak mau keberadaan Babinsa jika memang begitu harus dievaluasi, yang harusnya mengayomi malah mengintimidasi. Intinya, jangan cederai pilpres ini," imbuh Tjahjo.
Di tempat yang sama, Sekretaris Tim Pemenangan Nasional Jokowi-JK Andi Wijayanto menambahkan, bahwa berdasar laporan yang masuk, kasus dugaan kecurangan dengan melibatkan aparat keamanan yang diduga dilakukan oleh oknum dari TNI telah semakin meluas. Jika pada 3 hari lalu diinformasikan baru hanya 1 wilayah, kini meluas hingga ke 9 daerah.
Untuk sementara, lanjut dia, pihaknya belum mempublikasikan terkait data-data serta bukti pengarahan yang diduga dilakukan oleh oknum TNI di berbagai daerah tersebut. "Tapi, untuk klarifikasi awal, kami sudah lakukan surat menyurat dengan pihak TNI-polri," kata Andi.
Meski demikian, dia mencontohkan, salah satunya tentang data seorang perwira dari salah satu kesatuan yang bertugas di Malang, Jawa Timur. Yang bersangkutan, menurut dia, rela berhari-hari meninggalkan wilayah komandonya dan melakukan kerja-kerja politik tertentu.
Terkait hal tersebut, menurut dia, pihak TNI menyatakan belum mengetahui persoalan tersebut. Namun demikian, Andi menegaskan, bahwa tidak mungkin ada pasukan yang bergerak tanpa diketahui oleh pimpinan. Karena, pada dasarnya anggota TNI itu bergerak berdasarkan garis komando yang ketat.
Karena hal itu pula, lanjut dia, jika nanti terbukti ada pengarahan agar ada gerakan anggota untuk ikut memenangkan capres-cawapres tertentu, maka komandan dari anggota tersebut harus turut bertanggungjawab. "Setidaknya hingga 2 tingkat kepemimpinan ke atas, jangan hanya oknum TNI bersangkutan yang dikorbankan," pungkas Andi.
Meski tidak menyebut secara langsung pihak mana yang diuntungkan dari dugaan pergerakan sejumlah oknum TNI di berbagai daerah, namun arahnya sudah hampir pasti. Mengingat hanya dua pasangan yang bertarung, maka duet Prabowo-Subianto tentu menjadi pihak yang dianggap telah diuntungkan.
Sementara itu, Partai Gerindra sebagai partai utama pengusung Prabowo Hatta kembali menegaskan kalau mereka tidak pernah berusaha melibatkan TNI-polri dalam upaya pemenangan. Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi justru menilai isu dugaan keterlibatan Babinsa sengaja digulirkan sebagai bentuk strategi politik.
Tujuannya kata dia, untuk mendeskriditkan kubu Prabowo-Hatta. "Jelas bukan kami yang mengkoordinir. Kami tidak pernah rapat, apalagi meminta Babinsa bergerak untuk kami," tegas Suhardi di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, kemarin.
Menurut dia, sejak awal Prabowo bahkan yang juga sudah secara tegas meminta kepada unsur TNI dan polri agar menahan diri. Termasuk, tetap bersikap netral dalam Pemilu 2014 kali ini. "Prinsipnya, kami tidak punya koordinasi dengan mereka. Tidak punya alur dengan mereka dan tidak mungkin kami berikan komando kepada mereka," ungkapnya.
Namun demikian, pihaknya tetap berharap pula agar TNI dan Polri mengungkap informasi tersebut. Meski di sisi lain, pihak Prabowo-Hatta juga tidak akan ambil pusing untuk mencari atau mendalami informasi tersebut.
Hal itu, menurut dia, biarkan menjadi kewenangan TNI-Polri dan Bawaslu untuk menyelidikinya. "Kita percayakan saja, sudah ada petugas-petugas dan instansi yang akan meneliti itu," pungkasnya.
Bagian lain Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat Nelson Simanjuntak menuturkan, hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan informasi soal lokasi dan waktu kejadian babinsa mempengaruhi warga. "Ini cukup menyulitkan, kami tidak bisa memberikan pengawasan optimal jika tanpa waktu dan lokasi," ujarnya.
Selama ini laporan dari sejumlah pihak belum bisa memberikan informasi yang detik terkait masalah tersebut. Walau begitu, Bawaslu akan memastikan netralitas dari TNI dengan memanggil panglima TNI Jendral Moeldoko pada senin mendatang. "Kami berahap jika panglima bisa hadir," paparnya. (dyn/idr)
BACA JUGA: Pencapresan Jokowi Digugat ke MK
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi dan Prabowo tak Melanggar Peraturan Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi