jpnn.com, JAKARTA - Tim penasihat hukum terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Putri Candrawathi membacakan poin-poin pembelaan dalam surat pleidoi pada persidangan lanjutan perkara itu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (25/1).
Salah satu poin pleidoi kubu istri Ferdy Sambo itu yakni perihal bantahan tuduhan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyimpulkan bahwa tidak ada pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawati, melainkan perselingkuhan dengan mendiang Brigadir J.
BACA JUGA: Putri Candrawathi Hancur dan Malu Saat Menceritakan Kejadian Kelam Itu
Penasihat hukum Putri, Febri Diansyah mengatakan pihaknya memandang tuduhan JPU itu tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan dan keterangan saksi.
Menurut Febri, tuduhan JPU justru merugikan Putri Candrawathi baik secara fisik maupun psikis.
BACA JUGA: Pleidoi Putri Candrawathi Menyinggung Air Mata Ferdy Sambo
"Sungguh menyakitkan bagi seorang perempuan sekaligus seorang ibu yang memiliki empat orang anak, ketika dia menjadi korban kekerasan seksual, tetapi justru dituduhkan sebagai pelaku perselingkuhan tanpa bukti meyakinkan dengan pelaku," kata Febri Diansyah di ruang sidang, Rabu (25/1).
Eks Jubir KPK itu menilai tuduhan JPU yang menyebut Putri bagian dari dalang pembunuhan hanya menggunakan bukti-bukti yang rapuh, asumtif, dan manipulasi.
BACA JUGA: Ferdy Sambo Merasa Dihantam Beragam Isu, Seolah Penjahat Terbesar dengan Banyak Perempuan
Febri mengekalim pihaknya telah membaca surat tuntutan jaksa setebal 599 halaman yang telah dibacakan pada persidangan sebelumnya.
Selain itu, dia menilai pihaknya menganggap surat tuntutan JPU itu rapuh dalam menguraikan tuntutan.
Adapun tuntutan tersebut, lanjut dia, jaksa menuduh Putri menyampaikan informasi tidak benar ihwal peristiwa kekerasan seksual yang terjadi di Magelang pada 7 Juli 2022.
"Padahal, peristiwa kekerasan seksual benar terjadi dan didukung oleh empat jenis alat bukti yang sah dan saling berkesesuaian, yaitu alat bukti keterangan terdakwa, keterangan ahli, surat, dan keterangan saksi," ucap Febri.
Menurut Febri, jaksa memaksakan penggunaan hasil poligraf yang menunjukkan kliennya tidak berkata jujur kala menjawab pertanyaan, 'apakah anda berselingkuh'.
Dia berpendapat pelaksanaan tes poligraf melanggar Perkap Nomor 10 Tahun 2009 tentang Tata Cara dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Febri menyatakan bila sebuah alat bukti diperoleh secara tidak sah, maka bukti yang dihasilkan pun tidak valid dan sah secara hukum.
"Ketiga, penuntut umum membangun asumsi seolah-olah perencanaan pembunuhan sudah terjadi sejak dari Magelang," kata Febri.
Febri mengatakan Bharada E atau Richard Eliezer yang merupakan eksekutor dalam pembunuhan ini secara tegas menyatakan dalam persidangan pada 13 Desember 2022, tidak pernah mendapatkan perintah ataupun arahan dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk membunuh atau menghabisi korban, Brigadir J.
Di sisi lain, lanjut dia, tidak satu pun saksi atau bukti yang sah yang menunjukkan perencanaan pembunuhan sudah terjadi sejak dari Magelang.
"Semua tuduhan tersebut dibangun Penuntut Umum dengan asumsi-asumsi tanpa bukti," jelasnya.
Poin keempat menurut Febri yakni jaksa menuduh Putri untuk menutupi kejadian yang sebenarnya. Lalu, klien Febri dituduh menyusun rencana menghabisi korban Brigadir J mulai dari Magelang.
"Bantahan terhadap tuduhan-tuduhan penuntut umum di atas hanyalah bagian-bagian pokok dari begitu banyaknya tuduhan lain yang disampaikan dalam surat tuntutannya yang juga dibangun berdasar asumsi," tutup Febri. (cr3/jpnn)
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama