jpnn.com - Apa arti sebuah nama? Semua orang tahu, atau setidaknya pernah mendengar ungkapan Shakespeare itu, meskipun tidak pernah membaca atau menonton ‘’Romeo and Juliet’’. What is in the name? Tanya Juliet. A rose by any other name would smell as sweet, sekuntum mawar dengan nama apa pun akan tetap harum. Begitu kata Juliet.
Mawar tetaplah mawar. Akan tetap indah di mata Juliet meskipun berduri. Mawar tetap mawar meski namanya diubah menjadi apa pun. Baunya tetap sama dan kembangnya juga akan tetap sama. Bagi yang mencintai mawar apa pun yang terjadi cintanya tidak akan pudar.
BACA JUGA: Moeldoko: Jangan Bicara Tim Mawar Lagi!
Di Indonesia ada ‘’Tim Mawar’’ yang terkenal di kalangan para aktivis politik.
Tim Mawar ini tidak ada hubungannya dengan kisah cinta Romeo dan Juliet yang indah dan menyentuh. Tim Mawar dari Indonesia ini malah selalu dikaitkan dengan hal yang seram dan misterius, yaitu penculikan, penghilangan paksa, dan juga pembunuhan.
BACA JUGA: Menhan: Penyebutan Tim Mawar Melukai Kopassus Aktif
Tim Mawar adalah sepasukan tentara khusus dari kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dibentuk pada 1997. Ketika itu Indonesia sedang mengalami turbulensi politik dahsyat karena demonstrasi mahasiswa yang makin meluas dan menggelombang. Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya makin tidak terbendung.
Konon Tim Mawar dibentuk untuk melakukan operasi khusus, menghentikan gelombang tekanan terhadap Soeharto. Sumber gelombang besar itu adalah gerakan mahasiswa yang makin masif. Tidak ada cara lain untuk menghentikan gelombang itu kecuali menutup dan menghilangkan sumbernya.
BACA JUGA: 1 Tahun Pembunuhan Laskar FPI, Pesan Habib Rizieq Singkat dan Tegas
Maka operasi pun berjalan secara senyap. Tim Mawar adalah pasukan khusus yang sudah berpengalaman melakukan operasi rahasia di medan tempur berat seperti Timor Timur. Maka operasi pun berlangsung, dan para tokoh gerakan mahasiswa itu pun tiba-tiba menghilang bak tertelan gelombang.
Sebanyak 22 aktivis diculik. Sembilan orang kembali dalam keadaan hidup, yakni Andi Arief, Nezar Patria, Pius Listrilanang, Desmond J. Mahesa, Haryanto Taslam, Rahardjo Waluyo Jati, Mugiyanto, Faisol Riza, dan Aan Rusdianto.
Sedangkan 13 aktivis lainnya hilang tanpa jejak. Mereka adalah penyair Wiji Thukul, Petrus Bima Anugrah, Suyat, Yani Afri, Herman Hendrawan, Dedi Hamdun, Sony, Noval Alkatiri, Ismail, Ucok Siahaan, Yadin Muhidin, Hendra Hambali, dan Abdun Nasser.
Jejak para mahasiswa dan aktivis itu tidak diketahui. Kalau mereka mati di mana kuburnya, kalau mereka disekap di mana tempatnya. Banyak yang menduga para aktivis itu diculik dan kemudian dibunuh. Para aktivis itu menjadi korban operasi rahasia militer yang tetap menjadi misteri.
Sampai sekarang, lebih dari 20 tahun kemudian, semua masih gelap. Keberadaan Tim Mawar pun sampai sekarang masih tetap menjadi misteri. Personel-personelnya sudah ada yang diadili dan dihukum.
Namun, mereka yang muncul adalah pelaku-pelaku pada level bawah dan mengaku bertindak sendiri tanpa ada komando dari atas.
Hal ini dianggap janggal dan tidak masuk akal. Tidak ada operasi militer dalam skala sepenting itu yang muncul dari inisiatif level bawah.
Operasi Tim Mawar diduga didalangi oleh pimpinan tertinggi Kopasssus ketika itu, yaitu Prabowo Subianto. Ada dugaan yang beredar luas bahwa Prabowo melakukan operasi itu atas perintah sang mertua Soeharto.
Prabowo kemudian dihadapkan pada sidang Dewan Kehormatan Perwira yang dipimpin oleh Agum Gumelar dan Susilo Bambang Yudhoyono. Sidang memutuskan untuk memecat Prabowo dari dinas militer.
Persoalan tidak berhenti sampai di situ. Meskipun Prabowo sudah dipecat dan anggota Tim Mawar sudah dihukum, tetapi Tim Mawar masih menjadi misteri dan enigma, karena rantai komando yang putus itu tidak bisa mengungkap dalang sesungguhnya dari operasi itu.
Sebuah dokumen resmi pemerintah Amerika Serikat menyebutkan bahwa Prabowo terlibat dalam operasi itu, dan harus bertanggung jawab terhadap akibat operasi itu. Prabowo dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan dicekal masuk ke Amerika.
Cegah tangkal itu sudah berjalan 20 tahun, dan baru dicabut tahun lalu ketika Prabowo berkunjung ke Amerika Serikat sebagai menteri pertahanan Republik Indonesia. Rupanya Amerika sudah memaafkan Prabowo atau sudah melupakan sama sekali rekam jejak Tim Mawar.
Polemik mengenai Tim Mawar sekarang muncul lagi. Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid memprotes pengangkatan anggota Tim Mawar, Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya.
Usman menyesalkan pemerintah dan DPR yang dianggapnya tidak cermat dalam melihat rekam jejak para pemimpin militer, sebelum menempatkan mereka pada posisi-posisi stretegis.
Usman menilai selama ini pemerintah dan DPR tidak pernah melaksanakan amanat undang-undang dan tidak serius mendukung Komnas HAM menginvestigasi kasus-kasus pelanggaran HAM.
Pada 2009 DPR mengeluarkan rekomendasi agar kasus-kasus pelanggaran HAM berat diadili melalui pengadilan ad hoc. Namun, keputusan itu hanya sekadar keputusan di atas kertas. DPR meminta pemerintah mencari kejelasan nasib dan keberadaan korban penculikan. DPR meminta pemerintah menuntut pelakunya diadili di pengadilan HAM ad hoc.
DPR juga meminta pemerintah memulihkan hak korban. DPR juga meminta pemerintah meratifikasi Konvensi Antipenghilangan Paksa.
Pengangkatan Mayjen Untung dalam posisi strategis ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Tim Mawar dianggap sebagai masa lalu, dan menjadi bagian sejarah yang sudah dilupakan. Namun, bagi para aktivis demokrasi operasi Tim Mawar akan tetap menjadi bagian dari catatan gelap.
Nama Tim Mawar juga muncul pada proses pemilu presiden 2019 dan disebut terlibat dalam kerusuhan dalam demonstrasi di kantor Bawaslu. Beberapa orang mantan anggota Tim Mawar sekarang masuk ke Departemen Pertahanan menduduki posisi-posisi penting di bawah kepemimpinan Menhan Prabowo Subianto.
Jejak hitam operasi Tim Mawar ini akan tetap menghantui langkah Prabowo. Kalau nanti pada 2024 Prabowo maju lagi sebagai calon presiden maka memori Operasi Mawar akan tetap diungkit lagi. Kata Usman Hamid, bangsa Indonesia mengalami penyakit ‘’short term memory lost’’, kehilangan ingatan jangka pendek.
Daya ingat bangsa Indonesia selalu pendek dan kemampuan untuk mengingat rekam jejak sejarah lemah. Akibatnya banyak rekam jejak hitam yang dilupakan begitu saja. Bangsa Indonesia mengalami myopia sejarah, rabun sejarah, yang menyebabkan gagal belajar dari masa lalu.
Pembunuhan dan penghilangan aktivis reformasi itu terjadi 20 tahun yang lalu, sekarang sudah dilupakan sama sekali. Bahkan hal yang sama terjadi lagi dengan modus yang berbeda tapi akibatnya sama.
Pembunuhan terhadap enam pengawal Habib Rizieq Shihab membuka kembali kenangan buruk yang tejadi semasa rezim otoriter Orde Baru.
Peristiwa Kilometer 50 itu sampai sekarang berusaha ditutup-tutupi sebagai sebuah operasi rahasia yang mirip dengan operasi Tim Mawar. Peristiwa Kilometer 50 itu masuk dalam kategori extra-judicial killing dan sudah ada rekomendasi yang menyatakannya sebagai pelanggaran HAM berat.
Pembunuhan Kilometer 50 punya beberapa kemiripan dengan pembunuhan aktivis 1998. Rezim yang ketakutan oleh gerakan oposisi akhirnya memakai jalan kekerasan untuk membungkam suara lawan. Cara-cara keji dan kejam dilakukan untuk membungkam perlawanan.
Jejak operasi gelap 1998 akan tetap terlihat meskipun ditutupi dengan berbagai cara. Jejak pembunuhan Kilometer 50 pun akan tetap menjadi catatan gelap yang akan terus dipertanyakan.
Dalam operasi-operasi rahasia seperti itu keterlibatan pimpinan puncak selalu ditutup-tutupi. Namun, sejarah membuktikan bahwa bangkai akan tetap tercium meski ditutup rapat dengan berbagai pencitraan harum mawar.
Bunga mawar akan tetap harum, tetapi kejahatan atas nama mawar akan tercium busuknya. (*)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror