Tim Penasihat Hukum Harvey Moeis Minta Hakim Bijaksana Ambil Keputusan

Senin, 23 Desember 2024 – 02:02 WIB
Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis (rompi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada Kamis (22/8). Foto: Romaida/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Penasihat Hukum (PH) Terdakwa Suparta, Harvey Moeis, dan Reza Andriansyah mengatakan Majelis Halim harus bijaksana mengambil keputusan terkait dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Hal itu lantaran terjadi perbedaan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh Ahli Kehutanan Bambang Hero dengan yang dilakukan Ahli Geologis Albert Septario Tempessy dan Syahrul.

BACA JUGA: Bacakan Pleidoi, Harvey Moeis Dinilai Minim Substansi dan Penuh Sensasi

Pernyataan tersebut diungkapkan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jumat (20/12) lalu, dengan agenda pembacaan duplik.

Tim PH menilai, Bambang Hero Saharjo selaku ahli yang melakukan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dugaan kasus korupsi timah menggunakan citra satelit yang tertutup awan dan tidak akurat.

BACA JUGA: Sidang Pleidoi, Harvey Moeis Sebut Nama Sandra Dewi

Menurutnya, perhitungan kerugian kerusakan lingkungan tersebut perlu menjadi kehati-hatian untuk melakukan interpretasi citra satelit atas bukaan area aktivitas pertambangan.

"Pola pikir dan analisa campur aduk ini, diperparah dengan penempatan ranah yang salah, yaitu menugaskan ahli kehutanan untuk menghitung kerugian di wilayah pertambangan, ini merupakan praktek menegasikan ilmu pengetahuan," ucap Tim PH.

BACA JUGA: Sidang Korupsi Timah, Harvey Mois Mengaku Tidak Pernah Menikmati Rp 271 Triliun

Tim PH Terdakwa menjelaskan, Bambang Hero menghitung kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun dengan menggunakan citra satelit resolusi menengah yang masih memiliki ketidaktepatan dan berpotensi menghasilkan citra yang terhalang awan.

"Bahwa Ahli Bambang Hero Saharjo dan Basuki Wasis melakukan analisa kerugian lingkungan dengan menggunakan citra satelit yang memiliki resolusi menengah dengan tingkat akurasi 15 meter yang dimana dalam penggunaannya berpotensi menghasilkan citra yang terhalang awan," lanjutnya .

Tim PH  mempertegas bahwa citra satelit gratisan yang digunakan oleh orang yang tidak memiliki jam terbang tinggi akan sulit melakukan interpretasi citra satelit.

Hal tersebut berdampak adanya salah analisa yang seharusnya perkebunan atau bukaan lahan yang dilakukan masyarakat diakui sebagai area pertambangan.

"Bahwa ahli yang menghitung kerugian lingkungan di lingkungan pertambangan PT Timah tidak memiliki keahlian dalam bidang pertambangan," jelasnya.

Selain itu, Tim PH juga pernah mendatangkan ahli untuk melakukan perhitungan bukaan lahan pertambangan bijih timah di wilayah IUP PT Timah, yakni Ahli Albert Septario Tempessy dan Syahrul.

Dalam hitungannya terbagi dalam 3 periode, keseluruhan area pertambangan PT Timah sebesar 52.100 hektare (ha).

Albert dan Syahrul saat itu menjelaskan bahwa luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah yang berada di lokasi IUP OP PT Timah Tbk sampai dengan Desember 2014 adalah 45.863,56 ha atau 88,03 persen dari total luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah oleh PT Timah Tbk.

Pada Januari 2015 sampai Desember 2022, luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah di lokasi IUP OP PT Timah Tbk adalah 5.658,30 ha atau 10,86 persen dari total luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah oleh PT Timah Tbk.

"Selanjutnya, pada Januari 2023 sampai sekarang, luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah di lokasi IUP OP PT Timah Tbk. adalah 578,29 ha atau 1,11 persen dari total luas area terbuka aktivitas pertambangan timah oleh PT Timah Tbk," tutur Tim PH.

Melalui perhitungan yang dilakukan oleh ahli Albert Septario Tempessy dan Syahrul menggunakan citra satelit berbayar dengan resolusi tinggi dapat mematahkan dakwaan yang menyebutkan pertambangan masif pada waktu 2015 sampai 2022.

"Di mana faktanya hampir seluruh luas area terbuka akibat aktivitas pertambangan timah yang berada di lokasi IUP OP PT Timah Tbk. sudah terjadi pada kurun waktu sebelum Januari 2015,” tutupnya. (mcr4/jpnn)


Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler