jpnn.com, JAKARTA - Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 13,4 juta bayi yang lahir prematur di seluruh dunia di 2020, atau sekitar lebih dari 1 dari setiap 10 bayi yang lahir.
WHO juga menyebutkan, sekitar 900 ribu anak meninggal pada 2019 karena komplikasi akibat kelahiran prematur.
BACA JUGA: Bayi Prematur Terkecil di Dunia, Bobot Hanya Seberat Apel
Sementara itu, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi kelahiran prematur di Indonesia mencapai 29,5 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia menduduki peringkat kelima tertinggi di dunia dengan sekitar 657.700 kasus kelahiran prematur per tahun.
"Bayi prematur memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum sepenuhnya berkembang, sehingga mereka rentan terhadap berbagai infeksi," kata Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, Kamis (5/12).
BACA JUGA: Terobosan Pengobatan Bisa Bantu Bayi Prematur Dengan Penyakit Paru
Salah satu infeksi yang paling berbahaya bagi mereka adalah infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV). RSV adalah virus pernapasan umum yang dapat menyebabkan bronkiolitis dan pneumonia, dua kondisi serius yang sering terjadi pada bayi dengan risiko tinggi terutama di bawah usia satu tahun.
Infeksi RSV dapat mengakibatkan gejala yang parah dan bahkan berpotensi fatal, terutama pada bayi prematur yang lahir sebelum minggu ke-29 kehamilan. Oleh karenanya, AstraZeneca Indonesia bersama dengan Yayasan Premature Indonesia melakukan edukasi yang bertemakan Menjaga Kualitas Hidup Bayi Prematur: Kini dan Nanti.
BACA JUGA: Ibu Bayi Prematur Berisiko Penyakit Jantung
“Sebagai perusahaan yang senantiasa berkomitmen untuk mendukung kesehatan masyarakat, kami percaya bahwa edukasi mengenai bayi prematur serta infeksi RSV sangat penting, sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas hidup bayi prematur di Indonesia di masa mendatang,” ucapnya.
Orang tua dan tenaga kesehatan perlu mewaspadai tanda-tanda infeksi RSV dan segera mencari perawatan medis jika diperlukan. Di sisi lain, perawatan bayi prematur harus dilakukan dengan pendekatan multidisiplin yang melibatkan orang tua dan tim medis untuk mengurangi risiko komplikasi serius.
"Bayi prematur sangat berisiko tinggi terkena berbagai infeksi. Salah satunya adalah RSV yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan Lower Respiratory Tract Infection (LRTI), seperti pneumonia dan bronkiolitis,” kata Konsultan Neonatologi, Prof. Dr. dr. Rinawati Rohsiswatmo, SpA(K).
Dalam salah satu studi multicentre tahun 2022 terkait epidemiologi community-acquired pneumonia (CAP) di Indonesia, RSV menjadi satu dari lima pathogen utama yang ditemukan. Dimana sebanyak 27,1% dan menempati urutan ke-2 penyebab CAP pada anak usia di bawah 5 tahun.
Demikian halnya pada kasus mix infection maupun single infection akibat virus, RSV merupakan patogen yang sering ditemui di studi ini .
Prof Rina mengingatkan, bayi prematur juga memiliki kemungkinan dua kali lebih tinggi untuk mengalami rawat inap terkait RSV dalam tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan bayi berisiko rendah. Juga mengalami masa rawat inap lebih lama, membutuhkan oksigen tambahan, membutuhkan perawatan intensif (ICU), memerlukan pemasangan ventilasi mekanik hingga terapi cairan parenteral (cairan langsung melalui infus) .
Di sisi lain, muncul tantangan terkait minimnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang bahaya penyakit yang disebabkan oleh RSV. Termasuk orang tua dengan anak yang berisiko tinggi terhadap RSV dimana "infeksi RSV” dan “Pneumonia” sebagai kunci dari RSV.
"Momen World Prematurity Day ini menjadi pengingat bagi kita semua, baik orang tua maupun tenaga kesehatan untuk menjaga kualitas hidup bayi," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad