Tiongkok Naik Pitam, Ancam AS dan Taiwan

Rabu, 26 September 2018 – 06:50 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: Reuters

jpnn.com, WASHINGTON - Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok menegang. Pada Sabtu (22/9), seharusnya dua petinggi angkatan laut dua negara itu bertemu. Namun, Tiongkok membatalkan sepihak rencana tersebut pada detik-detik terakhir. Keputusan mendadak itu jelas mengecewakan Pentagon.

''Kami hanya diberi tahu bahwa Laksamana Madya Shen Jin Long harus segera kembali ke Tiongkok,'' ujar Jubir Pentagon Letkol Dave Eastburn kepada CNN pada Senin (24/9).

BACA JUGA: Audrey Tang, Transgender Anarkis yang Jadi Menteri Taiwan

Dia tidak mendapatkan informasi tentang keputusan tersebut. Padahal, pertemuan formal yang sudah direncanakan semacam itu semestinya dibatalkan minimal 48 jam sebelumnya.

Shen yang menjabat pemimpin People's Liberation Army Navy (PLAN) dijadwalkan bertemu dengan Kepala Operasi Nasional AL AS Laksamana John Richardson. Mereka seharusnya bertemu di sela International Seapower Symposium di Newport, Negara Bagian Rhode Island.

BACA JUGA: Ayatollah Tuding AS dan Saudi di Belakang Serangan Teroris

Namun, menjelang pertemuan tersebut, Shen tiba-tiba pulang ke Tiongkok. Padahal, dia dan Richardson sudah sama-sama berada di Naval War College yang menjadi lokasi simposium.

Pertemuan Shen dan Richardson itu sejatinya bisa menjadi oase di tengah padang gurun. Sebab, jika terlaksana, pertemuan tersebut berpotensi menyetop perang dagang dan aksi saling gertak dua negara.

BACA JUGA: Hukuman Pukul Bokong Gantikan Skors

Sayangnya, pertemuan yang sudah dinanti-nantikan itu batal. Bersamaan dengan itu, Tiongkok memanggil duta besar dan atase pertahanan AS di Beijing untuk menyampaikan protes langsung.

''AS benar-benar merusak hubungan dua negara,'' kata Jubir Kemenlu Tiongkok Geng Shuang menurut CNBC.

Beijing ngambek setelah AS menerapkan tarif tinggi terhadap produk impor dari Tiongkok. Nilainya pun tidak sedikit. Yakni, sekitar USD 50 miliar (setara Rp 745 triliun). Kebijakan itu langsung dibalas Beijing. Akibatnya, stabilitas perekonomian global terguncang.

Namun, selain penerapan tarif, ada kebijakan yang membuat Tiongkok berang. Pekan lalu Washington menjatuhkan sanksi terhadap Equipment Development Department (EDD), rekanan militer Tiongkok, gara-gara pembelian 10 unit pesawat Sukhoi dari Rusia.

Pada Kamis (20/9), AS membekukan aset EDD. AS juga melarang Li Shangfu, pemimpin EDD, berbisnis di Negeri Paman Sam. AS bahkan mencabut visa Li.

Belum reda kegeraman Tiongkok karena sanksi, AS malah bersepakat dengan Taiwan soal alutsista. Rencananya, AS memasok alutsista senilai USD 330 juta (setara Rp 4,9 triliun) untuk Taiwan.

Beijing tidak bisa menerima kesepakatan langsung AS dan Taiwan yang dipublikasikan Senin itu. Sebab, bagi Beijing, Taiwan adalah bagian dari Tiongkok. ''Kontrak militer ini menghancurkan hubungan AS-Tiongkok,'' tutur Geng.

Karena itu, dia kemarin mendesak AS membatalkan kontrak tersebut. Menurut dia, kontrak AS dan Taiwan itu bertentangan dengan hukum internasional.

Geng juga menuntut AS berhenti melakukan kerja sama militer dengan Taiwan. Jika AS nekat, Tiongkok tidak akan segan bertindak. ''Sebaiknya AS menuruti imbauan kami demi stabilitas regional,'' tegasnya.

Bagi Wakil Menteri Perdagangan Tiongkok Wang Shouwen, kebijakan AS di bidang ekonomi dan militer tersebut adalah ancaman serius bagi hubungan dua negara.

''Kami ingin berunding. Tapi, apalah artinya perundingan jika mereka menodongkan pisau pada leher kami,'' ungkapnya kepada Associated Press. (bil/c14/hep)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Naik Turun Tangga, Ritual Pemadam Kebakaran AS setiap 9/11


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler