jpnn.com, BANDUNG - Enam pemerintah daerah kota/kabupaten, yakni Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, Pemkab Garut, Pemkab Sumedang, Pemkab Bandung Barat, dan Pemkot Cimahi menyepakati tipping fee TPPAS Regional Legok Nangka sebesar Rp 386.000.
Jumlah tersebut tidak semuanya ditanggung pemerintah daerah. Sebab, Pemerintah Daerah Provinsi (Pemdaprov) Jawa Barat akan memberikan subsidi sebesar 30 persen atau Rp 115.800 per ton.
BACA JUGA: Pemdaprov Jabar Gelar Pendidikan Layanan Khusus di LPKA Kelas II Bandung
Sedangkan, 70 persen tipping fee atau Rp 270.200,- per ton sampah dibebankan kepada pemda pengguna layanan pengelolaan sampah TPPAS Regional Legok Nangka.
Hal tersebut menjadi pembahasan dalam rapat terkait TPPAS Regional Legok Nangka antara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan enam kepala daerah tersebut di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (9/10).
BACA JUGA: Hari Penglihatan Sedunia 2019: Orang Tua Diminta untuk Menjaga Mata Anak dari Ancaman Gadget
Emil –sapaan akrab Ridwan Kamil mengatakan, kesepakatan mengenai tipping fee penting sebagai syarat dimulainya proses lelang TPPAS Regional Legok Nangka. “Dalam proses lelang ini dibutuhkan kesepahaman, komitmen dari kota/kabupaten untuk menyepakati besaran tipping fee,” kata Emil.
“Tipping fee ini dibagi dua, kita subsisi juga dari provinsi (Pemdaprov Jawa barat) sekitar 30 persen dan 70 persen dari masing-masing daerah,” tambahnya.
BACA JUGA: Jalin Sinergitas dengan Para Sarjana Komunikasi
Emil menambahkan, dalam layanan pengelolaan sampah ini, Pemdaprov Jabar memberikan fasilitas Stasiun Peralihan Antara (SPA). SPA berfungsi untuk memilah sampah guna mengurangi volume sampah sebelum masuk ke TPPAS Regional Legok Nangka.
Pada kesempatan yang sama, Emil menuturkan bahwa Pemdaprov Jabar akan memberikan insentif kepada pemkab/pemkot yang berhasil mengurangi kuantitas sampah ke TPPAS Regional Legok Nangka.
“Kita juga sedang mempersiapkan Pergub (Peraturan Gubernur) untuk memberikan insentif kepada daerah yang berhasil mengurangi sampah-sampahnya oleh 3R (reduce, reuse, recylce) dalam bentuk dukungan dana dari provinsi. Jadi, sambil berkelanjutan,” katanya.
Pasokan sampah yang bisa dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka pun harus memenuhi ketentuan kuantitas, kualitas, dan kesesuaian. Artinya, jenis sampah yang dikirim ke TPPAS Regional Legok Nangka harus sesuai dengan kebutuhan teknologi di sana, seperti sampah non-medis dan non-industri.
“TPPAS Sarimukti akan berakhir (operasionalnya) pada tahun 2023 dan kalau Legok Nangka tidak pakai teknologi cuma cukup empat tahun juga akan habis. Maka, tidak ada pilihan lain manajemen pengelolaan sampah ini harus segera beralih teknologi,” kata Emil.
Dalam rapat tersebut, disepakati juga pasokan sampah yang bisa dikirim enam kabupaten/kota pengguna TPPAS Regional Legok Nangka. Ketentuan rata-rata pasokan sampah pun teah disepakati. Rinciannya, Kota Bandung 1.200-1.303 ton/hari, Kota Cimahi 150-250 ton/hari, Kabupaten Bandung 300-345 ton/hari, Kabupaten Bandung Barat 78-86 ton/hari, Kabupaten Sumedang 28-32 ton/hari, dan Kabupaten Garut 100-115 ton/hari. Jumlah total sampah 1.853-2.131 ton/hari.
TPPAS Regional Legok Nangka merupakan salah satu proyek tempat pengelolaan sampah yang bisa mengubah sampah menjadi energi listrik atau Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL). Proyek ini akan dibangun dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPSBU) dan diusulkan mendapatkan Dukungan Kelayakan dari Kementerian Keuangan. TPPAS ini diharapkan dapat beroperasi pada 2023.
Sementara terkait dukungan kelayakan dari Kementerian Keuangan untuk Viability Gap Fund (VGF), hal tersebut akan diputuskan pada Desember 2019 ketika proses lelang berlangsung. (*)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi