jpnn.com - Anggaran untuk gaji dan tunjangan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) hasil seleksi tahap pertama Februari 2019, sejatinya sudah masuk dalam APBN 2020.
Ini dipertegas lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 8/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) Tambahan untuk Tahun Anggaran 2020 yang sudah terbit sejak 27 Januari.
BACA JUGA: Temuan Guru Honorer K2, Perlu Diketahui Mas Nadiem Makarim
Sayangnya, hingga pertengahan April, 51 ribu PPPK ini belum diangkat juga.
Padahal sebagian besar daerah sudah tidak mengalokasikan anggaran gaji untuk honorer K2 yang sudah dinyatakan lulus PPPK.
BACA JUGA: Luhut Panjaitan: Saatnya Tunjukkan bahwa Kita Sungguh-sungguh
Dengan alasan, gaji dan tunjangan PPPK sudah dianggarkan dalam APBN/APBD 2020.
Tidak hanya dana dan tunjangan, NIP PPPK sebenarnya sudah disiapkan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
BACA JUGA: Iwan Fals: Menyumbang Rp 1 Triliun Sampai Rp 10 Triliun kan Kecil Buat Mereka
Bahkan, sejak 2019, NIP 51 ribu PPPK sudah ada. Hanya tinggal tunggu regulasi, BKN langsung menetapkan NIP tersebut.
"Sudah siap semua ini NIP-nya. Kalau besaran anggaran gaji dan tunjangan kan urusan Menkeu. PMK kan sudah keluar juga jadi tinggal tunggu Perpres PPPK lengkap," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana kepada JPNN.
Untuk mengangkat 51 ribu PPPK butuh dua regulasi. Regulasi pertama Perpres tentang Jabatan yang Dapat Diisi PPPK, sudah terbit sejak 11 Maret 2020.
Kedua, Perpres tentang Gaji dan Tunjangan PPPK yang masih dalam pembahasan. Posisinya Rancangan Perpres saat ini masih di Sekretariat Negara.
Kondisi ini menimbulkan tanya di kalangan honorer K2. Bagi mereka ini trik pemerintah untuk mengulur-ulur nasih honorer K2.
"Ini aturan teraneh di dunia. Dua Perpres harusnya satu tempat tetapi ini tidak. Yang satu sudah keluar. Yang satu menguap. Entah mau sampai kapan seperti ini," keluh Ketum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih.
Bagi Titi, sangat aneh bila pemerintah menunda pengangkatan PPPK lantaran negara kesulitan dana.
Sebab, untuk Kartu Prakerja yang tadinya dianggarkan 5 jutaan, kini melonjak tajam akibat pandemi Covid-19 hingga belasan juta orang, bisa pemerintah siapkan dananya.
Sebaliknya untuk 51 ribu PPPK, pemerintah malah kesulitan padahal nyata-nyata sudah dianggarkan dalam APBN/APBD.
"Alokasi gaji dan tunjangan PPPK sudah ada anggaran dan aturannya, kenapa jadi enggak bisa? Ini yang menurut saya aneh. Bukan saya enggak mau ngerti tentang sikon sekarang tetapi ini juga masalah kemanusiaan, masalah perut juga. Apa mau nunggu pada mati semua karena enggak bisa makan, baru percaya kalau kami benar-benar kelaparan," beber Titi.
Saat ini, 51 ribu PPPK dan 397 ribu honorer K2 hanya bisa berdoa memohon kepada Allah SWT agar wabah corona ini segera berakhir.
Titi mengaku tidak bisa membayangkan kalau sampai bulan depan benar-benar tidak gajian, teman-temannya mau bagaimana untuk menopang kehidupan sehari-harinya.
Sekarang saja sudah banyak yang tidak tahan dengan sikon ini. Mereka sudah empat bulan tidak digaji dan bisa-bisa kelaparan kalau Perpres gaji tidak terbit-terbit.
Sebab, ada yang suami istri bekerja sebagai honorer dan tidak digaji lagi karena sudah lulus PPPK.
Semua itu yang bikin Titi terbebani karena dalam masa pandemi ini mereka hanya bisa di rumah, tidak digaji, dan entah mau makan ambil dari mana uangnya.
"Saya yakin pemerintah kalau peduli nasib kami, bisa membahas masalah Perpresnya secara virtual dan bisa cepat prosesnya. Semoga juga dananya belum dipakai buat Covid-19," harapnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad