jpnn.com, JAKARTA - Status 51 ribu PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang belum diangkat, membuat honorer K2 getol menyuarakan tuntutan agar diangkat menjadi PNS.
Mereka pun menyalahkan honorer K2 yang sudah mengikuti tes PPPK pada Februari 2019.
BACA JUGA: Komisi X DPR Mendesak Mendikbud Percepat Pengangkatan PPPK
"Sampai hari ini saya masih mendapatkan pesan WhatsApp yang isinya menyudutkan saya karena ikut tes PPPK. Saya dinilai memecah belah honorer K2," kata Ketum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih kepada JPNN.com, Senin (31/8).
Bahkan lanjut Titi, pesan-pesan yang masuk ke ponselnya menyalahkan dirinya karena menganggap PPPK merugikan honorer K2.
BACA JUGA: Honorer K2 Tua, Maaf, Mungkin Anda tak Suka Kabar Ini
Mereka menganggap PPPK statusnya kontrak sehingga sewaktu-waktu bisa ditendang.
"Katanya PPPK itu bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi pegawai kontrak, yang bisa diputus sewaktu-waktu, tidak dapat kenaikan pangkat, promosi karier, mutasi dan tunjangan hari tua. Itu sebabnya mereka menentang PPPK dan anggap saya yang paling bersalah karena telah menerima PPPK," tutur guru di salah satu Sekolah Dasar negeri di Kabupaten Banjarnegara ini
BACA JUGA: Pesan Serius Ketum Korpri: PNS Jangan Takut
Kadang Titi mengaku waswas karena pesan-pesan yang masuk sering memaki-maki dirinya.
Mendapat pesan WhatsApp seperti itu, Titi memilih tidak menghiraukannya.
"Percuma saya meladeni mereka. Menjelaskan berbusa-busa juga tidak akan didengar karena sudah terdoktrin kalau PPPK itu hanya kontrak dan menganggap bodoh yang pada ikut PPPK," tuturnya.
Dia hanya berharap, honorer K2 sadar dan bisa lebih realistis.
Kalau mau ngotot jadi PNS apakah ada peluang ke sana. Yang sudah jadi PNS saja dialihan jadi tenaga fungsional.
"PNS yang kerja di pemda dan belum S1 harus lanjut kuliah S1. Mungkin ini karena PNS tenaga administrasi rerata lulusan SMA mau dialihkan ke jabatan fungsional jadi pendidikannya harus sarjana. Yang begini ini kan fakta, bahwa sekarang itu jadi PNS itu susah," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad