PERIODE kedua Yudhoyono diawali dengan kesangsian publik atas dua halPertama, tentang kejujuran KPU (Pemilu) meliputi (korupsi) pengadaan sistem teknologi informasi (TI) hingga mekanisme penghitungan suaranya yang sangat janggal.
Kedua, terciumnya bailout Bank Century sebagai skandal keuangan negara terbesar di era reformasi, yang mendorong munculnya nama Boediono ke pentas politik nasional
BACA JUGA: KPK: Pertarungan Abraham vs Raja Namrud
Kita tahu, Gubernur BI (waktu itu) Boediono ,“si pengucur” uang negara Rp 6,7 triliun yang seolah-olah dialirkan guna menalangi kebangkrutan Bank Century, kemudian menyingkirkan kandidat lain sebagai Wakil Presiden bagi Yudhoyono.Kejujuran KPU dalam Pemilu 2009 dan kesangsian banyak orang akan kemenangan 60,28 persen pasangan Yudhoyono-Boediono, yang diberitakan dengan gencar oleh beberapa lambaga survei dalam versi quick-count (hitungan cepat) sejak 10 Juli 2009, terkubur dalam serpihan bangunan hotel JW Marriott dan Ritz Carlton yang dibom pada 17 Juli 2009.
Niat Ketua KPK (saat itu) Antasari Azhar membongkar skandal TI di KPU pun kandas, karena yang bersangkutan sejak awal Mei 2009 dijebloskan ke penjara lewat rekayasa kasus pembunuhan Nasrudin
BACA JUGA: Arroyo Bukan Yudhoyono
Andi Nurpati, petinggi KPU (2009) itu kini jadi orang penting di Partai Demokrat milik Presiden Yudhoyono.Skandal rekayasa bailout Bank Century yang secara kasat mata digelapkan di institusi penegak hukum (Polri, Kejaksaan, KPK) membuat para analis asing menyebutnya dengan “The Dark of Century”, abad kegelapan
Korupsi dan gaya hidup bermewah-mewah menjadi tren di lingkaran pusat kekuasaan
BACA JUGA: Pelajaran Semakin Dekat
Para menteri yang korup dan sudah diberkas di KPK dipertahankanSementara kemiskinan, pengangguran, pelanggaran HAM, malah dibiarkan.Indonesia memang sedang memasuki Abad Kegelapan (Dark Century)Persoalan demi persoalan muncul dan mencuat silih bergantiRakyat makin melaratPara pejabat makin keparatKita bingung dibuatnyaSiapa dalang dari semua bencana ini? Di mana sumber segala masalah ini? Dalam gelap, kita hanya bisa meraba-raba.
Dalam kegelapan yang merisaukan kita akan keberlangsungan NKRI sebagai sebuah negara-bangsa, menjelang matahari tenggelam pada Rabu 7 Desember, sekonyong-konyong mencuat cahaya menyilaukanDalam bahasa Batak, cahaya adalah “Sondang”.
Tapi dia memang SondangAktivis mahasiswa semester akhir Universitas Bung Karno ini setiap hari bergelut dengan kemiskinan dan ketidakadilan rezimTak ada keraguan untuk ituKarena dia anak sopir angkutan miskin yang tinggal di pinggiran Bekasi.
Menjelang hari gelap, ia melangkah tegap dengan semangat meluap-luap, menuju titik persoalan bangsaLalu dengan kesadaran dan keikhlasan yang total, di depan Istana Negara, Sondang menyalakan dirinyaApi berkobar pada sekujur tubuhnya: Sondang memancarkan cahaya…!
Sondang berpulang menuju Sumber Segala Cahaya ketika para sahabatnya dalam Himpunan Advokasi dan Studi Marhaenis Muda untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia (Hammurabi) memperingati Hari HAM 10 DesemberRuh Sondang telah mengisi jiwa generasi muda yang mati dan tak peduli nasib bangsanya.
Lalu di depan Istana itu, di tempat Sondang menyalakan dirinya dengan “api kemarahan”, menjadi “Titik Api nan tak kunjung padam”Memancarkan cahaya senantiasaMenjadi pedoman bersama seluruh elemen pergerakan, elemen mahasiswa, elemen masyarakat, dalam melangkah menuju titik persoalan bangsa.
Di “Titik Api” itu setiap hari kini orang berkumpulKarena di situlah kita akan mulai mengurai benang kusut negeri kita.
Sondang! Cahaya! Horas! [***]
BACA ARTIKEL LAINNYA... Corrupt Sea Games
Redaktur : Tim Redaksi