jpnn.com, JAKARTA - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan istilah Muslim Cyber Army (MCA) bukan berasal dari polisi.
Dia menegaskan, istilah MCA muncul dari hasil investigasi karena kelompok tersebutlah yang menamakan diri mereka seperti itu.
BACA JUGA: Habib Aboe Cecar Kapolri soal MCA dan Penyerangan Ulama
“Ini istilah bukan dari polisi,” tegas Tito saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/3).
Karena itu, Tito kembali menegaskan bahwa bukan Polri yang membuat istilah seperti itu. Dia memahami bahwa bahasa atau penyebutan ini membuat banyak pihak tidak nyaman terutama umat muslim.
BACA JUGA: Kerahkan 1.107.310 Personel demi Amankan Pilkada Serentak
“Bagi warga muslim tidak nyaman. Bagi saya yang muslim tidak nyaman,” kata mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua ini.
“Karena kita paham di dalam ajaran agama Islam sebagaimana disampaikan para tokoh yang viral bahwa menyebar hoaks tidak sesuai ajaran Islam. Tapi apa mau dikata, kadang-kadang istilah itu dipakai untuk menarik yang lain,” tambah Tito.
BACA JUGA: Polri dan Menkopolhukam Satu Suara untuk Soal Ini
Dia menambahkan sebelumnya sudah banyak yang mengatasnamakan istilah seperti itu. Tito mencontohkan, pasca-peristiwa bom Bali, ketika mengungkap pelakunya polisi menemukan dokumen-dokumen yang menyebut mereka kelompok Al Jemaah Al Islamiyah.
Menurut Tito, ini dibuktikan dari dokumen Pedoman Umum Perjuangan Jemaah Islamiyah (PUPJI).
“Kemudian keluar dari pengakuan para tersangka yang mungkin lebih dari 1000 yang mungkin sekarang ini sudah diproses hukum bahkan ada yang sudah keluar (mereka) menggunakan bahasa itu dan di dalam banyak tulisan ada seperti itu,” katanya.
Nah, kata Tito, umat Islam tentu tidak nyaman dengan penggunaan bahasa-bahasa atau istilah seperti itu. Namun, ujar Tito, apakah kemudian harus menyalahkan polisinya menggunakan bahasa seperti itu.
“Tidak, pendapat saya karena polisi hanya menyampaikan faktanya,” jelasnya.
Dia mengatakan kasus MCA tersebut akan dibawa ke persidangan. Nah, di persidangan nanti semua akan sangat terbuka apakah akan keluar bahasa seperti itu. Sebab, ujar Tito, apa yang disampaikan polisi harus sesuai dengan fakta.
“Kalau polisi mengganti nama, justru itu merekayasa, dan itu tidak boleh,” tegasnya.
Lebih lanjut Tito menambahkan supaya tidak menimbulkan ketidaknyamanan, dia sudah menyampaikan dalam video conference dengan jajaran kepolisian agar tidak lagi menggunakan bahasa Muslim Cyber Army.
“Tapi, MCA. Itu akan lebih soft. Di samping itu membuat publik lebih nyaman,” katanya.
Anggota Komisi III DPR Daeng Muhammad mengatakan isu MCA ini perlu penekanan. Dia mengatakan, saat turun ke daerah pemilihannya di Jawa Barat, banyak aspirasi dari masyarakat agar mempertanyakan persoalan ini.
“Pak Daeng sampaikan karena bapak kan Komisi III, kenapa kalau sebelah enggak cepet, enggak rame, kalau Muslim cepat banget, rame. Di mana muslim yang ajarkan hoaks? Di mana muslim yang ajarkan fitnah? Jangan-jangan pakai muslim menyudutkan kita. Saya apresiasi ketika baca kemarin soal statement Wakapolri jadi tidak boleh lagi institusi polri menyebut kasus (MCA) ini adalah muslim,” kata Daeng dalam rapat tersebut.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MCA Terungkap, Hoaks Serang Pemerintah Berkurang
Redaktur & Reporter : Boy