Tjahjo: Pemimpin Harus Menyatu dengan Rakyat

Sabtu, 05 September 2015 – 23:24 WIB
FOTO: JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA -  Lebih dari seribu masyarakat se-Jabodetabek mulai memenuhi Tugu Proklamasi, Sabtu (5/9) sejak pukul 21.00 WIB. Mereka datang guna menyaksikan pagelaran wayang kulit yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rangka memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia ke-70.

Menariknya, meski pagelaran disampaikan dalam bahasa Jawa, sejumlah warga negara asing (WNA) juga terlihat begitu antusias menonton. Apalagi, lakon yang disampaikan Dalang Ki Manteb Soedharsono, Ni Wulan Anjaningrat maupun Ki Purbo Asmoro, diterjemahkan langsung pada sebuah layar besar yang dipajang persis di sebelah kanan panggung.

BACA JUGA: Mbak Puan Puji Keberhasilan Tiongkok Bangun Karakter Rakyat

Selain di barisan penonton, persis di belakang para dalang yang membawakan lakon, juga terlihat dua wanita berkewarganegaraan asing. Mengenakan sanggul dan kebaya berwarna merah, keduanya terlihat fasih menyindenkan tembang-tembang berbahasa Jawa bersama sejumlah pesinden lainnya.‎‎

Menurut Mendagri, pada pagelaran kali ini menghadirkan kisah Mahabharata di Negara Wirata. Di mana diceritakan Pandawa hidup membaur bersama wong cilik, setelah sebelumnya kalah dadu dengan Kurawa. 

BACA JUGA: Darurat Asap, TNI-Polri, Diminta Bantu "Keroyok" Api

Mereka harus menjalani hukuman hidup di hutan yang jauh dari keramaian selama 12 tahun. Ditambah sembunyi di kota besar tanpa diketahui Kurawa selama setahun. Tepatnya di Negara Wirata atau negeri kakek moyang mereka.

“Puntodewo menjadi tukang sapu pasar Dwijokangko, Bima menjadi tukang potong hewan bernama Jagal Abilowo, Arjuna sebagai guru tari bernama Kandi Wrahatnolo dan kembar berbaur menjadi tukang kebun dan tukang penggembala sapi,” ujar Tjahjo.

BACA JUGA: Anang: Saya Dipanggil Pulang Kampung, Mohon Doa Restunya

Suatu malam, Negara Wirata menurut Tjahjo, dalam keadaan genting. Tahta Prabu Matswapati dalam ancaman dari dalam dan dari luar. Kencaka, Rupakencaka dan Rajamala adik sang prabu, bermaksud menduduki tahta keprabon. Sementara ancaman dari luar, Duryudana bersatu dengan Negara Trigarta juga bermaksud merebut Wirata dengan peperangan.

“Pandawa menyatu dengan rakyat Wirata, berjuang bersama wong cilik. Semuanya dijalani dengan hati-hati dan penuh rasa tanggungjawab,” ujar Tjahjo.

Diceritakan, Kencaka, Rupakenca dan Rajamala mati oleh Bilawa. Sementara Kurawa bersama sekutunya dapat dipukul mundur oleh Pandawa, tidak satupun Kurawa mengetahui identitas sejati Pandawa.

“Wirata kembali dalam kondisi aman, tentram dan terkendali. Pandawa selesai menjalani hukuman. Akhirnya Pandawa meraih kemenangan sejati, karena menyatu dengan rakyatnya,” ujar Tjahjo.(gir/jpnn)‎

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anang: Jika Penyalahguna Narkoba Direhab, Bandar Menangis Meratap-Ratap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler