BACA JUGA: Ke Darul Uloom Zakariyya, Pesantren Multibangsa di Johannesburg
Untuk mengenang jasa besar Tjong A Fie, sebuah museum didirikan.-----------------------------
IGNA A., Medan
-----------------------------
Rumah Tjong A Fie di kawasan Jalan Ahmad Yani (Kesawan) cukup familier bagi warga Medan
BACA JUGA: Video Mesum Mirip Ariel-Luna-Cut Tary Sampai ke Afrika Selatan
Para agen perjalanan di Medan kerap memasukkan rumah pendatang dari Guandong, Tiongkok, tersebut dalam paket tur wisata kotaTerlepas dari sosok Tjong A Fie yang melegenda di Medan, rumah tinggal pengusaha yang sering membantu Pemerintah Kota Medan tempo dulu itu memang masih megah dan terawat dengan baik
BACA JUGA: Johannes Maria, Pastor yang Berjuang Menghidupi Museum Nias
Kompleks rumah tersebut dibangun di atas areal seluas 6.000 meter persegiLuas bangunannya 5.000 meter persegiRumah berlantai dua dengan model art deco tersebut memiliki 40 ruangBangunan itu merupakan perpaduan tiga budaya, yakni Tiongkok, Melayu, dan EropaAroma Eropa begitu terasa dari besi-besi kolom yang kukuh dan besar, khas bangunan BelandaCita rasa Tiongkok tampak pada ukiran kayunyaLalu, nuansa Melayu terlihat dari warna kuning menyala yang dominan
Rumah Tjong A Fie merupakan satu di antara ratusan bangunan di Jalan Ahmad Yani yang menyimpan cerita sejarah penting Kota MedanDi sepanjang jalan 500-an meter itu juga berdiri kantor perkebunan (bangunan modern pertama di Medan), penerbitan, dan bankSelain itu, ada restoran serta pertokoanPada awal abad ke-20, kawasan Kesawan sudah menjadi pusat perekonomian kota yang ramai
Rumah mewah tersebut dulu menjadi tempat tinggal keluarga besar Tjong A FieYakni, Tjong A Fie beserta istri (ketiga) Lim Koei Yap dan tujuh anaknyaSampai sekarang, rumah itu masih ditinggali Fon Prawira, cucu Tjong A Fie dari anak keempatnya, Ching Kweet LeongSejak 18 Juni 2009, rumah besar itu diresmikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute dan dikenal juga dengan nama Tjong A Fie MansionPembukaan Tjong A Fie Memorial Institute bertepatan dengan peringatan ulang tahun ke-150 Tjong A Fie
"Kami ingin rumah itu jadi museum hidup untuk mengenang leluhur kami," ujar Fon Prawira, sang penggagas, ketika ditemui Jawa Pos pekan lalu.
Keluarga Tjong A Fie pindah ke Denmark pada 1921 dan baru kembali ke Indonesia pada 1930Selama sembilan tahun itu, rumah tersebut dibiarkan kosongSemula, anak-anak Tjong A Fie kembali mendiami rumah ituNamun, tinggal keluarga Fon Prawira yang bertahan di sana hingga kini
Rumah fantastis Tjong A Fie itu memang mengundang banyak investor yang bermaksud membelinyaTak sedikit yang mengajukan penawaran untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat komersialMisalnya, ada yang ingin mengubahnya menjadi rumah makanAda juga yang berniat menjadikannya hotel atau penginapan, mengingat rumah tersebut mempunyai banyak kamar.
Fon menyatakan pernah tergoda untuk menerima tawaran menggiurkan ituNamun, setelah berpikir panjang dan bermusyawarah dengan keluarga besar Tjong A Fie, Fon tak rela melepasnya"Saya berpikir jangka panjang mengenai kondisi bangunan itu," ungkap dia.
Fon tidak ingin terjebak pada kenikmatan sesaat dengan menerima tawaran investor, tapi kemudian bangunan peninggalan kakeknya itu rusak dan berubah fungsiSebab, bila investor masuk, sangat mungkin bangunan tersebut dirombak di sana siniPadahal, dia mendapatkan amanat untuk melestarikan rumah keluarga Tjong A Fie itu.
"Kalau sudah jatuh ke investor, rumah tersebut bisa kehilangan jati diri sebagai rumah pusakaPadahal, rumah itu menyimpan sejarah penting, tidak hanya bagi keluarga besar kami, tetapi juga Kota Medan," ungkap direktur PT Mitra Nabati Nusantara tersebut.
Sebagai bagian dari sejarah Kota Medan, keluarga Fon menyadari bahwa masyarakat kota itu juga berhak tahu lebih jauh tentang rumah salah seorang paling berpengaruh di Medan pada zamannya tersebutDari gagasan itulah, muncul ide untuk menjadikan rumah tersebut sebagai museumApalagi, banyak peninggalan Tjong A Fie yang tersimpan dengan baik di dalam rumah itu"Sayang kalau tidak dimanfaatkanApalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah cukup tua, lebih dari seabad," tutur dia.
Lantaran masih ditinggali ahli waris, rumah itu dikonsep Fon sebagai the living museum atau museum hidupKonsep tersebut, papar dia, terinspirasi Museum Picasso di Barcelona, SpanyolDengan konsep itu, museum tak sekadar memajang benda-benda peninggalanNamun, pengunjung bisa melihat secara langsung kehidupan pemilik museum yang masih tinggal di situKonsep semacam itu juga diadopsi Museum Affandi di JogjakartaSelain menyimpan karya-karya sang maestro, museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.
Fon dan keluarga memang menempati sebagian dari bangunan yang dijadikan museum tersebutMuseum dan tempat tinggal keluarga Fon hanya dipisahkan oleh sebuah pintu kayuSuasana museum memang sangat hommy, layaknya sebuah hunian biasaAroma "rumah" itu tampak dari kegiatan perawatan rumah yang berlangsung seperti biasa di tengah hilir mudik pengunjungTukang kebun menyapu bagian belakang rumahDi bagian lain, seorang pembantu membersihkan kaca jendelaDi bagian tengah ruang, disediakan kursi dengan meja untuk tempat pengunjung bersantai dan menikmati suasana rumah
Fon menyatakan perlu kerja keras untuk menyulap rumah megah itu menjadi museumSetidaknya, Fon harus melakukan riset terlebih dahulu mengenai sosok kakeknya, Tjong A FieDia sampai perlu berburu arsip mengenai mendiang kakeknya hingga Institut Tropis di Belanda"Untung, orang-orang di Belanda sangat welcomeMereka tak keberatan memberikan sebagian dokumen tentang kakek kepada saya," ucap dia.
Museum itu berisi koleksi pribadi Tjong A Fie"Tapi, itu baru seperempat sajaYang lain masih banyakSebagian dibawa anak-anak Tjong A Fie lainnya," katanya.
Untuk keperluan museum, Fon mempekerjakan empat guideMereka bertugas mengawal tamu yang datang dan menjelaskan sejarah Tjong A Fie, barang-barang koleksi, hingga ruang-ruang di museum tersebutSri Wahyuni merupakan salah seorang di antara empat guide yang bekerja di museum keluarga ituHampir setahun bekerja, dia sudah sangat mahir menjelaskan setiap detail kediaman Tjong A FieBahkan, soal asal usul ukiran di perabot museum itu, Yuni mengerti betul
"Lemari tersebut dipesan di YunaniBisa dilihat dari ukirannya yang melambangkan Dewa Zeus," jelas Yuni kepada para tamu yang bertanya mengenai lemari antik di kamar tidur Tjong A Fie
Ke depan, Fon ingin menjadikan Tjong A Fie Institute sebagai bangunan tiga dimensiTak hanya menampilkan sejarah serta isi rumah, tetapi juga menyuguhkan aneka hasil budaya peranakanSebab, Lim Koei Yap, istri ketiga Tjong A Fie, merupakan orang Tiongkok peranakan dari Timbang Langkat, Binjai
"Misalnya, nanti kami menyuguhkan aneka penganan khas Tiongkok peranakan," terang Fon. (*/c11/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eko Ramaditya Adikara, Tunanetra Kreator Musik Nintendo
Redaktur : Tim Redaksi