jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR Masinton Pasaribu mengatakan kasus kerja paksa yang dialami salah satu tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Malaysia sungguh di luar nalar kemanusiaan dan biadab.
Menurut dia, TKI itu dipekerjakan tanpa gaji selama sembilan tahun, bekerja hingga 15 jam sehari, tanpa libur, bahkan mengalami kekerasan fisik oleh majikannya.
BACA JUGA: Masinton Mendatangi Pengadilan Tipikor, Beri Dukungan Morel kepada Azis Syamsuddin
Ironisnya lagi, kata Masinton, tuduhan perdagangan orang, kerja paksa, dan penganiayaan yang disidangkan di Pengadilan Kota Bharu, Negara Bagian Kelantan, Malaysia, memutuskan sang majikan bebas.
Politikus PDI Perjuangan itu mengaku menghormati kedaulatan hukum Malaysia.
BACA JUGA: Tidak Ada Koordinasi, TNI AL Sentil BP2MI soal Hasil Investigasi PMI Ilegal
Namun, ujar dia, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, Malaysia, harus bergerak proaktif melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap TKI yang tengah berjuang memperoleh keadilan.
"Jangan biarkan TKI, yang menjadi korban semena-mena oleh majikannya, berjuang sendirian. Negara harus hadir melakukan upaya hukum banding sesuai dengan mekanisme hukum dan perundang-undangan negara Malaysia," kata Masinton dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (20/2).
BACA JUGA: Anak Buah Irjen Daniel Tangkap 2 Warga Malaysia Kurir Narkoba Seberat 30,72 Kg
Dia meminta pemerintah hadir dan wajib membela hak para pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri.
"Negara harus benar-benar hadir membela hak-hak warga negara Indonesia, yang menjadi pekerja migran di luar negeri, di negara mana pun mereka berada dan bekerja," kata Masinton.
Dia mengingatkan bahwa masih ada praktik buruk perilaku majikan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Indonesia harus bersikap tegas menunda kesepakatan pengiriman TKI ke Malaysia.
"Malaysia sedang menjadi sorotan internasional dalam kasus kerja paksa dalam bentuk tidak membayar gaji, penahanan dokumen, larangan berkomunikasi; tidak hanya di sektor rumah tangga, tetapi juga di sektor lain seperti perkebunan dan manufaktur," jelasnya.
Masinton mencontohkan Filipina yang mampu bernegosiasi dengan negara tujuan pekerja migran, dalam hal perlindungan dan hak-hak yang akan diperoleh warganya ketika akan bekerja di luar negeri.
Kedubes Filipina di berbagai negara merespons dan bertindak cepat memberikan perlindungan terhadap warga negaranya yang menjadi korban.
Masinton menyatakan Pasal 28A UUD NRI 1945 sangat jelas menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Oleh karena itu, lanjut dia, dapat dikatakan Indonesia wajib melindungi hak hidup serta hak mempertahankan hidup dan kehidupan segenap warga negara Indonesia.
"Tidak ada pengecualian, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Indonesia," ujar Masinton Pasaribu. (antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Boy