TKI Satinah Selamat dari Hukuman Pancung

Pemerintah Bayar Diat Rp 21 M, Secepatnya Pulang

Jumat, 04 April 2014 – 06:00 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Setelah mengalami proses yang alot, pemerintah Indonesia akhirnya memenuhi ketentuan hukum Arab Saudi untuk menyelamatkan TKI Satinah dari hukuman pancung. Pemerintah sepakat memenuhi permintaan uang darah (diat) yang disyaratkan pihak korban, yakni keluarga majikan Satinah, sebesar 7 juta riyal atau sekitar Rp 21 miliar. Diharapkan setelah menjalani pengadilan umum, TKI dari Ungaran, Jawa Tengah, itu bisa segera pulang ke kampung halaman.

Menko Polhukam Djoko Suyanto menuturkan, keputusan pemerintah itu diambil melalui rapat terbatas kabinet. “Sampai tadi malam (Rabu malam, Red) kita sepakat memenuhi tuntutan keluarga (majikan Satinah),” ujar Djoko dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Kamis (3/4). Rapat terbatas kemarin dipimpin Djoko dan dihadiri Gatot Abdullah Mansyur

BACA JUGA: Gerindra Merasa Diserang Abraham Samad

Dia adalah kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Hadir pula Menlu Marty Natalegawa dan Menakertrans Muhaimin Iskandar.

Djoko memaparkan, tim pemerintah untuk kasus TKI Satinah yang dipimpin Maftuh Basyuni menemui Gubernur Provinsi Qassim, Arab Saudi, Pangeran Bandar bin Abdul Aziz Al Saud dan keluarga majikan Satinah. Pertemuan itu dilakukan untuk memberikan diat yang telah disepakati. “Tim ke Provinsi Qassim, memenuhi komitmen yang mereka tawarkan beberapa waktu lalu,” paparnya.

BACA JUGA: Distribusi Beras Miskin Carut Marut

Apakah pembayaran diat itu memastikan Satinah bisa segera bebas? Kepala BNP2TKI Gatot Abdullah Mansyur mengungkapkan, pembebasan Satinah masih tersangkut masalah teknis. Pada dasarnya, pemerintah sudah menyanggupi untuk membayar 7 juta riyal atau Rp 21 miliar.

Namun, yang baru didepositkan ke pihak Arab Saudi 5 juta riyal. Sedangkan kekurangan 2 juta riyal masih harus ditransfer. Proses itulah yang membutuhkan waktu.

BACA JUGA: Bank Century Sudah Bermasalah Sejak Berdiri

“Kita tunggu dua hari lagi lah. Kan ada proses ke bank. Intinya, pemerintah sudah memenuhi tuntutan. Soal transfer, nanti tim yang akan menjelaskan ke keluarga korban,” ujarnya kemarin. Artinya, lanjut Gatot, persoalan Satinah belum benar-benar tuntas sampai ada lampu hijau dari keluarga korban untuk menunggu sisa uang diat tiba di tanah Arab.

Gatot juga menjelaskan, setelah uang diat Satinah dibayarkan, masih akan ada dua sidang lagi yang perlu dijalani. Pertama, sidang untuk mengonfirmasi atau menyelesaikan sidang lunas. Sedangkan sidang lainnya adalah sidang hak umum.

“Tadi itu kan hak khusus antarkeluarga. Nah, ini hak umum dengan pemerintah. Biasanya kalau hukuman mati qisas gitu itu, lima tahun saja hukumannya. Nah, karena Satinah telah dihukum tujuh tahun, jadi bayangan saya langsung bebas. Dipotong tahanan, ya sudah bebas,” katanya.

Setelah disahkan pengadilan umum, KBRI segera membuat dokumen agar Satinah bisa segera pulang ke Indonesia. "Jadi, ini hanya menunggu sidang saja," imbuhnya. "Tim juga mengusahakan akan pulang bersama Satinah, doakan saja agar bisa lebih cepat," ujarnya.

Seperti diberitakan, Satinah binti Jumadi Ahmad, 45, warga Ungaran, Jawa Tengah, telah dijatuhi hukuman mati di Qassim setelah terbukti bersalah membunuh majikannya, Nura Al Gharib, di Buraidah pada 2007. Dia pun melarikan diri dengan membawa 37.970 riyal. Keluarga almarhumah pada awalnya menuntut diat sebesar 10 juta riyal pada 2011, tetapi pemerintah Indonesia berhasil bernegosiasi dan mengurangi jumlah diat menjadi 7 juta riyal.

Djoko menuturkan, kasus TKI Satinah tersebut menjadi pembelajaran bagi pemerintah. Dia mengatakan, ke depan harus ada penetapan standar dana yang disiapkan dari APBN untuk melindungi TKI. Di samping itu, pemerintah berniat membentuk suatu lembaga atau badan yang khusus mengurus penggalangan dana dari masyarakat. "Sehingga nantinya itu terkontrol. Sebab, tidak mungkin APBN hanya difokuskan pada pembayaran diat," ucap dia.

Namun, Djoko menegaskan, pemerintah akan mengupayakan secara maksimal dari APBN jika TKI yang bersangkutan tidak bersalah. Dia juga merasa perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dalam hal ini Satinah memang dinyatakan bersalah karena membunuh dan mencuri. Satinah sendiri mengakui tindak pidana yang dilakukannya tersebut.

Terpisah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli isu buruh migran, Migrant Care, menyatakan turut berbahagia atas pernyataan Menko Polhukam Djoko Suyanto mengenai telah dibayarnya diat Satinah kemarin. Analis Migrant Care Wahyu Susilo yang saat dihubungi berada di Semarang mengatakan, kabar gembira tersebut telah disampaikan pihaknya secara langsung kepada anak dan keluarga Satinah di Ungaran. “Telah kami sampaikan kabar tersebut,” tutur Wahyu.

Sementara itu, dari Semarang, Jawa Pos Radar Semarang melaporkan, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah bersama artis Melanie Subono dan istri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Siti Atiqoh Ganjar Pranowo, mengunjungi rumah keluarga Satinah di Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, kemarin.

Kedatangan mereka disambut langsung oleh putri semata wayang Satinah, Nur Afriana, dan kakak Satinah, Paeri Al Feri. Mereka berbincang dan berdiskusi kurang lebih dua jam tentang Satinah yang belum juga ada kabarnya dari Kementerian Luar Negeri. Melanie bahkan menemani Afriana di dapur untuk menyiapkan makan siang.

Pada kesempatan itu Afriana dan Paeri mengucapkan terima kasih atas upaya penggalangan dana solidaritas untuk Satinah dari Migrant Care bersama Pemprov Jateng. “Terima kasih, mudah-mudahan menghasilkan yang terbaik,” ungkap Paeri. (ken/mia/tyo/JPNN/c11/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PDIP Dukung KPK Selidiki Pengakuan soal Uang ke Rano


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler