Toilet & Erick Thohir

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sabtu, 27 November 2021 – 16:17 WIB
Salah seorang petugas kebersihan di rest area membersihkan toilet. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com - Toilet menjadi perbincangan ramai setelah Menteri BUMN Erick Thohir meminta seluruh SPBU menggratiskan biaya Rp 2.000. Toilet menjadi isu lagi setelah pimpinan buruh Said Iqbal mengatakan bahwa kenaikan upah minimum buruh tidak cukup untuk bayar toilet sekali masuk.

Said Iqbal sedang melakukan orasi. Karena itu bahasa yang dipakainya adalah bahasa orator. Kenaikan UMK di Jakarta adalah sebesar Rp 37 ribu. Namun, Iqbal menghitungnya per hari sehingga ketemu angka Rp 1.500, yang artinya lebih mahal dari biaya masuk toilet.

BACA JUGA: Erick Thohir Jelaskan Maksud Soal Toilet Gratis di SPBU Pertamina

Tidak ada yang gratis di Indonesia. Bahkan masuk ponten pun harus bayar. Begitu kata banyak orang yang komplain soal pelayanan umum di Indonesia.

Di tempat-tempat umum seperti mal dan tempat perbelanjaan, masuk toilet harus siap-siap bayar. Di pasar, terminal, tempat istirahat jalan tol, lokasi piknik, harus siap-siap uang kecil untuk masuk ke toilet.

BACA JUGA: Erick Thohir Minta Toilet di SPBU Gratis, BEM Nusantara: Kebersihannya Harus Dijaga

Pelayanan publik yang paling dasar seperti ponten dan toilet umum tidak tersedia secara memadai di Indonesia. Kalau ada toilet umum gratis di lokasi-lokasi tertentu, biasanya, perawatannya di bawah standar. Tidak tersedia air yang cukup, dan harus siap-siap menutup hidung dan menahan napas kalau terpaksa harus masuk toilet umum gratisan.

Kebutuhan buang hajat yang tidak bisa ditahan, menjadi peluang bisnis karena menimbulkan high demand. Hukum pasar demand and supply pun berlaku. Ada kebutuhan, ada pasokan. Makin tinggi kebutuhan, makin tinggi harga pasokan.

BACA JUGA: Erick Thohir & Toilet Gratis di SPBU, Sentilan Arief Poyuono Menohok

Makin tinggi kebutuhan akan membuat makin elastisitas biaya pasokan. Ketika Anda sudah kebelet tidak mungkin ada tawar-menawar, misalnya tanya berapa biaya sekali masuk, atau minta diskon.

Toilet adalah layanan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Setiap orang bisa punya hajat setiap saat, di setiap tempat, tanpa bisa direncanakan atau ditahan. Karena itu kebutuhan tempat buang hajat seperti toilet termasuk kebutuhan publik yang ensensial.

Dalam hal ini toilet masuk dalam kategori ‘’public goods’’, barang publik yang seharusnya disediakan bagi publik secara gratis. Public goods tidak boleh diperjualbelikan, dan seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk menyediakan dan mengelolanya.

Jalan raya, jalan tol, jembatan, terowongan, semuanya masuk dalam kategori public goods dan karena itu seyogyanya gratis. Meskipun fasilitas itu dibangun dari hasil mengutang, tidak ada justifikasi yang memberi legitimasi kepada negara untuk mengutip biaya dari rakyat untuk penggunaan public good.

Barang publik adalah barang yang ketika anda gunakan tidak mengurangi ketersediaannya bagi orang lain. Anda juga tidak dapat mencegah orang lain untuk menggunakan dan mendapatkan manfaat dari barang publik. Penyediaan air bersih, udara yang bebas dari polisi, lampu jalan, pengendalian banjir, dan layanan birokrasi adalah bagian dari public goods.

Mempergunakan public goods secara gratis adalah bagian dari upaya menyejahterakan rakyat. Mempergunakan jalan secara gratis akan membuat rakyat sejahtera karena kebutuhannya dicukupi secara nir-biaya alias gratis.

Mempergunakan toilet secara gratis pun bagian dari hidup yang sejahtera, karena kebutuhan paling mendasar bisa dipenuhi secara percuma.

Begitulah seharusnya kondisi hidup di negara yang menganut prinsip ‘’welfare state’’ atau negara kesejahteraan. Pemerintah menyiapkan fasilitas barang dan jasa untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya.

Negara tidak mengutip rakyat untuk penggunaan barang dan jasa yang esensial. Negara tidak boleh mencari keuntungan dari layanan yang diberikan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh berbinis dengan rakyatnya, misalnya pura-pura menyediakan layanan--seperti seperti tes PCR—tetapi diam-diam mengeruk untung besar dari transaksi itu.

Negara yang melakukan bisnis dengan rakyat masuk dalam kategori ‘’merchant state’’ yang berbalikan dengan ‘’welfare state’’. Merchant state adalah negara dagang, yang memberikan layanan kepada rakyat berdasarkan hitung-hitungan untung rugi.

Negara mencari pinjaman untuk membangun public goods, tetapi ternyata publik harus menanggung utang negara dengan membayar jasa public goods yang disediakan oleh negara.

Ada juga yang mengategorikan fasilitas publik sebagai ‘’quasi public goods’’, atau barang publik semu, yang merupakan gabungan antara barang publik dan barang pribadi. Sampai titik tertentu, penggunaan barang atau jasa tidak akan mengurangi ketersediaan bagi orang lain.

Barang pribadi, private goods, akan berkurang ketersediaannya ketika dipakai orang lain. Karena itu individu harus menyediakan untuk kepentingan sendiri. Public goods maupun quasi public goods, tidak akan berkurang ketersediaannya meskipun dipakai banyak orang.

Pemerintah biasanya menyediakan barang-barang publik. Sektor swasta enggan memasoknya karena tidak menguntungkan. Namun, swasta bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis ini jika bekerja sama dengan pemerintah.

Dalam kasus jalan tol, seharusnya pemerintah menggratiskan, tetapi karena ada modal swasta di dalamnya, atau modal hasil mengutang di dalamnya, pemerintah kemudian mengutip biaya dari rakyat yang mempergunakan tol.

Pemerintah harus menyediakan barang publik untuk kesejahteraan atau memberikan manfaat bagi semua warga negara. Barang dan jasa itu tersedia untuk umum dan tidak diperuntukkan khusus untuk kelompok masyarakat tertentu.

Ketika seorang individu menggunakannya, hal itu tidak menghentikan orang lain untuk mendapatkan manfaat yang sama.

Ketika Anda menggunakan barang publik, Anda tidak membatasi ketersediaannya untuk orang lain. Meskipun memiliki selera yang berbeda, kita memperoleh manfaat yang sama. Dalam kasus layanan toilet, Anda dan orang lain sama-sama mendapatkan manfaat ketika mempergunakannya.

Tugas pemerintah adalah menyediakan barang-barang publik, dan menjadi hak rakyat untuk mendapatkan manfaatnya secara gratis. Karena itu, ketika Erick Thohir menggratiskan biaya toilet di SPBU seharusnya dia hanya mengembalikan hak rakyat yang selama ini hilang. Dia tidak sedang melakukan sebuah hal yang heroik.

Banyak yang senang dan memuji keputusan Erick Thohir. Namun, banyak juga yang mencibir, karena menganggapnya hanya sekadar pencitraan. Maklum, beberapa waktu belakangan ini muncul spekulasi bahwa Erick ingin ikut perhelatan pilpres 2024. Karena itu wajar kalau belakangan ini Erick lebih sering membuat pencitraan.

Reaksi netizen pun bermacam-macam. Ada yang memuji dan ada pula yang mencaci. Yang memuji menganggap Erick berjasa membela kepentingan konsumen. Yang mencaci menganggap Erick hanya melakukan pencitraan kosong yang tidak banyak manfaat. Alih-alih menggratiskan toilet, lebih baik Erick menggratiskan tes PCR. begitu kata salah satu netizen.

Terlepas dari pencitraan atau bukan, penggratisan toilet ala Erick Thohir ini seharusnya membuka kesadaran publik bahwa pemerintah masih belum bisa memenuhi tugasnya untuk memberi layanan publik yang memuaskan. Barang-barang publik yang seharusnya gratis masih banyak yang diperjual-belikan.

Sebagai seorang pengusaha, Erick memahami logika dagang dengan baik. Sebagai pengusaha, Erick sudah menunjukkan kepiawaiannya sebagai ‘’dealer’’. Tapi, sebagai seorang pemimpin Erick harus bisa membuktikan bahwa dia seorang ‘’leader’’.

Yang terjadi sekarang adalah munculnya sosok ‘’peng-peng’’, penguasa yang sekaligus menjadi pengusaha. Dalam praktik sehari-hari penguasa itu tidak menujukkan ‘’leadership’’ tapi lebih sering memainkan peran ‘’dealership’’ mirip makelar. (*)


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Erick Thohir   Toilet   BUMN   SPBU  

Terpopuler