Tokoh NTT Menyoroti Persoalan Perdagangan Manusia Berkedok TKI Ilegal

Jumat, 10 Januari 2020 – 16:05 WIB
Diskusi Publik bertema Membedah Persoalan Perdagangan Manusia di NTT dengan narasumber (kanan ke kiri): Serfasius S Manek, Rudi Kabunang, Ardy Mbalembout, Melki Laka Lena dan Servulus Bobo Riti. Foto: Aktivis NTT for JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah tokoh masyarakat, advokat/praktisi hukum, aktivis, tokoh pemuda dan jurnalis asal Provinsi Nusa tenggara Timur (NTT) merasa terpanggil untuk mendiskusikan berbagai isu dan persoalan krusial di NTT khususnya dan Indonesia pada umumnya. Salah satu isu krusial yang mengemuka dan menjadi persoalan akut di NTT adalah persoalan perdagangan manusia dengan modus TKI ilegal.

Hal itu yang menjadi alasan bagi Forum Aliansi Advokat, Aktivis, dan Jurnalis Asal NTT di Jakarta untuk menggelar Diskusi Publik bertema “Membedah Persoalan Perdagangan Manusia di NTT (Telaah Kasus TKI Ilegal) yang berlangsung di Upnormal, Jalan Raden Saleh Raya Nomor 47, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020.

BACA JUGA: 29 Wanita jadi Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

Diskusi ini menghadirkan sejumlah narasumber tiga Praktisi Hukum yakni Serfasius Serbaya Manek, Rudi Kabunang, dan MM Ardy Mbalembout. Narsumber lainnya adalah Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena dan Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan BNP2KI, Dr. Servulus Bobo Riti.

Sejumlah tokoh NTT juga hadir sebagai penanggap/peserta diskusi yakni Advokat Senior Petrus Selestinus, Pengamat Politik Sebastian Salang, Tokoh Muda NTT Agustinus Tamo Mbapa, Tokoh Masyarakat NTT Marcel Ade Wawo, dan sejumlah aktivis, advokat dan jurnalis asal NTT.

BACA JUGA: Rieke: Perlu Membentuk Satgas Penanganan Perdagangan Manusia

Dalam diskusi ini, para narasumber, penanggap dan peserta berbagi pandangan bagaimana mengatasi persoalan perdagangan manusia agar tidak berulang di masa mendatang.

“Untuk menghentikan persoalan perdagangan manusia maka semua pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa dan elemen masyarakat harus bersinergi,” tegas Praktisi Hukum, Serfasius Serbaya Manek

BACA JUGA: Tokoh Masyarakat NTT Tolak Privatisasi Pantai Pede

Dalam kesempatan itu, Praktisi Hukum Ardy Mbalembout membedah soal regulasi bidang Ketenagakerjaan tingkat internasional termasuk MoU bidang ketenagakerjaan tingkat ASEAN. Menurut Ardy, untuk mengatasi persoalan perdagangan manusia dalam bentuk TKI ilegal, sesungguhnya bukan hanya tanggung jawb pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat seperti Kementerian Ketenagakerjaan, dan lembaga/badan terkait lainnya seperti Ditjen Imigrasi.

Sementara itu, Direktur Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan BNP2TKI, Dr. Servulus Bobo Riti saat memaparkan makalah berjudul "Implementasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan lainya terkait ketenagakerjaan, menyebutkan tiga hal pokok yang menjadi sorotan dan mewarnai pemberitaan di media massa di Indonesia bahkan internasional.

Pertama, mengetahui dan memahami isu-isu pokok yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai sumber pemberitaan terkait penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Kedua, mengetahui dan memahami berbagai bentuk media pemberitaan terkait penempatan dan perlindungan TKI. Ketiga, memahami bentuk tindakan pengendalian informasi atas pemberitaan terkait penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Selain itu, Servulus juga menyinggung soal Fokus Perlindungan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017.

Dalam kaitan itu, Servulus menjelaskan ada tiga aspek pelindnugan (bagian ketujuh), pertama, koordinasi antarinstansi, kedua, pemberitaan, dan dokumentasi dan publikasi.

Sementara itu, Wakil ketua Komisi IX DPR RI, Melky Laka Lena memaparkan soal peran parlemen dalam kaitan dengan Tenaga Kerja Indonesia. Menurut politiskus partai Golkar itu, tiga fungsi DPR yakni Legislasi, Anggaran dan Pengawasan.

Dalam pelaksanaan fungsi legislasi, Melki menjelaskan DPR bertugas untuk menyusun prolegnas, menyusun dan membahas RUU serta menetapkan UU bersama Presiden.

Kedua, Fungsi Anggaran, di antara menyetujui RUU tentang APBN, menindaklanjuti hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK RI.

Ketiga, adalah fungsi monitoring. Menurut Melki, ada dua hal penting yakni mengawasi pelaksanaan Undang-Undang APBN dan Kebijakan pemerintah; dan membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan.

Selain itu, Melki juga menegaskan bahwa pengawasan terhadap implementasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) dan peraturan pelaksana terkait ketenegakerjaan.

“Pada tanggal 16 Desember 2019, Komisi IX DPR RI telah mendesak Kemenaker untuk meningkatkan pelindungan PMI dengan menerbitkan, sosialisasi dan implementasi peraturan pelaksanaan UU No. 18 tahun 2017 tentang PPMI,” kata Melki.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler